Latest Post


 

SANCAnews – Koordinator PPKM Darurat, Luhut Binsar Pandjaitan, kerap mengaku tak pintar ekonomi dan kesehatan. Padahal kedua bidang itu jadi fokus penanganan pandemi, sehingga pemerintah membentuk Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).

 

Soal pengakuan Luhut berulang kali tak pintar ekonomi dan kesehatan, diungkapkan Asisten Bidang Media Menko Maritim dan Investasi, Singgih Widiyastono. "Dia selalu bilang enggak pintar soal ekonomi, apalagi kesehatan," tulis Singgih di akun media sosialnya Minggu (18/7).

 

Singgih telah mengizinkan kumparan untuk mengutip unggahannya di media sosial tersebut.

 

Menurut Singgih, meski Luhut mengaku tak pintar ekonomi dan kesehatan, bukan berarti setiap keputusan yang dia ambil sebagai Koordinator PPKM Darurat, tidak memperhatikan kajian ilmiah. Karena Luhut kerap berkonsultasi dengan para guru besar dan ahli di bidang tersebut.

 

"Dia bilang dia bisa belajar dari banyak ahli dan guru besar. Tiap langkah yang diambil selalu konsul dengan para guru besar dan ahli, supaya enggak salah jalan di PPKM Darurat ini," ujarnya. 

 

"Intinya dia selalu mau mendengarkan," imbuh Singgih yang pernah aktif di komunitas 'Teman Ahok' ini.

 

Singgih menyampaikan ini, mengomentari pandangan publik termasuk yang disampaikan di media sosial, soal peran Luhut yang kerap dianggap mengurusi banyak hal di pemerintahan. Mulai dari yang bernada pujian soal kemampuannya, hingga yang kritis bahkan nyinyir. (kumparan)


 

SANCAnews – Sejumlah aktivis antikorupsi yang melakukan aksi laser ke Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilaporkan ke aparat kepolisian. Aksi laser tersebut menarik perhatian publik, lantaran menuliskan sejumlah kritik terhadap KPK.

 

Kritik-kritik tersebut antara lain berupa tulisan ‘Berani Jujur Pecat’ hingga ‘Rakyat Sudah Mual’. Hal ini menyusul dari 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

 

Pelakasana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri menyampaikan, peristiwa penyinaran laser ke arah Gedung KPK pada 28 Juni 2021 sekitar pukul 19.05 WIB oleh pihak eksternal. KPK membenarkan melaporkan hal tersebut ke aparat kepolisian.

 

“KPK melaui Biro Umum telah melakukan koordinasi dan pelaporan kepada Polres Jakarta Selatan,” kata Ali dikonfirmasi, Senin (19/7).

 

Ali menjelaskan, pelaporan tersebut karena menilai telah ada potensi kesengajaan melakukan gangguan ketertiban dan kenyamanan operasional perkantoran KPK sebagai objek vital nasional yang dilakukan oleh pihak eksternal dimaksud.

 

Padahal petugas keamanan KPK dan pengamanan obyek vital Polres Jakarta Selatan yang berjaga pada saat itu, telah melakukan pelarangan dan mengingatkan kepada pihak-pihak eksternal tersebut.

 

“Mengingat kegiatannya dilakukan di luar waktu yang ditentukan dan tidak ada ijin dari aparat yang berwenang. Namun pihak-pihak tersebut tetap melakukannya dengan berpindah-pindah lokasi,” ucap Ali.

 

Oleh karena itu, KPK yang merasa kinerjanya terganggu menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Polres Jakarta selatan untuk menindaklanjutinya.

 

“Kami berharap kepada semua pihak untuk senantiasa tertib dan menjaga kenyamanan lingkungan,” tegas Ali.

 

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi penolakan terhadap pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aksi dilakukan sekitar pukul 18.30 WIB dengan menyoroti Gedung Merah Putih KPK dengan laser projector bertuliskan ‘Berani Jujur Pecat’, ada juga tulisan lain seperti ‘Mosi Tidak Percaya’, ‘Save KPK’ dan beberapa tulisan lain.

 

Juru Kampanye Greenpeace Indonesia Asep Komaruddin menyampaikan, aksi tersebut digelar sebagai bentuk dukungan terhadap kinerja KPK. Dia menilai, KPK yang kini dipimpin Firli Bahuri sangat dilemahkan.

 

“Sejumlah pesan terproyeksi di gedung KPK malam ini, menyuarakan perjuangan keadilan bagi 51 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan. Juga menyampaikan pesan untuk menyelamatkan lembaga antikorupsi ini dari cengkeraman oligarki,” kata Asep dikonfirmasi, Senin (28/6). (jawapos)


 

SANCAnews – Anggota DPR RI Abdul Rachman Thaha mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk lebih berhati-hati dalam menyikapi situasi yang akhir-akhir ini menghadirkan tekanan terhadap pemerintahannya.

 

Rachman bahkan menyebut ada komentar pedas yang menyatakan semakin lama, ketidakpercayaan pada virus Corona seakan bersaing-saingan dengan ketidakpercayaan pada pemerintah.

 

Sinisme itu, kata dia, jelas kontraproduktif terhadap perlunya kesatu-paduan seluruh elemen bangsa dalam memerangi Covid-19.

 

"Namun, jika kita introspeksi, situasi pada waktu-waktu belakangan ini, harus diakui, menghadirkan tekanan yang kurang menyenangkan bagi pemerintah khususnya Presiden Jokowi," ujar Abdul Rachman Thaha dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/7).

 

Tekanan demi tekanan itu digambarkan anggota Komisi I DPD RI itu, seperti BEM dari sekian banyak universitas yang memberikan julukan-julukan negatif terhadap Presiden Ketujuh RI itu.

 

"Dari lingkup kabinet dan lembaga negara sendiri pun mengemuka sejumlah situasi yang seperti berpola seragam," ucapnya.

 

Senator asal Sulawesi Tengah itu memberikan beberapa contoh. Pertama, betapa pun Jokowi sejak beberapa waktu lalu meminta percepatan penanganan Covid-19, ternyata masih terjadi penumpukan vaksin.

 

"Target yang Jokowi tetapkan, yakni satu sampai dua juta orang divaksin per hari sepertinya tidak sungguh-sungguh coba direalisasikan," ucap dia.

 

Kedua, meski Jokowi meminta agar karyawan KPK yang tidak lulus TWK tidak diberhentikan, faktanya, kafilah tetap berlalu.

 

Ketiga, walau Jokowi menekankan pentingnya kepedulian pada sesama dan laku prihatin lainnya, tetapi sejumlah pembantu presiden justru tertangkap kamera melakukan pelesiran ke luar negeri.

 

Keempat, keputusan Jokowi membatalkan komersialisasi vaksin mengindikasikan bahwa jajaran pembantu presiden selama ini tidak berkomunikasi apalagi memperoleh restu dari Jokowi.

 

"Untuk kesekian kalinya Jokowi harus tampil langsung ke hadapan publik menganulir kebijakan jajaran pemerintah sendiri," ujar Rachman Thaha.

 

Kelima, kata senator yang beken disapa dengan inisial ART itu, dalam situasi krisis kesehatan akibat pandemi, alokasi anggaran infrastruktur justru naik berlipat-lipat.

 

"Patut dipertanyakan, apakah pembantu presiden telah memberikan masukan yang tidak peka kepada Jokowi, ataukah bahkan mereka kini bekerja dalam dimensi yang berbeda dengan presidennya," tutur Rachman.

 

Rachman juga menyebut pembentukan Satgas PPKM Darurat Jawa-Bali seolah menjadi pertanda bahwa kementerian dan lembaga yang telah ada selama ini tidak sepenuhnya bekerja sesuai tuntutan Jokowi.

 

"Ketidakandalan institusi dan personel coba diatasi Jokowi dengan membentuk Satgas PPKM Darurat yang dikoordinatori LBP (Luhut Binsar Pandjaitan, red)," ujarnya.

 

Dengan sejumlah contoh itu, ditambah narasi-narasi mencibiri Jokowi yang dilontarkan BEM berbagai perguruan tinggi, kata Rachman, memberikan dasar untuk menafsirkan bahwa presiden tidak lagi sungguh-sungguh didengar apalagi dipatuhi.

 

"Presiden juga tidak lagi dimintai pandangan apalagi izinnya sebelum para pembantunya mengeluarkan kebijakan kementerian. Presiden juga tidak lagi memperoleh input yang sungguh-sungguh tepat dari jajaran kabinetnya," tutur pria kelahiran Kota Palu itu.

 

Menurut dia, tekanan berbagai elemen masyarakat, BEM, dan dari jajaran pembantu presiden sendiri jelas akan menaikkan suhu krisis dalam kepemimpinan Jokowi.

 

Dia mengingatkan bahwa semakin rapuh kepemimpinan Presiden Jokowi, makin tergerus kepercayaan publik kepada suami Iriana itu. Kian menggumpal ketidakpercayaan itu, maka semakin besar pula desakan khalayak bagi pergantian pemimpin nasional.

 

"Saya tak tahu persis apakah kini ada kelompok-kelompok yang memperlakukan Jokowi dengan prinsip ABS. Yang jelas, tak pelak, Jokowi perlu awas agar tidak, katakanlah, disabotase oleh orang-orang di sekitarnya sendiri," pungkas Abdul Rachman Thaha. (jpnn) 


 

SANCAnews – Polemik terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat masih saja mengemuka dalam kondisi lonjakan penularan virus corona di Indonesia. Pasalnya, Senin 19 Juli 2021, puluhan mahasiswa Universitas Pattimura Ambon berunjuk rasa menuntut pemerintah mencabut PPKM Darurat.

 

Dalam aksi yang berlangsung di depan kampus Universitas Pattimura tersebut, seperti dilansir dari kompascom, Senin 19 Juli 2021, mahasiswa juga menuntut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatannya. Massa bahkan membawa sebuah spanduk yang mengusung tagar turunkan Jokowi.

 

“Kami menuntut Presiden Jokowi segera mundur dari jabatannya sekarang juga,” teriak salah seorang mahasiswa saat menyampaikan orasinya.

 

Mereka menilai, Presiden Joko Widodo telah gagal mengelola negara di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini. Pasalnya, PPKM Darurat dianggap menyengsarakan rakyat.

 

Menurut mahasiswa, pemberlakuan PPKM yang dilakukan mulai dari pusat hingga daerah dianggap tidak berdampak terhadap pengendalian virus corona dan malah menyengsarakan masyarakat.

 

“Yang paling ironis di saat masyarakat Indonesia dibatasi secara ketat, pemerintah malah mengizinkan tenaga kerja asing (TKA) dari China terus bebas masuk ke wilayah Indonesia termasuk ke Maluku,” bebernya.

 

Para demonstran mengungkapkan, PPKM telah merampas hak hidup masyarakat tidak hanya di Ibu Kota Jakarta tetapi juga di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Ambon. Kebijakan PPKM dianggap mematikan perekonomian di daerah.

 

“Dari Maluku kami menyerukan agar Presiden Jokowi segera mundur, karena beliau telah gagal. Kebijakannya di situasi sulit saat ini justru membunuh masyarakat,” teriak mahasiswa lainnya.

 

Selain menilai presiden telah gagal, mahasiswa juga menilai Gubernur Maluku Murad Ismail dan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy juga gagal mengelola daerahnya.

 

Dalam aksi tersebut, para mahasiswa juga sempat membakar ban bekas dan memblokade jalan di depan kampus Universitas Pattimura dan di kawasan Tugu dr Johanes Leimena. Mahasiswa juga menyendera sejumlah mobil truk.

 

Insiden itu tidak berlangsung lama lantaran polisi yang mengamankan aksi unjuk rasa segera menghalau massa. Polisi lalu kembali mengatur lalu lintas yang sempat macet hingga menjadi lancar.

 

Tidak hanya di Tugu Leimena dan di depan kampus Universitas Pattimura, aksi menolak PPKM juga berlangsung di Kantor Wali Kota Ambon. Untuk mengamankan aksi unjuk rasa itu, sebanyak 227 personel Polresta Pulau Ambon dikerahkan ke sejumlah titik aksi. (terkini)


 

SANCAnews – Dokter Berlian Indriansyah Idris menyindir Denny Siregar yang pernah mengatakan bahwa para kadal gurun (kadrun) sejak dulu menginginkan lockdown.

 

Dokter Berlian menyindir bahwa Denny berani menyebut Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Padjaitan sebagai kadrun.

 

“Hebat emang Denny Siregar, berani ngatain pak Luhut kadrun; secara pak Luhut dari duluuu ngusulin lockdown,” katanya melalui akun Twitter Berlianidris pada Senin, 19 Juli 2021.

 

Dilansir dari Kumparan, Luhut Binsar Pandjaitan memang disebut pernah mengusulkan lockdown ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengatasi Covid-19.

 

Asisten Bidang Media Menko Marves, Singgih Widiyastono mengungkapkan bahwa Luhut mengusulkan lockdown di awal-awal kasus Covid-19 di Indonesia.


“Kalau teman-teman pernah lihat usulan pas COVID-19 pertama, beliau ajuin lockdown dan akhirnya Presiden enggak izinin itu betul semua,” kata Singgih pada Minggu, 18 Juli 2021, dilansir dari Kumparan.


Singgih, yang mengaku mendampingi Luhut setiap hari, mengungkapkan alasan Presiden Jokowi menolak usulan lockdown tersebut.

 

“Dia sempat diam dan enggak lama Presiden telepon bahwa Presiden enggak mau lihat banyak orang enggak bisa makan,” ujarnya.

 

Setelah itu, kata Singgih, Luhut langsung memerintahkan semua stafnya untuk mencari solusi selain lockdown.

 

Luhut juga disebut memerintahkan untuk menghitung bantuan sosial (bansos) serta apa saja solusi lain yang kiranya bisa diperbuat negara untuk kurangi beban masyarakat.

 

“Akhirnya ada PSBB Jilid 1,” ungkap Singgih.

 

Adapun pegiat media sosial, Denny Siregar menyebut bahwa para kadrun memang ingin Indonesia menerapkan lockdown sejak dulu.

 

Hal itu karena, menurut Denny, para kadrun adalah orang yang pemalas dan bergantung pada sumbangan.


“Kadrun itu dari dulu pengennya emang lockdown, supaya dapat santunan,” katanya melalui akun Twitter Dennysiregar7 pada Jumat, 16 Juli 2021.


“Mereka emang pada dasarnya pemalas. Bergantung pada sumbangan,” lanjutnya. (terkini)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.