Latest Post


 

SANCAnews – Seorang pria di Cilegon tantang dan ingin ludahi Presiden Joko Widodo. Pria di Cilegon tantang dan ingin ludahi Presiden Jokowi diungkapkan melalui akun Facebook Edward Frans Antonio.

 

Pria di Cilegon tantang dan ingin ludahi Presiden Jokowi kini telah ditangkap oleh ditrimsus olda Banten.

 

Terlihat, tidak hanya Jokowi dihina di medsos melainkan beberapa Menteri dan pejabat pemerintah pusat lainnya juga turut dihina dan ditantang oleh akun tersebut.

 

Tidak tanggung-tanggung, pemilik akun Facebook Edward Frans Antonio dijemput paksa oleh Ditkrimsus atau Direktorat Kriminal Khusus Polda Banten pada Rabu (14/7/2021), sekira pukul 16.00 WIB di sekitaran Masjid Agung Cilegon, Kecamatan Jombang.

 


Penangkapan itu mendapatkan pengawalan ketat dari aparat kepolisian Polres Cilegon, dan personel Polda Banten. Kapolres Cilegon AKBP Sigit Haryono membenarkan penangkapan yang dilakukan oleh Ditkrimsus Polda Banten.

 

"Iya betul ada salah seorang di kecamatan Jombang yang diamankan oleh Polda Banten, kami hanya membantu pengamanan saja," ujarnya kepada SuaraBanten.id di Cilegon, Kamis (15/7/2021).

 

Kata Sigit, salah seorang yang diamankan Polda Banten karena ada dugaan memposting ujaran kebencian di media sosial Facebook.

 

"Itu terkait ada dugaan Undang-undang ITE, karena postingan, postingan bersangkutan. Untuk lebih lanjut pemeriksaan dilakukan di Polda Banten," katanya.

 

Kata dia, terduga pelanggar ITE diamankan di sekitaran mesjid agung Kecamatan Jombang, Kota Cilegon pada Rabu (14/7/2021) sekira pukul 16.00 WIB.

 

"Iya diamankan disekitaran rumah yang bersangkutan. Selanjutnya ditangani Polda Banten," tuturnya.

 

Kedati begitu, dirinya mengimbau kepada seluruh masyarakat kota Cilegon untuk bisa menggunakan akun media sosial dengan baik dan bijak, jangan menghina dan mengucilkan orang lain di media sosial.

 

"Untuk bijak dalam menggunakan media-media baik itu medsos maupun pemberitaan agar supaya tidak memposting dan memuat yang belum tentu kebenarannya," pungkasnya. (suara)



 

SANCAnews – Pekerja WN China berlarian dan ngumpet di semak-semak saat kedatangan petugas Imigrasi Sukabumi ke area tambang emas Kampung Cijiwa, Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi.

 

Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Kantor Imigrasi Sukabumi, Taufan langsung menghentikan langkah para WNA tersebut dan membawanya ke tempat mereka tinggal di kawasan tersebut.

 

Pantauan detikcom, total ada 4 orang TKA yang ditemukan berusaha melarikan diri.

 

"Heh kamu berhenti-berhenti," teriak Taufan, yang kemudian kembali berbicara menggunakan bahasa asing ia juga meminta paspor mereka. Empat orang tersebut kemudian dibawa ke pemukiman semacam bedeng di lokasi itu. Petugas kembali menemukan 1 orang WNA.

 

"Kami tim dari Kantor Imigrasi Klas II Non TPI Sukabumi bersama Polres Sukabumi menggelar operasi mandiri didaerah simpenan. Disini kami mendapat informasi dari masyarakat terdapat kegiatan WNA dari China. Ini merupakan tindak lanjut dari laporan tersebut," kata Taufan kepada detikcom, Kamis (15/7/2021).

 

Taufan membenarkan para WNA tersebut sempat melarikan diri saat petugas memasuki kawasan area tambang.

 

"Kami mengecek di lokaso pertambangan rakyat didaerah simpenan dan kami mendapatkan warga negara asin itu berlari dan itu mencurigakan bagi kami," ungkapnya.

 

Untuk memastikan status keimigrasian, Taufan menyebut akan lebih membawa mereka ke kantor Imigrasi di Kota Sukabumi.

 

"Kami menduga mereka melanggar izin tinggal atau tidak sesuai izin tinggalnya. Pada saat ini kita bawa ke kantor imigrasi untuk memastikan kita akan periksa dulu di Kantor Imigrasi apakah terdapat pelanggarannya," ungkapnya.

 

"Kami mendapatkan ada 5 WNA, 4 asal China dan 1 Malaysia untuk sementara ini kami duga mereka melanggar peraturan perundang-undangan," sambung dia.

 

Saat ditanya apakah 5 WNA tersebut terlibat aktivitas tambang, Taufil belum memberikan penjelasan secara rinci. Namun ia membenarkan lokasi diamankannya 5 orang tersebut memang berada di lokasi tambang.

 

"Untuk melihat apakah mereka terlibat di pertambangan fakta yang kita lihat mereka tidak sedang melakukan aktivitas pertambangan namun mereka memang berada di lokasi pertambangan," pungkas dia. (detik)




SANCAnews – Salah satu anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Laskar FPI atau TP3, Marwan Batubara menyoroti kinerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap peristiwa hilangnya enam nyawa laskar FPI di KM 50, Tol Jakarta-Cikampek beberapa waktu yang lalu.

 

"Kita menemukan tentang laporan sumir yang penuh rekayasa yang dilakukan oleh Komnas HAM," kata Marwan dalam acara bedah buku putih penembakan Laskar FPI yang diselenggarakan UI Watch secara daring, Rabu (14/7).

 

Marwan menyayangkan, Komnas HAM sebagai lembaga negara yang dibiayai oleh uang rakyat dari APBN justru tidak menunjukan kinerja yang sesuai dengan semangat pembentukan lembaganya, yakni agar tegaknya HAM.

 

"Orang dibunuh dengan sadis, tapi yang dilakukan Komnas HAM justru melindungi aparat negara yang terlibat dan ikut merekayasa laporan. Yang menurut Undang-undang, laporan ini tidak layak tidak kredibel dan tidak mengikuti proses hukum yang sebenarnya," tandas Marwan.

 

Karena, Marwan melanjutkan, apa yang dilakukan oleh Komnas HAM dalam peristiwa kelam itu hanya sebatas pemantauan, namun dalam penyampaikannya kepada pemerintah dan setiap keterangan pers Komnas HAM menyampaikan laporan penyelidikan.

 

Lebih parahnya lagi, ungkap Marwan, Komnas HAM harus mendapatkan izin dari pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam pasal 9 UU 39/1999 Tengang HAM ayat 3 huruf F,G dan H.

 

"Jadi izin melakukan pemantauan tidak ada, lalu malah lebih parah lagi laporan pemantauan diakui sebagai laporan penyelidikan," tanya Marwan. []



 

SANCAnews – Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah mendorong nelayan pesisir selatan dalam pemanfaatan potensi perairan laut dalam usaha budi daya ikan Kerapu di daerah itu.

 

Hal demikian dikatakan, sebab kabupaten pesisir selatan merupakan daerah yang memiliki Sentra paling banyak bila di bandingkan dengan daerah lain seperti Pasaman dan Kota Padang.

 

"Untuk itu,  perlu kita dorong dan kita kembangkan budi daya ikan ini, guna meningkatkan pendapatan bagi para nelayan," kata Mahyeldi, saat menyerahkan bantuan benih dan pakan ikan Kerapu pada Kelompok Nelayan di Intalasi Balai Perikanan Budidaya Perikanan Air Payau dan Laut (BPBLAPL) Sungai Nipah, Kenagarian Painan Selatan, Rabu (14/7) sore.

 

Bantuan nelayan tersebut diberikan sebanyak, 2.800 ekor benih ikan Kerapu Bebek, 7.800 benih ikan Kerapu Cantik, 4.730 kg pakan dan 255 bungkus Vitamin, untuk 7 kelompok nelayan di daerah itu.

 

Dihadiri Wakil Bupati Pessel, Rudi Heriansyah, PJ Sekda, Luhur Budianda, Kepala Satpol PP Provinsi Sumbar, Dedy Diantulani, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumbar diwakili sekretaris Desniati, anggota DPRD Provinsi, Bakri Bakar, Dapil 8 Pessel - Mentawai dan juga anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan.

 

Lebih jauh, Mahyeldi menyampaikan, bahwasanya pesisir selatan memiliki lebih kurang 47 pulau di daerah itu. Kemudian juga memiliki potensi garis pantai dan pulau yang perlu dioptimalkan dengan budi daya karena daerah tersebut telah memiliki RT RW pinggir pantai.

 

"Jadi kalau kita berbicara dengan masalah ekspor atau kerjasama dengan pihak lain ada jaminan produksi. Itu bisa kita lakukan dengan budi daya," ungkapnya.

 

Ia menambahkan, bahwa pihaknya juga bakal meanggarkan anggaran 10 Parsen pada bidang Perikanan dan Pertanian untuk kabupaten pesisir dari anggaran yang ada di Provinsi Sumatera Barat.

 

"Untuk itu, kita perlu serius dan fokus pada pesisir selatan, untuk ke laut sehingga mendapatkan peningkatan pada nelayan dan juga masyarakat," ujarnya. (Emil)



 

SANCAnews – Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi etik terhadap Penyidik Mochamad Praswad Nugraha. Sanksi diberikan usai Praswad dinyatakan terbukti melakukan perundungan dan pelecehan terhadap saksi kasus bansos, mantan Senior Assistant Vice President (SAVP) Bank Muamalat Indonesia, Agustri Yogasmara alias Yogas.

 

Praswad buka suara menanggapi putusan tersebut. Ia menganggap hal itu sebagai bentuk serangan balik terhadap upaya pemberantasan korupsi. Terlebih perkara yang ditanganinya ini besar, melibatkan pejabat sekelas menteri dan hajat hidup orang banyak.

 

"Laporan terhadap kami bukanlah hal baru dan merupakan risiko dari upaya kami membongkar kasus korupsi paket sembako Bansos dengan anggaran Rp 6,4 triliun, yang dilakukan secara keji di tengah bencana COVID-19," ujar Praswad dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/7).

 

Soal sejumlah ungkapan intimidasi yang diungkap oleh Dewas KPK di persidangan, Praswad menilai hal tersebut harus dilihat secara keseluruhan. Menurut dia, ada konteks yang hilang dalam putusan Dewas KPK terkait ucapannya kepada saksi yang dinilai intimidasi.

 

Praswad menilai konteks yang hilang ialah soal suasana dan intonasi dalam percakapan tersebut. Lalu kemudian latar belakang dialog yang terjadi 3-4 jam sebelum komunikasi terjadi. Hingga soal upaya peringatan mengenai saksi pidana agar saksi tidak memberikan keterangan yang tak sesuai dengan barang bukti yang terdapat dalam perkara.

 

"Peringatan tersebut muncul sebagai upaya kami untuk menghentikan adanya ancaman yang dilakukan oleh Agustri Yogasmara terhadap saksi lainnya, serta teknik-teknik interogasi dalam penyidikan," ucap Praswad.

 

Praswad mengungkapkan sanksi yang diperolehnya ini masih tak sebanding dengan penderitaan dari mereka para korban akibat kasus korupsi bansos COVID ini.

 

"Para korban tersebut merupakan rakyat yang dirampas hak-haknya dengan cara melawan hukum dan tidak manusiawi akibat korupsi Bansos COVID-19," ungkap Praswad, dilansir dari kumparan.

 

Ke depan ia berharap tidak ada lagi rekan penyidik atau pegawai KPK lainnya yang justru menjadi korban atas upaya dan perjuangannya dalam membongkar perkara rasuah yang ditanganinya.

 

"Kami mohon Dewas KPK secara konsisten dapat menjadi lentera keadilan terhadap berbagai dugaan pelanggaran etik serta tindakan koruptif yang benar-benar merusak KPK dan merusak Indonesia," kata Praswad.

 

Sebelumnya Ketua Majelis Harjono menjatuhkan sanksi berbeda terhadap dua penyidik KPK dalam dugaan pelanggaran etik tersebut. Mochammad Praswad Nugraha, divonis sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10% selama enam bulan.

 

Sedangkan untuk penyidik Muhammad Nor Prayoga, majelis menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku hukuman selama tiga bulan. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.