Latest Post



SANCAnews – Pengamat politik Rocky Gerung mengomentari keluhan Presiden Jokowi yang kesal karena menemukan banyak proyek yang tak jelas dan kurang perencanaan.

 

"Pak Jokowi heran ada waduk gak ada irigasi, ada pelabuhan gak ada jalan, ya masuk akal. Tapi rakyat juga heran, ada negara gak ada kepalanya, ada kepala gak ada isinya. Kita bisa bermain-main dengan judul itu," kata Rocky Gerung, dikutip dari tayangan channel YouTube Rocky Gerung Official, Jumat, 28 Mei 2021.

 

Rocky Gerung lantas mempertanyakan kepada siapa Jokowi mengeluh, karena proyek pembangunan pemerintah itu dibuat atas perintah presiden.

 

"Tapi masalahnya Pak Jokowi mengeluh ke siapa? Waduk kan dia yang suruh bikin, kenapa gak dia sekalian yang suruh bikin irigasi. Jadi orang berkata, kita cuma disuruh bikin waduk dan gak disuruh bikin irigasi," ujar Rocky Gerung.

 

Rocky Gerung menyebut rakyat juga bingung mendengar keluhan Jokowi tersebut, "Karena itu saya membayangkan, jangankan kepala negara, kami rakyat juga bingung, ada negara gak ada kepalanya, ada kepala gak ada isinya, kan nanti jadi mainan begitu. Ini kita membayangkan cara orang berpikir," kata Rocky Gerung.

 

Sebelumnya, Jokowi memaparkan temuan kesenjangan arah pembangunan pusat dan daerah yang ditemukannya di lapangan, seperti waduk tanpa saluran irigrasi, hingga pelabuhan tanpa akses jalan.

 

"Saya melihat, saya ini di lapangan terus. Ada waduk nggak ada irigasinya, irigasi primer, sekunder, tersier, gak ada. Ada membangun pelabuhan baru, gak ada akses jalan ke situ, apa-apaan. Bagaimana pelabuhan bisa digunakan?," ujar Jokowi. []



 

SANCAnews – Habib Rizieq Shihab (HRS) harusnya divonis bebas dalam kasus pelanggaran prokol kesehatan (prokes) di Petamburan karena sudah membayar denda Rp50 juta.

 

“HRS harusnya di Vonis Bebas kasus Kerumunan Petamburan krn sdh bayar denda Rp 50juta,” kata politikus PKS Refrizal di akun Twitter @refrizalskb.

 

Refrizal menyayangkan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur memberikan vonis 8 bulan penjara untuk HRS. “Tapi tetap divonis 8 bulan,” ungkapnya.

 

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis terdakwa HRS dengan hukuman selama 8 bulan penjara dalam kasus kerumunan abai protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di Petamburan, Jakarta Pusat.

 

Vonis serupa juga berlaku bagi 5 orang terdakwa lainnya dalam kasus serupa yakni Haris Ubaidillah, Shabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus alias Idrus Alhabsyi, dan Maman Suryadi.

 

“Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa Rizieq Shihab, Haris Ubaidillah, Shabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus alias Idrus Alhabsyi, dan Maman Suryadi dengan pidana penjara masing-masing selama delapan bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa di PN Jaktim. []

 



 

SANCAnews – Keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) China berpotensial merugikan negara Rp5,6 triliun per tahun. Negara kehilangan penerimaan pajak dan Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKPTKA).

 

“Potensi kerugian negara akibat tidak dibayarnya pajak dan DKPTKA adalah sekitar Rp 37,92 juta per TKA per tahun. Jika jumlah TKA China yang bekerja adalah 5000 orang per smelter, maka potensi kerugian negara adalah Rp 189 miliar per tahun. Jika diasumsikan ada 30 smelter yang beroperasi, masing-masing mempekerjakan 5000 orang TKA, maka total potensi kerugian negara adalah Rp 5,68 triliun per tahun,” kata Komite SDA dan LH KAMI Marwan Batubara kepada www.suaranasional.com, Kamis (28/5/2021).

 

Menurut Marwan, pemerintah belum pernah melakukan audit terhadap puluhan smelter yang beroperasi di Indonesia. Dengan demikian praktik curang dan manipulatif investor China dan konglomerat yang merugikan ekonomi dan keuangan negara triliunan Rp tersebut dapat leluasa berlangsung bertahun-tahun tanpa sanksi hukum.

 

Marwan mengatakan, masalah TKA China terkait visa, pajak, DKPTKA dan tidak jelasnya kontribusi bagi daerah penghasil SDA ini terus berlangsung dan mendapat perlindungan pemerintah atas nama investasi (FDI), pertumbuhan ekonomi dan proyek strategis nasional.

 

“Rakyat sendiri dipajaki, sementara sebagian perusahaan China dan konglomerat oligarkis bebas bayar pajak dan mendapat pula berbagai fasilitas yang melanggar aturan. Hal ini jelas merupakan bentuk penjajahan yang nyata di NKRI,” ungkapnya.

 

Keberadaan TKA China merupakan perampokan hak pribumi untuk bekerja dan kerugian keuangan negara triliunan Rp dari manipulasi pajak dan DKPTKA.

 

“Pelanggaran tersebut bukan saja direkayasa dan disengaja, tetapi juga berjalan aman, terkesan mendapat dukungan atau minimal perlindungan dari oligarki penguasa-pengusaha dan pemerintah,” jelas Marwan.

 

KAMI, kata Marwan, menuntut pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk memproses pelanggaran hukum para TKA China dan seluruh perusaahaan yang mempekerjakan mereka karena melanggar Pasal 63 ayat 2 dan 3, serta Pasal 122 huruf a dan b UU No.6/2011 tentang Keimigrasian;

 

“Dalam konteks pertahanan dan ketahanan nasional, menuntut pemerintah dan DPR untuk mengawasi dan menjamin terhindarnya negara dari ancaman rekayasa sistemik militer dan geopolitik China,” pungkasnya. []




SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyoroti kualitas perencanaan program pemerintah yang buruk. Hal itu tercermin dalam beberapa proyek yang tak karuan.

 

Perencanaan program yang buruk ini menurutnya sering terjadi juga di proyek infrastruktur. Dia mengaku sejauh ini dia sering melakukan peninjauan di beberapa proyek, di sana lah Jokowi melihat ada yang tidak beres.

 

Pernyataan Presdien Jokowi itu pun ramai diperbincangkan masyarakat. Terutama netizen di media sosial, Pak Jokowi dinilai sedang mengkritik dirinya sendiri.

 

Salah satu yang memberikan sindiran adalah tokoh Nahdatul Ulama (NU) Umar Hasibuan atau Gus Umar.

 

“Pak Jokowi sedang mengkritik presiden Indonesia,” tulis Gus Umar di akun Twitternya, Jumat (28/5/2021).

 

Hal senada diungkapkan oleh Politikus Demokrat, Yan Harahap. Menurutnya, Jokowi hanya memperlihatkan kinerja pemerintah yang tak beres.

 

“Kembali terjadi, Pak Jokowi mengkritik kinerja PEMERINTAH yang tak ‘becus’, karena kualitas perencanaan program pemerintah yang sangat buruk. Menurutnya paling sering terjadi di proyek infrastruktur, ya INFRASTRUKTUR!,” ungkapnya.

 

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan, kesenjangan antara pembangunan di tingkat pusat dan daerah saat ini masih terjadi.

 

Dia menilai, hal ini terjadi lantaran kualitas perencanaan yang perlu ditingkatkan dan juga tolak ukur keberhasilan program yang belum jelas.

 

“Saya melihat masih ada program yang tidak jelas ukuran keberhasilannya. Tidak jelas sasarannya, anggarannya yang mau disasar apa. Sehingga ini tidak mendukung pencapaian dari tujuan, dan tidak sinkron dengan program atau kegiatan lainnya,” ungkapnya, Kamis (27/5/2021).

 

Sebagai contoh, Jokowi lantas menggambarkan potret kesenjangan pembangunan di pusat dan daerah dalam pelaksanaan proyek bendungan dan pelabuhan.

 

“Saya melihat, saya ini di lapangan terus, ada waduk enggak ada irigasinya. Irigasi primer, sekunder, tersier enggak ada. Saya temukan di lapangan,” kata Jokowi.

 

“Ada bangun pelabuhan baru enggak ada akses jalan ke situ. Apa-apaan, gimana pelabuhan itu bisa digunakan. Ini yang terus harus dikawal,” seru dia. []


 



SANCAnews – Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menggugat berbagai bentuk penjajahan TKA China pada industri mineral nasional. Diketahui bahwa Indonesia memiliki cadangan mineral cukup besar di dunia yang diharapkan dapat memberi manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Ternyata pada industri nikel, terjadi banyak masalah, sehingga manfaat ekonomi dan keuangan yang diharapkan tak kunjung dapat diraih. Bahkan tenaga kerja lokal dan pribumi pun terpinggirkan, terutama akibat kebijakan dan penyelewengan seputar TKA China.

 

KAMI menemukan sangat banyak masalah yang melanggar hukum, merugikan negara dan merampas hak rakyat untuk bekerja. Meski sudah digugat berbagai kalangan, termasuk Ombudsman, Anggota DPR, serikat pekerja, pakar-pakar, pengurus partai dan ormas, namun masalah TKA China tetap berjalan lancar tanpa perbaikan, sanksi atau tersentuh hukum.

 

Para TKA China seolah mendapat perlindungan dan jaminan dari oknum-oknum tertentu, termasuk oligarki penguasa-pengusaha. Mereka mendapat berbagai pengecualian, fasilitas dan kemudahan antara lain dengan dalih sebagai penarik investasi/FDI, penggerak ekonomi nasional dan daerah, serta status sebagai proyek strategis nasional (PSN).

 

Jumlah TKA China yang masuk Indonesia, terutama pada industri nikel dan bauksit diindikasikan mencapai puluhan ribu orang dengan wilayah tujuan terutama Sulawesi, Halmahera dan Kepulauan Riau. Cukup banyak pelanggaran TKA China yang terjadi, namun langkah korektif dan sanksi hukum tidak jelas dan berujung.

 

Kedatangan TKA China pun tidak berjalan paralel dengan penyerapan tenaga kerja lokal secara seimbang. Selain itu, TKA China bekerja dengan melanggar berbagai peraturan yang berlaku, seperti UU No.13/2013 tentang Ketenagakerjaan, Permen Ketenagakerjaan No.10/2018 tentang Tata Cara Penggunaan TKA, Kepmen Tenaga Kerja No.228/2019 tentang Jabatan Tertentu oleh TKA, dan UU No.6/2011 tentang Keimigrasian.

 

Berikut ini diuraikan beberapa masalah, ironi dan pelanggaran yang terjadi terkait penggunaan dan penjajahan TKA China di industri smelter nasional:

 

Pertama, TKA China bebas masuk saat larangan kedatangan orang asing berlaku selama pandemi Covid-19. Terdapat sekitar 10.482 TKA yang masuk selama pandemi. Padahal Menaker telah mengeluarkan Surat Edaran M.1.HK.04/II/2020 tentang Pelarangan sementara penggunaan TKA asal China akibat wabah sejak Februari 2020. Antara Januari-Februari 2021, ada 1.460 TKA China yang masuk. Hal ini jelas bertentangan dengan kebijakan Presiden Jokowi sendiri yang melarang masuknya warga asing mulai Januari 2021.

 

Kedua, sebagian besar TKA China masuk menggunakan visa 212, yaitu visa kunjungan yang tidak bersifat komersial, bukan visa untuk bekerja. Masa berlaku Visa 212 maksimum 60 hari. Visa kunjungan telah disalahgunakan untuk berkeja berbulan-bulan atau tahunan! Dengan puluhan smelter China, maka ada puluhan atau ratusan ribu TKA China ilegal di Indonesia.

 

Ketiga, TKA yang akan bekerja di Indonesia perlu mendapat visa 312. Namun hal ini sengaja dihindari karena harus memenuhi syarat seperti skill, waktu dan biaya pengurusan, serta pengenaan pajak. Para pemberi kerja, pemerintah dan para TKA sengaja menghindari penggunaan visa 312. Rekayasa dan konspirasi ini jelas pelanggaran hukum yang serius, sudah seharusnya Penjamin TKA ini mendapatkan sangsi Pidana.

 

Keempat, mayoritas TKA China yang dipekerjakan hanyalah lulusan SD, SMP dan SMA, serta bukan tenaga terampil sesuai aturan pemerintah, tetapi pekerja kasar. Sesuai Permenaker No.10/2018 hal ini jelas melanggar aturan dan merampok hak tenaga kerja pribumi.

 

Pada kasus smelter Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), mengacu kepada recruitment karyawan September 2020 dipekerjakan sekitar 2000 TKA lulusan SD 8%, SMP 39% dan SMA 44%. Lulusan D3/S1 hanya 2% dan berlisensi khusus 7%. Kondisi lebih parah terjadi pada perusahaan smelter Obsidian Stainless Steel (OSS) yang mempekerjakan TKA lulusan SD 23%, SMP 31% dan SMA 25%. Lulusan D3/S1 17% dan TKA berlisensi khusus 4%. Jika disortir berdasarkan pengalaman kerjanya, hanya 1 dari 608 orang (0,1%) TKA PT. VDNI dan 23 dari 1167 orang PT. OSS yang memiliki pengalaman diatas 5 tahun sesuai persyaratan.

 

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) pernah berdalih TKA China perlu didatangkan karena tenaga kerja lokal tidak memenuhi syarat. Kata LBP: "Kita lihat banyak daerah-daerah (penghasil) mineral kita pendidikannya tidak ada yang bagus. Jadi kalau ada banyak yang berteriak tidak pakai (tenaga kerja) kita, lah penduduk lokalnya saja pendidikannya enggak ada yang bagus. Misalnya saja matematika rendah" (15/9/2020).

 

Dalih LBP yang membela perusahaan China yang didukung oligarki di atas sangat sumir, manipulatif sekaligus menyakitkan. Tenaga lokal lulusan SMA, D3 dan S1 tersedia melimpah di Sulawesi dan Jawa. Apalagi sekedar lulusan SD, SMP dan SMA! Padahal faktanya VDNI mempekerjakan TKA lulusan SD 8%, SMP 39% dan SMA 44%. Sedang di OSS, TKA lulusan SD mencapai 23% dan SMP 31%! Inilah salah satu bentuk perlindungan pejabat negara kepada perusahaan asing China, sekaligus fakta perendahan martabat dan kemampuan bangsa sendiri.

 

Kelima, meskipun bekerja di Indonesia, gaji TKA China lebih besar signifikan dibanding gaji pekerja pribumi. Hal ini mengusik rasa keadilan, sekaligus menghina rakyat Indonesia. Pada smelter VDNI, persebaran gaji bulanan sekitar 27% TKA menerima Rp 15 juta - Rp 20 juta; 47% menerima Rp 21 juta - Rp 25 juta; 16% menerima Rp 26 juta - Rp 30 juta; 5% menerima Rp 31 juta - Rp 35 juta, dan 4% menerima 36 juta - Rp 40 juta. Hal hampir sama terjadi pada smelter OSS. Mayoritas TKA lulusan SD, SMP dan SMA. Namun memperoleh gaji BESAR dengan sebaran antara Rp 15 juta hingga Rp 35 juta.

 

Untuk jenis pekerjaan yang sama, gaji TKA China ini jauh di atas gaji pekerja pribumi lulusan SD-SMA yang hanya berkisar antara Rp 4 juta hingga Rp 5 juta, sudah termasuk lembur. Nasib pekerja lokal dan nasional di smelter-smelter milik China dan konglomerat oligarkis memang tragis. Sudahlah kesempatan kerjanya dibatasi atau dirampok TKA China, gajinya pun umumnya super rendah dibanding gaji TKA China! Kita terjajah di negeri sendiri.

 

Keenam, sistem pembayaran gaji para TKA China dilakukan oleh sebagian investor di China daratan. Uang dari gaji tersebut tidak beredar di Indonesia, tidak ada uang masuk ke Indonesia. Hal ini jelas merugikan ekonomi nasional dan daerah yang berharap perputaran ekonomi, peningkatan PDRB dan nilai tambah. Berhentilah mengharap nilai tambah. Sebab, kesempatan kerja kasar bagi lulusan SD-SMA pribumi saja sudah dirampok TKA China!

 

Ketujuh, dengan pembayaran sebagian gaji TKA di China, maka negara kehilangan penerimaan pajak dan Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKPTKA). Tidak ada jaminan VDNI, OSS dan sejumlah perusahaan smelter China lain, khususnya pada industri nikel dan bauksit membayar pajak dan DKPTKA. Rekayasa dan manipulasi sistemik ini, termasuk penggunaan visa kunjungan membuat negara berpotensi kehilangan PNBP sangat besar.

 

Kedelapan, pemerintah belum pernah melakukan audit terhadap puluhan smelter yang beroperasi di Indonesia. Dengan demikian praktik curang dan manipulatif investor China dan konglomerat yang merugikan ekonomi dan keuangan negara tirliunan Rp tersebut dapat leluasa berlangsung bertahun-tahun tanpa sanksi hukum.

 

KAMI menemukan bahwa potensi kerugian negara akibat tidak dibayarnya pajak dan DKPTKA adalah sekitar Rp 37,92 juta per TKA per tahun. Jika jumlah TKA China yang bekerja adalah 5000 orang per smelter, maka potensi kerugian negara adalah Rp 189 miliar per tahun. Jika diasumsikan ada 30 smelter yang beroperasi, masing-masing mempekerjakan 5000 orang TKA, maka total potensi kerugian negara adalah Rp 5,68 triliun per tahun!

 

Jika masalah visa, pajak, DKPTKA dan tidak jelasnya kontribusi bagi daerah penghasil SDA ini terus berlangsung dan mendapat perlindungan pemerintah atas nama investasi (FDI), pertumbuhan ekonomi dan proyek strategis nasional, lalu negara mendapat apa? Rakyat sendiri dipajaki, sementara sebagian perusahaan China dan konglomerat oligarkis bebas bayar pajak dan mendapat pula berbagai fasilitas yang melanggar aturan. Hal ini jelas merupakan bentuk penjajahan yang nyata di NKRI!

 

Khusus masalah TKA China, seperti diuraikan di atas minimal KAMI menemukan 8 (delapan) masalah, termasuk perampokan hak pribumi untuk bekerja dan kerugian keuangan negara triliunan Rp dari manipulasi pajak dan DKPTKA. Pelanggaran tersebut bukan saja direkayasa dan disengaja, tetapi juga berjalan aman, terkesan mendapat dukungan atau minimal perlindungan dari oligarki penguasa-pengusaha dan pemerintah.

 

Apa yang terjadi pada VDNI dan OSS ini patut diduga menjadi modus operandi ratusan investasi China yang dilakukan di Indonesia. Patut pula diduga keberadaan ratusan ribu TKA China yang berada di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, akan menjadi ancaman terhadap ketahanan territorial Indonesia. Hal ini harus dibuka terang-benderang dan diselesaikan sesuai hukum secara transparan, bermartabat dan berdaulat!

 

Sehubungan dengan hal-hal yang diuraikan di atas, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) merekomendasikan langkah-langkah cepat dan tanggap yang sudah harus dilakukan, sebagai berikut:

 

1. Menuntut pemerintah dan lembaga negara terkait untuk melakukan audit terhadap VDNI, OSS dan seluruh perusahaan China yang mempekerjakan TKA China di Indonesia;

 

2. Menuntut pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk memproses pelanggaran hukum para TKA China dan seluruh perusaahaan yang mempekerjakan mereka karena melanggar Pasal 63 ayat 2 dan 3, serta Pasal 122 huruf a dan b UU No.6/2011 tentang Keimigrasian;

 

3. Dalam konteks pertahanan dan ketahanan nasional, menuntut pemerintah dan DPR untuk mengawasi dan menjamin terhindarnya negara dari ancaman rekayasa sistemik militer dan geopolitik China.

 

Akhirnya dibutuhkan segenap kesungguhan hati, keseriusan, perhatian dan dukungan seluruh komponen bangsa, khususnya kepada Komisi IX DPR RI demi keselamatan dan tetap tegaknya nusa, bangsa, negara Indonesia tercinta. ***

 

Marwan Batubara

Komite SDA & LH KAMI

 

Adhie M. Massardi, Gde Siriana Yusuf, Radhar Tribaskoro

Komite Eksekutif KAMI


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.