SANCAnews – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia
(MAKI) menilai JPU dari Kejaksaan Agung tidak mengajukan kasasi terhadap
terdakwa eks Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang mendapat diskon hukuman 4 tahun
penjara, agar peran 'King Maker' dalam kasus ini tidak dibongkar.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut dalam tiga kasus
yang sudah menjerat Pinangki terkait suap dan pencucian uang, ada satu kasus
yakni terkait pemufakatan jahat yang turut melibatkan buronan Djoko Tjandra.
MAKI menyebut ada sosok 'KingMaker' yang dimana sempat
disampaikan dalam putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),
Jakarta Pusat.
"Diduga, tidak kasasi ini untuk menutupi peran 'king
maker'. Yang mana yang saya pernah ungkap dulu di KPK ada peran 'king maker'
dan diungkapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ada peran
'king maker'," ungkap Boyamin dihubungi, Selasa (6/7/2021).
Boyamin sebelumnya berharap JPU mengajukan kasasi untuk
menindaklanjuti kasus ini, sekaligus membongkar sosok 'King Maker'. Namun,
kenyataannya JPU sependapat dengan putusan PT DKI terhadap Pinangki dengan
memberikan diskon hanya empat tahun penjara.
"Saya berharap sebenarnya Kejaksaan Agung mengajukan
kasasi untuk membongkar peran 'king maker'," ujar Boyamin.
Menurutnya Kejaksaan Agung sama sekali tidak mendengarkan
desakan publik untuk mengajukan kasasi terhadap Pinangki. Maka itu, Boyamin
menilai sudah terdapat disparitas perbedaan hukuman yang mencederai rasa
keadilan.
Menurut Boyamin, sepatutnya Pinangki mendapat hukuman lebih
berat dari Djoko Tjandra maupun Andi Irfan Jaya.
"Sudah ada petisi, suara masyarakat di internet dan
lain-lain, agar Kejaksaan Agung mengajukan kasasi," ucap Boyamin.
"Jadi jaksa menutup diri atas rasa keadilan,"
Boyamin menambahkan.
Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono
menyanpaikan bahwa Jaksa dari Kejagung tidak mengajukan kasasi terhadap
terdakwa Pinangki.
"JPU tidak mengajukan permohonan kasasi," kata
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Riono dikonfirmasi, dikutip dari suara.com, Selasa (6/7/2021).
Riono menyebut alasan Jaksa Kejaksaan Agung RI tidak
mengajukan banding, bahwa putusan PT DKI terhadap Pinangki sudah sesuai apa
yang diharapkan Jaksa Penuntut Umum.
Maka itu, kata Riono, Jaksa tidak memiliki alasan lain untuk
mengajukan kasasi terhadap Pinangki.
"JPU berpandangan bahwa tuntutan JPU telah dipenuhi dlm
putusan PT. Selain tidak terdapat alasan untuk mengajukan permohonan kasasi
sebagaimana ketentuan di dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP," tutup Riono
Padahal pada tingkat pertama di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Jaksa Pinangki sudah divonis 10 tahun penjara
dan membayar denda Rp 600 juta. Hal itu dilihat dalam laman website Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta pada Senin (14/6/2021).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh
karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp
600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan
pidana kurungan selama 6 bulan," isi Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Pertimbangan Hakim
Adapun sejumlah pertimbangan majelis hakim ditingkat banding
di PT Jakarta.
Pertama, Jaksa Pinangki telah mengaku bersalah dan mengatakan
menyesali perbuatannya serta telah mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai
Jaksa. Dan diharapkan Jaksa Pinangki akan berprilaku sebagai warga masyarakat
yang baik.
Kedua, Jaksa Pinangki memiliki balita berumur 4 tahun.
Sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada
anaknya dalam masa pertumbuhan.
Ketiga, Jaksa Pinangki sebagai perempuan harus mendapat
perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Keempat, perbuatan Pinangki tidak lepas dari peran pihak lain
yang juga patut bertanggung jawab. Sehingga, pengurangan kesalahannya cukup
berpengaruh dalam putusan ini.
Kelima, tuntutan Jaksa selaku pemegang azas Dominus Litus
yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan
masyarakat. []