Latest Post




SANCAnews – Menhkopolhukam Mahfud MD melakukan kemusyrikan konstitusional dengan menyebut 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila. Hari Lahir Pancasila yang benar itu tanggal 18 Agustus 1945 yang dijiwai nilai Tauhid dengan menempatkan Ketuhanan yang Maha Esa pada urutan pertama.

 

Demikian dikatakan Ketua Umum Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Selasa (1/6/2021). “Tanggal 1 Juni 1945 itu kualitas sperma cikal bakal. Jadi pancasila tersebut ada “cacat bawaan” yaitu urutan Ketuhanan ditempatkan no 5 dan tambah yang berkebudayaan,” ungkapnya.

 

Eggi mengatakan, hari lahir Pancasila yang benar itu tanggal 18 Agustus 1945 karya Tauhid dari Ki Bagus Hadikusumo–saat itu menjadi Ketua Umum Muhammadiyah menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam urutan pertama. “Pancasila yang orisinil itu bukan lahir 1 Juni 1945 karya Soekarno,” paparnya.

 

Ia mempertanyakan cara berfikir Mahfud MD yang menyebut hari lahir Pancasila 1 Juni 1945.

 

“Bagaimana bisa Prof Mahfud MD menyimpulkan lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 45? Argumentasi intelektulnya apa dan bagaimana? Ingat jika salah ucapan saja itu biasa tapi bila salah konstruksi berfikir nya ini amat sangat berbahaya membuat bangsa indonesia sesat,” papar Eggi.

 

Sebelumnya, Mahfud menyebut tanggal 1 Juni 1945 lahirnya nama dan uraian substansi Pancasila. Tanggal 22 Juni 1945 lahirnya rumusan redaksi dan urutan Pancasila (dengan 7 kata pada sila I dalam Piagam Jakarta).

 

“Tanggal 18 Agustus 1945 lahirnya Pancasila secara resmi-konstitusional dengan mengganti 7 kata,” jelas Mahfud. (snc)



 

SANCAnews – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri angkat bicara soal tudingan penyingkiran 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK). Tudingan penyikiran pegawai KPK ini terkait polemik 75 pegawai KPK yang gagal TWK sehingga tidak dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

 

Pasalnya, 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK itu saat ini dibebastugaskan dari KPK. Terlebih usai pertemuan dengan BKN pada Selasa (25/5), 51 orang dari 75 pegawai KPK dinyatakan akan diberhentikan dan 24 pegawai KPK lainnya akan mengikuti tes ulang.

 

“Saya agak heran ada kalimat upaya menyingkirkan. Saya katakan enggak ada upaya menyingkirkan siapapun. Karena tes yang dilakukan, tes wawasan kebangsaan diikuti dengan instrumen yang sama, waktu pekerjaan sama, pertanyaan sama, modul sama,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (1/6).

 

Jenderal polisi bintang tiga ini pun menegaskan 1.271 pegawai KPK dinyatakan lulus dan telah resmi dilantik menjadi ASN. Karena itu, dia mengklaim tidak ada niat untuk menyingkirkan pegawai KPK.

 

Sejumlah pegawai KPK yang dinyatakan gagal TWK itu antara lain penyidik senior KPK Novel Baswedan, Ambarita Damanik, Ketua WP KPK Yudi Purnomo, hingga Direktur PJKAKI Sujanarko.

 

“Hasilnya memenuhi syarat 1.271 orang memenuhi syarat, yang nggak memenuhi 75. Semua dikatakan sesuai syarat dan mekansime dan prosedur. Hasil akhir ada yang TMS dan MS. Jadi nggak ada upaya menyingkirkan siapapun,” klaim Firli.

 

Sebelumnya, penyidik senior KPK Novel Baswedan menyatakan langkah pemberhentian 51 pegawai KPK merupakan bentuk pembangkangan atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

“Saya tidak tahu. Saya tidak tertarik untuk mencari tahu mengenai 51 atau 24, karena apapun itu adalah bentuk pembangkangan terhadap arahan Presiden,” kata Novel kepada JawaPos.com, Minggu (30/5).

 

Novel menegaskan, 75 pegawai KPK yang sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK) merupakan bentuk penghinaan. Terlebih kini, dalam rapat bersama antara Pimpinan KPK dengan BKN pada Selasa (25/5) lalu, akan ada 51 pegawai KPK yang akan diberhentikan dengan alasan tidak bisa lagi dibina.

 

“Sebagai upaya untuk menghina dan membuat stigma terhadap pegawai KPK yang telah bekerja dengan baik,” tegas Novel.

 

Novel juga merasa heran terkait nilai merah bagi 51 pegawai KPK tersebut. Dia meminta Pimpinan KPK hingga BKN untuk transparan bisa membuka hasil TWK dari para pegawai KPK. Meski demikian, dia mengaku mendapat bocoran terkait nilai merah itu.

 

“Saya dan kawan-kawan telah mendapat informasi mengenai summary (ringkasan) hasil yang dikatakan tidak memenuhi syarat bahwa dari 75 orang, sebenarnya yang diberi tanda merah ada 56 orang,” pungkas Novel. []



 

SANCAnews – Penyelidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Harun Al Rasyid mengaku dirinya beserta rekan-rekan telah mendeteksi keberadaan Harun Masiku, buronan dalam kasus suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024.

 

Namun, saat Harun dan tim pemburu koruptor KPK hendak menyusun siasat untuk menyeret Harun Masiku, dirinya malah dibebastugaskan melalui Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 yang ditandatangani Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri.

 

"Ini sebenarnya begini, itu terkait dengan teknis dan cara kerja kita, itu rahasia. Tapi saya bisa sampaikan saya memang sudah mendeteksi dia, tentu bukan saya sendirian, bersama kawan lain di tim pemburu koruptor itu, kita sedang merancang teknis yang paling baik untuk melakukan pembungkusan, nah di dalam proses kita sedang menyusun taktik dan strategi itu keluarlah SK itu," katanya kepada Liputan6.com, Senin 31 Mei 2021.

 

Lantaran SK pembebastugaskan diterima olehnya, maka kini Harun tidak bisa lagi intens bekerja bersama tim pemburu koruptor yang diinisiai oleh pimpinan KPK. Meski demikian, dia menyatakan masih terus memantau keberadaan Harun Masiku.

 

"Ya mau tidak mau kita sekarang tidak bisa intens kemudian melakukan tugas kita. Tapi pergerakan Masiku tetap kita pantau, tapi kan istilahnya kita sudah menyerahkan tanggungjawab," jelas dia.

 

Dalam SK memang disebutkan jika para pegawai yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) harus menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada para pimpinan masing-masing. Dalam hal ini, pimpinan Harun Al Rasyid di kedeputian penindakan adalah Deputi Penindakan Karyoto.

 

Harun mengaku, dirinya memang bukan penyelidik yang menangani kasus Harun Masiku. Namun lantaran Harun Masiku tak kunjung ditemukan, dirinya diminta pimpinan KPK untuk bergabung dalam tim pemburu koruptor dan menangkap Harun. Namun saat Harun hendak ditangkap, dirinya malah dibebastugaskan.

 

"Kalau yang Harun Masiku itu saya bukan tim penyelidiknya, dan saya bukan tim sidik (penyidik), pimpinan meminta saya untuk masuk di dalam tim pemburu koruptor, saya karena enggak mengikuti kasus itu, karena hanya penugasan khusus, saya harus mesti pelajari dari awal," tutupnya. []


 

SANCAnews – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut, pihaknya akan menggandeng Kementerian Pertahanan untuk memberikan program bela negara bagi 24 penyidik KPK. Sebanyak 24 orang itu adalah bagian dari total 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam alih status menjadi ASN.

 

Firli menjelaskan, program bela negara itu ialah upaya untuk memberikan kesempatan bagi 24 pegawai yang dianggap masih bisa dibina. Meski mereka tidak lolos TWK.

 

"24 (orang) bagaimana? Kami sudah bekerja, dan sesuai rapat 24 Mei 2021 di BKN (Badan Kepegawaian Negara) kita bahas, bagaimana solusi terbaik bagi mereka. Yang diberikan kesempatan akan ikuti bela negara," katanya saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, dilansir merdeka.com, Selasa (1/6).

 

Menurutnya, untuk menyelesaikan persoalan ini KPK harus menggandeng pihak lain. Pegawai yang tak lulus TWK itu akan diberi semacam pendidikan dan latihan.

 

"Itu harus bekerja sama dengan pihak lain. Tak ada kita bisa menyelesaikan persoalan sendiri. Diklat nanti kita bekerja sama," ucapnya.

 

Firli mengatakan, pihaknya sudah membahas hal ini dengan Kementerian Pertahanan. 24 orang yang tak lulus TWK itu akan ditanyakan kesediaan ikut bela negara atau tidak.

 

"Tetapi secara informal kita sudah bahas dengan Kemenhan. Nanti 24 (orang) kita ajak bicara. Bersedia ikuti atau tidak? Yang jelas kita disini satu kesatuan untuk cari solusi terbaik," pungkasnya. []

 



 

SANCAnews – Pengamat politik Rocky Gerung menilai seharusnya Habib Rizieq Shihab dibebaskan dari semua tuntutan. Jika tidak,  maka Presiden Joko Widodo hingga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa harus mendapat hukuman yang sama karena membuat kerumunan.

 

"Harusnya berlaku tuh Stare Decisis. Hukuman juga harus diterapkan kepada pejabat yang buat kerumunan," kata Rocky dalam diskusi Secangkir Opini yang ditayangkan chanel Youtube Refly Harun, Selasa malam (1/6).

 

Stare Decisis adalah preseden, prinsip atau aturan yang ditetapkan dalam kasus hukum sebelumnya yang mengikat atau persuasif tanpa harus pergi ke pengadilan untuk pengadilan.

 

Itu artinya, kata Rocky, jika Habib Rizieq telah divonis delapan bulan penjara, maka sesuai dengan Stare Decisis Presiden Joko Widodo dan Khofifah serta pejabat negara lain yang membuat kerumunan otomatis harus dihukum penjara. 

 

"Jika Habib Rizieq mendapat hukuman, ini jadi barometer (pijakan) jeratan hukuman ke pejabat yang lain melakukan hal yang sama dengan Habib Rizieq," tandas Rocky. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.