Latest Post


 

SANCAnews – Sejumlah mahasiswa di Sulawesi Selatan berunjuk rasa  menolak masuknya 20 tenaga kerja asing (TKA) asal China. Mereka  membakar ban bekas dan menutup akses jalan dengan menggunakan dua unit truk sehingga mengakibatkan lalu lintas di Jalan Sultan Alauddin, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, macet total, Senin (5/7) sore.

 

Dalam aksi ini koalisi aktivis mahasiswa Sulsel meminta pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas. Pasalnya, di tengah pandemi Covid-19, pemerintah justru membiarkan masuknya TKA asal China ke Sulsel.

 

Menggunakan kendaraan truk, para demonstran memblokade akses jalan dan menjadikan truk tersebut sebagai mimbar untuk menyampaikan aspirasinya.

 

"Seharusnya pemerintah tidak menerima kedatangan para TKA asal China tersebut ke Sulsel, karena kondisi saat masih pandemi Covid-19," tegas Ketua Gerakan Pemuda dan Mahasiswa Makassar, Muh Ikhsyan.

 

Mahasiswa juga menuntut pemerintah agar segera mengkaji kembali undang-undang ketenagakerjaan di masa pandemi Covid-19.

 

"Di masa pandemi saat ini tenaga kerja asing dari negara China masih dibiarkan masuk ke Sulsel, khususnya di Kabupaten Bantaeng, sehingga UU mengenai ketenagakerjaan harus direvisi kembali oleh pemerintah," jelasnya.

 

Aksi penolakan TKA asal China ini mendapatkan pengawalan ketat dari pihak kepolisian untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

 

Namun, setelah menyampaikan aspirasinya, para mahasiswa pun membubarkan diri dengan tertib dan akses jalan yang menghubungkan Kota Makassar dengan Kabupaten Gowa kembali normal.

 

Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menyatakan 20 tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia sebelum masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali 3-20 Juli 2021.

 

Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arya Pradhana Anggakara dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu menyebutkan, hasil pantauan di lapangan diketahui bahwa TKA tersebut mendarat di Bandara Internasional Makassar Kabupaten Maros dengan pesawat Citilink QG-426 pada Sabtu (3/7) pukul 20.25 WITA dari Jakarta

 

"Seluruh TKA masuk ke Indonesia dan telah melalui pemeriksaan keimigrasian di Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 25 Juni 2021 yaitu sebelum Masa PPKM Darurat di Jawa dan Bali 3 - 20 Juli 2021," ujarnya.

 

Ditjen Imigrasi memberikan klarifikasi terkait maraknya pemberitaan tentang masuknya 20 TKA ke wilayah Indonesia pada masa PPKM Darurat Jawa-Bali. (*)




SANCAnews – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memberikan arahan terkait pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat kepada seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri di Pulau Jawa dan Bali. Burhanuddin memastikan, pihaknya mendukung penuh kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan penanganan Covid-19 terkait kebijakan PPKM Darurat Jawa dan Bali.

 

“Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri memberikan dukungan penuh kepada para Kepala Daerah dalam mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan PPKM Darurat Covid-19,” kata Burhanuddin dalam keterangannya, dikutip jawapos.com, Senin (5/7).

 

Dia memastikan, pihaknya memberikan pendampingan hukum, pendapat hukum kepada kepala daerah yang mengalami hambatan regulasi berkaitan langsung dengan PPKM Darurat seperti penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan untuk pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu dan/atau perubahan alokasi anggaran serta memanfaatkan uang kas yang tersedia melalui perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD, Pelaksanaan Bantuan Sosial yang dibiayai oleh APBD.

 

Selain itu, pihak Kejagung juga akan membantu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan melalui media sosial yang dimiliki instansi Kejaksaan dan pribadi untuk terus berkampanye secara massif.

 

Burhanuddin juga menegaskan kembali perintah mengenai PPKM Darurat yang pada pokoknya untuk melaksanakanan Surat Jaksa Agung RI Nomor : B-132/A/SKJA/06/2021 tertanggal 30 Juni 2021 tersebut tanpa ragu-ragu, untuk dapat memberikan efek jera terhadap pelanggaran Kebijakan Pemerintah tentang PPKM Darurat Covid-19.

 

“Dalam rangka pengendalian penyebaran Covid-19 dengan memberikan dukungan dan perhatian khusus terhadap pelaksanaan kegiatan PPKM,” tegas Burhanuddin.

 

Dia juga mengimbau jajarannya untuk berkoordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Pimpinan Instansi Vertikal, stakeholder terkait dan Satgas Covid-19 agar secara rutin melaksanakan operasi yustisi penegakan hukum kedisplinan PPKM di daerah hukum masing-masing. Hal ini dilakukan dengan mengedepankan keadilan yang berhati nurani.

 

“Proses penegakan hukum terhadap hasil operasi yustisi agar dilaksanakan dengan menerapkan secara ketat protokol kesehatan sesuai Surat Jaksa Agung Nomor : B-049/A/SUJA/03/2020 tanggal 27 Maret 2020 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Ditengah Upaya Mencegah Penyebaran Covid-19,” papar Burhanuddin.

 

Terhadap para pelanggar Kebijakan PPKM Darurat Covid-19, selain dapat dikenakan Pasal tindak pidana ringan (Tipiring) pelanggar tertentu dapat juga diterapkan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, atau Pasal 212 dan 216 KUHP.

 

“Meminta agar para Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri melaporkan setiap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada masa PPKM Darurat secara berjenjang khususnya kepada Satgas PPKM Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta ke Kejaksaan Agung,” tegas Burhanuddin menandaskan. (*)




SANCAnews – Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan hingga saat ini klaim penanganan pasien Covid-19 senilai Rp 261 miliar belum dibayarkan Kementerian Kesehatan. Hal ini akhirnya mengganggu proses pemberian pelayanan kesehatan di daerah kepada masyarakat di daerah tersebut, dikutip dari Antara, dilansir jawapos.com, Senin (5/7)

 

“Saya sudah curhat dan minta percepatan pembayaran langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Pak Luhut Binsar Panjaitan. Kita banyak kebutuhan obat-obatan, oksigen dan lain-lain. Ini tidak bisa dipenuhi uangnya belum cair,” kata Ade Yasin, usai rapat koordinasi penanganan Covid-19 secara virtual di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (5/7).

 

Menurutnya, Rp 261 miliar tersebut merupakan piutang Kemenkes ke empat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kabupaten Bogor. Dari total tersebut, angka tagihan yang masih menjadi perselisihan atau dispute sekitar Rp 200 miliar, sedangkan Rp 61,9 miliar sudah lolos verifikasi tapi belum juga dibayarkan.

 

Rekap klaim senilai Rp 61,9 miliar yang sudah melewati verifikasi BPJS Kesehatan dan Kemenkes itu terbagi dari RSUD Cibinong Rp40,5 miliar, RSUD Ciawi Rp 7,5 miliar, RSUD Cileungsi Rp6,4 miliar, serta dari RSUD Leuwiliang Rp7,9 miliar.

 

“RSUD kan menerima pasien COVID-19. Diberi pelayanan semaksimal mungkin karena ditanggung Kemenkes. Tapi ternyata, klaim yang diajukan banyak yang ditolak, selisihnya lebih dari separuhnya,” kata Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Bogor itu.

 

 

Ade Yasin mengungkapkan, tidak semua klaim pembiayaan yang diajukan rumah sakit bisa cair 100 persen. Karena, hanya pasien COVID-19 dengan perawatan selama 14 hari yang pembiayaan penanganannya bisa diklaim.

 

“Rumah sakit terbatas fasilitasnya. Jadi setiap pasien COVID-19 bergejala sedang dan berat yang kemudian dirawat, saat sebelum 14 hari gejalanya mereda atau menjadi ringan, kami sarankan untuk pulang dan melakukan isoman, agar pasien lain yang bergejala sedang dan berat bisa mendapat perawatan. Ada skala prioritas yang dilayani,” ujarnya.

 

Kini, menurutnya dengan keuangan yang kian kembang kempis, rumah sakit harus berjibaku dengan ketersediaan alat pendukung medis yang ada. Ade Yasin pun berharap pemerintah pusat memberi perhatian kepada pemerintah daerah. []


Bupati Padangpariaman Suhatribur SE,MM, bersama pengusaha tambak udang Haji Adrijon (Foto; Zul Tjg)


SANCAnews
– 
Pengembangan budidaya udang merupakan salah satu prioritas di Indonesia. Selain potensinya yang sangat besar, pengembangan usaha tambak udang juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan devisa negara, serta menciptakan lapangan kerja yang luas, seperti pembenihan, pakan pabrik, peralatan tambak dan bisnis produk lainnya.

 

Budidaya udang di Indonesia khususnya Udang Vaname (Penaeus monodon) mulai berkembang pesat sejak tahun 1987. Pada awalnya budidaya udang hanya dilakukan dengan budidaya tambak skala kecil. Namun dengan semakin meningkatnya minat budidaya udang khususnya untuk kebutuhan ekspor, pihak swasta mulai menanamkan modal dalam usaha ini secara besar-besaran.

 

Hingga saat ini, usaha budidaya udang telah merambah ke wilayah pesisir Sumatera Barat. Hampir setiap kabupaten dan kota memiliki tambak udang dengan berbagai ukuran dan kepemilikan. Mulai dari bisnis tradisional hingga skala besar, dengan menerapkan berbagai teknologi yang ada. Seperti, teknologi sederhana (penyuluhan), teknologi menengah (semi intensif) dan teknologi maju (intensif).

 

Terkait hal itu, awak media sancanews.id melakukan tinjauan khusus dan wawancara dengan pengusaha Haji Ardijon Direktur PT. Dinafa Bunga Tanjung. Ia adalah pemilik tambak udang seluas 3,5 hektar yang terletak di Lohong Korong Padang Karambie Nagari Kuranji Hilir, Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman.

 

Haji Adrijon Tanjung pengusaha tambak Udang Vaname/Ist


Kepada media, H. Ardijon menceritakan hasil pertemuan saat bertemu dengan Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur SE. MM di kediamannya beberapa waktu lalu dan Bupati Padang Pariaman, Suhatri Bur berpesan agar lokasi pembangunan tambak udangnya harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Yakni, jarak kolam dari bibir pantai adalah 100 meter dan dilengkapi dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh instansi terkait. Seperti kesesuaian tata ruang dan titik koordinat, analisis dampak lingkungan dan memperhatikan kearifan lokal masyarakat setempat.

 

Saat dikonfirmasi media dengan Camat Sungai Limau Arlis, S.Sos. Ia mengatakan pembangunan tambak udang menjadi alternatif yang sangat baik dalam pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19. Manfaat Azaz dirasakan oleh masyarakat terutama dengan menciptakan lapangan pekerjaan bagi anak-anak desa dan membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Misalnya, orang mulai bekerja sebagai pedagang udang skala kecil dan usaha di sektor transportasi.

 

"Dengan banyaknya bermunculan usaha tambak udang di Kabupaten Padang Pariaman, khususnya di wilayah Kecamatan Sungai Limau. Tentunya akan memberikan dampak peningkatan ekonomi yang signifikan bagi Nagari setempat. Dengan syarat, kehadirannya juga tidak merusak lingkungan dan ekosistem serta tidak mengganggu situasi keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat,” terangnya

 

Secara terpisah, Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi meminta Bupati dan Walikota. Agar potensi tambak udang, diakomodasi dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan Kota. Agar perkembangannya bisa sesuai dengan aturan dan memberikan kenyamanan berusaha bagi investor.

 

Menurutnya, tambak udang punya potensi besar untuk menggerakkan perekonomian Daerah. Namun perkembangannya harus sesuai dengan aturan, yaitu pada kawasan yang diperuntukkan berdasarkan Perda RTRW.

 

“Bagi daerah yang usaha tambak udangnya telah berkembang namun belum terakomodasi dalam Perda RT RW harus dicarikan solusi untuk dibuatkan dasar hukum yang jelas, menjelang bisa diakomodasi dalam Perda,” katanya.

 

Merevisi Perda RTRW ungkap Buya Mahyeldi, perlu waktu yang relatif lama. Sementara, usaha tambak udang terus berjalan dan berkembang dengan pesat. Tidak boleh ada kekosongan aturan dalam hal itu, karenanya  bisa coba dicek apakah bisa dibuat Perbup atau Perwako menjelang Perda direvisi.

 

“Jenis tambak di Sumbar adalah tambak intensif. Beda tambak itu dengan tambak tradisional adalah jumlah benur per M2. Tambak tradisional jumlah benur di bawah 100 ekor per M2 sementara tambak insentif di atas 100 benur per M2,” katanya.

 

"Saat ini, potensi lahan yang bisa dimanfaatkan Sumatera Barat sekitar 7.700 hektare. Tetapi itu bisa bertambah, seiring ketertarikan investasi bidang tambak yang terus meningkat. Hal ini terlihat, dengan adanya upaya mengubah peruntukan lahan kebun sawit, dari kawasan perkebunan menjadi kawasan usaha perikanan atau lahan tambak". ujar Mahyeldi.

 

Mahyeldi menekankan, kita harus belajar dari tambak udang di Lampung. Ada potensi pendapatan bagi Pemerintah Daerah, dari restribusi tambak tersebut. Di provinsi Lampung restribusi yang ditetapkan dengan Perda berkisar antara Rp.3 juta per hektare per tahun.

 

Kepala Dinas Perikanan Provinsi Sumatera Barat Yosmeri menyebut, persoalan lain yang dihadapi pada tembak udang di Sumbar adalah lokasi yang berada di sempadan pantai. Namun ada pula persoalan, karena Perda tentang penetapan sempadan itu masih belum ada. Padahal berdasarkan Perpres 51 tahun 2016, sempadan pantai ditetapkan dengan Perda Provinsi dan Perda kabupaten kota.

 

Ia mengusulkan, untuk sementara Pemerintah Daerah mengambil sikap untuk melakukan moratorium tambak baru yang melanggar aturan. Kemudian, mendorong pengusaha tambak untuk mengurus izin dengan syarat harus ada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

 

“Ke depan pembuatan tambak harus sesuai dengan kajian daya dukung dan daya tampung di satu wilayah. Yang nantinya diakomodir melalui Perda RTRW Daerah setempat,” katanya.

 

Lokasi tambak Udang Vaname di Lohong Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten Padangpariaman/Ist


Diketahui, hingga tahun 2020, jumlah tambak di Sumbar terdata sebanyak 625 petak. Dengan luas total sekitar 135 hektare, dengan total produksi sebanyak 2000 ton per tahun. Tambak udang itu dikelola oleh 61 orang pengusaha dan bukan tambak tradisional.

 

Dari data yang diperoleh, sudah ada beberapa Kabupaten dan Kota yang telah merevisi Perda RTRW untuk mengakomodasi tambak. Daerah itu diantaranya Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman. Sementara Kota Pariaman, Kabupaten Agam, Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai masih belum melakukan revisi. Tetapi dalam Perda yang lama itu, sudah ada peruntukannya bagi usaha perikanan. (ZL Tjg)


 

SANCAnews – Ternyata Soekarno terlibat dalam pengerahan rakyat Indonesia untuk mengikuti kerja paksa alias romusha di masa penjajahan Jepang, yakni tahun 1942 hingga 1945.

 

Melansir Tirto, awal pendaratan Jepang pada 28 Februari 1942 di Banten, Rembang, dan Indramayu dengan mengalahkan militer Belanda.

 

Kedatangan Jepang awalnya dipersilakan dengan hangat oleh penduduk Indonesia, karena mereka dianggap berhasil mengusir Belanda, penjajah yang telah lama menjarah.

 

Belakangan, Jepang dengan embel-embel 'saudara tua Indonesia' meminta bantuan penduduk Indonesia agar menjadi tenaga sukarela.

 

Untuk bantu Jepang dalam memenangkan perang Asia Timur Raya. Antara Jepang melawan Amerika Serikat dan sekutu yang terjadi sejak tahun 1941 hingga 1945.

 

Menurut Suwano dalam buku Romusha Daerah Istimewa Yogyakarta (1999), karena perang itu, Jepang butuh banyak sumber daya alam dan manusia demi kepentingan ekonomi belaka.

 


Melansir tirto, tokoh nasionalis, termasuk Soekarno belum menyadari akan tujuan pendudukan Jepang saat itu.

 

Sehingga Soekarno terjebak dalam tugas yang diberikan oleh Jepang untuk merayu rakyat Indonesia agar mau ikut kerja paksa.

 

"Kita bangsa Indonesia dengan bangsa Nippon yang sama-sama bangsa Asia musti bekerja sama, marilah kita bekerja bersama-sama," ungkap Soekarno pada pidatonya, seperti dikutip Youtube 300 tahun pada Rabu, 16 Juni 2021.

 

Selain itu, Bung Karno, dalam kampanye untuk menarik rakyat menjadi romusha, sempat mengunjungi Bayah, Banten Selatan, awal tahun 1944.

 

Melansir republika, itulah wilayah tempat romusha dipekerjakan untuk membangun jaringan rel kereta api Saketi-Bayah, sepanjang 150-an KM.

 

Di Bayah, Bung Karno memberikan pidatonya untuk memompa semangat rakyat agar mau bekerja sukarela.

 

"Ini hari kita mulai bekerja. Saya tahu bahwa pekerjaan ini berat bagi saudara-saudara. Oleh karena, saudara-saudara tidak biasa bekerja tangan. Tetapi, jikalau saudara ingat akan hebatnya pengorbanan yang dikerjakan oleh prajurit-prajurit Dai Nippon dan Indonesia di medan peperangan," ujarnya.

 

"Dan ingat pengorbanan romusha biasa, maka saudara-saudara tidak akan memandang berat pekerjaan ini," tegas Bung Karno, seperti dilansir dari Youtube 300 tahun.

 

Soekarno, dalam buku yang ditulis Cindy Adams (Penyambung Lidah Rakyat Indonesia), mengaku bahwa dia yang mengirim rakyat Indonesia untuk kerja paksa.

 

"Sesungguhnya akulah Soekarno yang mengirim mereka kerja paksa. Ya, akulah orangnya. Aku menyuruh mereka berlayar menuju kematian," ungkap Bung Karno.

 

Tak hanya itu, Bung Karno juga mengakui bahwa dia yang mengampanyekan agar rakyat ikut romusha.

 

"Aku membuat pernyataan untuk menyokong pengerahan romusha. Aku bergambar dekat Bogor dengan topi di kepala dan cangkul di tangan untuk menunjukkan betapa mudah dan enaknya menjadi seorang romusha," ujarnya.

 

Namun, demikian, belakangan Bung Karno menyesali kejadian itu dengan mangatakan "Mengerikan. Ini membikin hati di dalam seperti diremuk-remuk."

 

Melansir IDNtimes, setiap hari pekerja paksa harus melakukan tugas yang berat tanpa istirahat dan makanan yang cukup. Tubuh mereka kurus dan lemah, tetapi tetap harus bekerja dengan berat.

 

Sebagai informasi, para tentara Jepang mengawasinya setiap waktu. Para romusha akan dicambuk, dipentung, dan ditembak, jika mereka melawan, berusaha melarikan diri, atau beristirahat.

 

Belum ada catatan yang pasti berapa jumlah orang yang mati akibat romusha. Namun, yang pasti terdapat 4 hingga 10 juta orang yang mengikuti kerja paksa romusha.

 

Source: terkini.id


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.