Latest Post


 

SANCAnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan segera menangkap tersangka kasus dugaan suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR yang menjerat eks Komisioner KPU Arief Setiawan, Harun Masiku yang kini disebutkan berada di Indonesia.

 

Pasalnya, politisi PDI Perjuangan yang menjadi buronan lembaga antirasuah itu disebutkan masih berada di salah satu wilayah di Indonesia.

 

Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Suparji Ahmad mengatakan, penangkapan terhadap buronan KPK Harun Masiku sangat penting, guna kepastian hukum dan mengungkap perkara agar menjadi terang benderang.

 

"Ya harus segera (ditangkap) dan secepatnya. Supaya segera ada kepastian hukum dan terang benderang perkaranya," tegas Prof. Suparji kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Senin (31/5).

 

Menurut Suparji, jika Harun Masiku tidak segera ditangkap, maka dia bisa melarikan diri lagi lantaran posisinya kini sudah terdeteksi berada di Indonesia. Selain itu, hal ini juga untuk membuktikan bahwa pengakuan penyidik KPK tidak hanya menjadi ilusi. 

 

"Untuk mencegah supaya TSK-nya (Harun Masiku) tidak pindah tempat. Selain itu, supaya peryataan tersebut tidak sekedar sensasi atau ilusi," pungkasnya. (*)




SANCAnews – Sejumlah pegawai perempuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kantor Komnas Perempuan pada Senin (31/5/2021). Tujuan kedatangan mereka adalah menanyakan aduan terkait dugaan pelecehan harkat dan martabat perempuan dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka peralihan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Bahkan ada pegawai perempuan yang masih trauma karena pelecehan dalam TWK.

 

Salah satu pegawai perempuan KPK, Tata Khoiriya mengatakan, kedatangan mereka telah diterima oleh beberapa komisioner Komnas Perempuan. Dalam konteks ini, para pegawai perempuan KPK hendak bertanya soal tindak lanjut aduan yang telah dibuat sebelumnya.

 

"Pertama kami mencoba untuk bertanya dari tindak lanjut, kemarin kan sudah ada beberapa pengaduan yang dilakukan dengan teman-teman. Nah kami ingin bertanya prosesnya sudah sejauh mana saat ini," kata Tata di lokasi.

 

Menurut Tata, isu mengenai dugaan pelecehan harkat dan perempuan dalam TWK sudah menjadi perhatian publik. Atas dasar itu, maka kedatangan para pegawai perempuan KPK adalah bertanya terkait perkembangan aduan tersebut.

 

"Karena ini sudah jadi perhatian publik, jadi isu yang cukup banyak dibincangkan. Akan sangat baik jika ini sudah ada proses dan perkembangan dari pengaduan kemarin," sambungnya.

 

Tata berpendapat, sejauh ini rekomendasi dari Komnas Perempuan sama sekali belum ditindaklanjuti oleh pimpinan KPK. Salah satunya adalah mengembangkan dan mengimplementasikan mekanisme pengaduan dan penanganan terhadap keluhan pegawai secara akuntabel.

 

"Sehingga pegawai yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan itu tahu ke mana dia bisa melaporkan ke mana. Dia bisa memperjuangkan hal-hal yang tidak sedemikian pantasnya, tapi sampai sekarang kan tidak ada," beber Tata.

 

Rekomendasi kedua adalah keterbukaan informasi soal hasil TWK. Selanjutnya, pada rekomendasi ketiga adalah upaya pemulihan terhadap para korban yang mendapat perlakuam yang tidak pantas dalam TWK tersebut.

 

"Sejauh ini belum ada yang diberikan informasi kecuali hanya informasi kemarin yang di-statment-kan oleh pimpinan 51 dan 24 dan hanya SK 652. Ketiga, upaya pemulihan terhadap korban-korban yang kemarin mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, adanya traumatik itu belum ditindaklanjuti satu pun, dari pihak KPK," papar Tata.

 

Pegawai KPK perempuan lainnya, Kristi menyebut, pihaknya juga ingin bertanya mengenai pertanyaan dalam TWK. Pasalnya, ada temuan-temuan terkait pertanyaan yang sangat mendiskriminasi dan melecehkan perempuan.

 

"Sebenarnya kami ingin menyampaikan bahwa pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang mendiskriminasi dan melecehkan perempuan itu tidak boleh dilakukan oleh lembaga negara apapun tidak hanya KPK," papar Kristi.

 

Ditanya Pacar hingga Disuruh Lepas Hijab

 

Pegawai Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tata Khoiriya membongkar pertanyaan TWK yang menurutnya janggal.

 

Secara blak-blakan, dia mengungkap hal itu saat hadir menjadi salah satu narasumber program Mata Najwa, Rabu (27/5/2021) malam.

 

Pegawai KPK tersebut mengatakan, dirinya mendapatkan pertanyaan-pertanyaan aneh seperti status pernikahan, gaya berpacaran sampai aliran agama.

 

"Saya mengalami pertanyaan yang cukup aneh saat itu, soal status pernikahan, apakah saya punya pacar saat itu, kemudian lebih dalam kalau pacaran ngapain saja, aliran agama," ungkapnya seperti dikutip Suara.com dari YouTube Najwa Shihab.

 

Ita Khoiriah lantas mengatakan bahwa dirinya menjawab aliran agama ikut Nahdlatul Ulama. Meski begitu, dia mengaku saat masuk KPK, identitas di organisasi lain harus dilepas.

 

"Saya (menjawab) NU. Sejak saya masuk KPK, saya harus melepas identitas saya di organisasi apapun," terangnya.

 

Najwa Shihab lantas bertanya apakah itu menjadi dasar Ita Khoriah melaporkan pertanyaan tes TWK kepada Komnas Perempuan.

 

Ita Khoriah menjawab bahwasannya tidak hanya itu, pelaporan juga dilakukan setelah mengetahui pertanyaan kepada pegawai KPK lain yang tak kalah janggal. Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut buruk untuk ditanyakan dalam proses rekrutmen abdi negara.

 

"Pertama itu berdasarkan pengalaman saya. Di satu sisi banyak rekan-rekan saya yang juga mendapat pertanyaan lebih parah. Dan saya pikir itu preseden buruk apabila instrumen rekrutmen untuk abdi negara tenryata ada preseden yang gak menyenangkan," tegasnya.

 

Humas KPK tersebut lalu mengungkap sejumlah pertanyaan janggal yang bahkan terkesan mencampuri urusan rumah tangga.

 

"Kamu lepas jilbab bagaimana, pilih mana Pancasila atau Alquran, kenapa belum menikah sementara adik sudah, kenapa alasan bercerai sedangkan peserta yang ditanya masih ada trauma sampai ketriger dan menangis," katanya menandasi. []



 

SANCAnews – Salah seorang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Faisal Djabbar mengaku ditanya soal eksistensi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan komunisme dalam tes wawasan kebangsaan (TWK).

 

Faisal mengaku sebagai salah satu pegawai yang dinyatakan tak lolos dalam TWK KPK. Kala tes, ia mengutarakan pendapatnya soal PKI secara gamblang ke asesor lantaran menganggap mereka sebagai rekan diskusi.

 

"Saya, misalnya, ditanyakan soal PKI dan Komunisme. Saya katakan sesuai apa yang saya pahami dan alami bahwa pendirian PKI sekarang ini tak perlu lagi ditakuti karena PKI sebagai sebuah entitas partai sudah mempunyai citra yang relatif buruk di mata masyarakat," kata Faisal lewat keterangan tertulis, Senin (31/5).

 

Ia menilai PKI akan sulit menarik simpati pemilih jika diberi kesempatan ikut pemilu saat ini. Dia menyebut citra buruk soal PKI di masyarakat akan membebani partai tersebut jika kembali diperbolehkan beroperasi.

 

Faisal juga menilai paham komunisme sudah usang dan tak lagi punya daya magis. Atas dasar itu, ia berpendapat paham itu tak seharusnya masih ditakuti.

 

"Yang sekarang harus dilakukan, bagi saya, adalah mengedepankan atau menampilkan paham-paham atau isme-isme alternatif untuk berkompetisi dengan komunisme," ujarnya.

 

Usai TWK, Faisal dinyatakan tidak memenuhi syarat. Ia juga dinonaktifkan dari statusnya sebagai pegawai KPK.

 

Faisal menyampaikan awalnya ia menyambut positif peralihan status menjadi ASN. Ia berharap momen itu bisa jadi titik mula penanaman nilai-nilai baik KPK ke instansi pemerintahan lain. Namun, harapanya sirna setelah TWK.

 

"Akhirnya, penyingkiran 75 pegawai KPK ini sudah terang benderang merupakan bagian dari upaya membentuk kebobrokan di KPK sebagai organisasi. Saya juga tak melihat keberpihakan Pimpinan KPK untuk membela pegawainya sebagai aset terbesar dan terpenting organisasi," ujarmya.

 

Sebelumnya, KPK menyatakan 75 orang pegawai tidak lulus KPK. KPK pun menonaktifkan 75 pegawai itu.

 

Setelah rapat dengan sejumlah instansi pemerintah, KPK menyatakan readyviewed 51 orang tak bisa melanjutkan pekerjaan di KPK. Adapun 24 orang lainnya diberi kesempatan untuk dibina dan mengikuti tes ulang.

 

Sementara itu, para pegawai yang lulus akan dilantik menjadi ASN. Pelantikan rencananya digelar 1 Juni 2021, bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila. (glc)



 

SANCAnews – Ketua KPK Filri Bahuri disebut sebagai sosok yang memerintahkan adanya tes wawasan kebangsaan sebagai syarat peralihan status pegawai lembaganya menjadi aparatur sipil negara.

 

Belakangan, tes tersebut dikecam banyak pihak karena materi-materi ujiannya tak memunyai korelasi terhadap upaya pemberantasan korupsi. Belum lagi adanya dugaan pelecehan dalam TWK.

 

Anggota Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Lakso Anindito mengungkapkan, Firli Bahuri adalah orang yang memerintahkan TWK masuk sebagai syarat peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

 

Lakso menjelaskan, Firli memerintahkan adanya TWK tersebut dalam sebuah rapat. Namun ia tak menjelaskan rincian rapat tersebut, baik perihal, waktu, maupun tempatnya.

 

Awalnya Lakso menjelaskan sejumlah hal yang membuat TWK dinyatakan telah melanggar hukum. Pertama, TWK melanggar aturan dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

 

"Dalam peraturan pemerintah turunan UU itu, tidak ada kewajiban menggunakan TWK sebagai dasar dari seseorang dapat dipecat," kata Lakso dalam sebuah diskusi 'Lemahkan Saja KPK Biar (Proyek) Ramai', Senin (31/5/2021).

 

Lakso mengungkapkan, Firli memasukkan TWK sebagai syarat peralihan status pegawai melalui peraturan komisi pemberantasan korupsi atau biasa disingkat perkom.

 

"Bicara perkom, di sinilah muncul adanya TWK dan itu atas perintah ketua, saudara Firli Bahuri. Dalam rapat dia mengatakan bahwa TWK ini harus masuk," tuturnya.

 

Perintah Filri untuk memasukkan TWK itu menjadi materi pelaporan WP KPK kepada Ombudsman RI dan Komnas HAM.

 

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengumumkan, 24 orang dari 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK tapi masih bisa mengikuti pembinaan untuk menjadi ASN.

 

Sementara 51 orang sisanya sudah tak lagi ada kesempatan untuk menjadi pegawai KPK, alias dipecat. (sc)



 

SANCAnews – Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengapresiasi ratusan pegawai KPK yang lulus tes wawasan kebangsaan, terkait permintaan penundaan pelantikan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebab 1.274 pegawai KPK yang lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) akan dilantik menjadi ASN pada Selasa (1/6) besok.

 

“Kita tengah menyaksikan solidaritas tanpa melampaui batas dari pegawai KPK yang lulus TWK terhadap para koleganya yang disingkirkan secara melawan hukum oleh Pimpinan KPK melalui instrumentasi TWK,” kata pria yang karib disapa BW dalam keterangannya, Senin (31/5).

 

BW menuturkan, aksi solidaritas ini tidak pernah terjadi sepanjang sejarah KPK berdiri. Berdasarkan informasi yang diperoleh, lanjut BW, ada sekitar 700 pegawai atau lebih dari 50 persen pegawai KPK yang meminta pimpinan KPK menunda pelantikan pegawai KPK menjadi ASN.

 

“Fakta ini sekaligus menegaskan spirit yang berkembang berupa solidaritas, yang berpucuk dari akal sehat dan berpijak dari nurani menjadi barang langka yang harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapapun,” papar BW.

 

Menurutnya, surat penundaan pelantikan itu bukan hanya ditujukan kepada Firli Bahuri Cs, tetapi juga kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat terbuka itu bukan sekedar penundaan pelantikan pegawai KPK yang memenuhi TWK menjadi ASN, tetapi juga permintaan untuk menyelesaikan pokok penyebab dan dampak dari polemik TWK.

 

“Pertama, meminta membatalkan hasil TWK yang menimbulkan polemik berkepanjangan. Kedua, memerintahkan seluruh pegawai KPK beralih status menjadi ASN sesuai mandat UU KPK dan PP Nomor 41 Tahun 2020 dan putusan MK. Ketiga, meminta penundaan pelantikan,” ujar BW.

 

BW menuturkan, aksi solidaritas yang berujung pada pembuatan surat terbuka kepada Pimpinan KPK dan Presiden Jokowi itu dapat ditafsirkan sebagai suatu signal yang sangat kuat bahwa tidak ada lagi kepercayaan pegawai KPK kepada Pimpinannya.

 

“Komisioner KPK bisa saja punya legalitas sebagai Pimpinan KPK, tapi mereka sudah tidak punya legitimasi. Siapapun pemimpin yang baik karena menjunjung tinggi kehormatannya, harusnya tahu diri dan ikhlas meletakan jabatan serta mengundurkan diri jika sudah kehilangan legitimasinya,” cetus BW.

 

“Ketua KPK telah gagal jadi konduktor yang mengorkestrasi pemberantasan korupsi serta diduga keras menjadi bagian dari masalah tipikor,” imbuhnya.

 

Oleh karena itu, BW meminta Presiden Jokowi segera melakukan tindakan tegas menolak hasil TWK. Serta mengalihkan pelantikan seluruh pegawai KPK sesuai mandat UU, Peraturan Pemerintah dan Putusan MK.

 

“Hal ini penting dilakukan agar terwujudnya keadilan. Karena delayed juctice injustice. Sekaligus, mempertimbangkan untuk meminta Ketua KPK Firli Bahuri mengundurkan diri,” pungkas BW. (jpc)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.