Latest Post


 

SANCAnews – Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menjawab perihal KPK dinilai mengabaikan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa TWK tak serta-merta memberhentikan pegawai yang tak lolos.

 

Ghufron mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk membahas nasib 75 pegawai KPK yang tak lolos itu.

 

"Kami memahami uji materiil terhadap UU No 19 Tahun 2019 khususnya pada perkara nomor 70 PUU 2019 di halaman 240 memang sudah ditegaskan bahwa pendapat kami, katanya Pak Presiden, pendapat kami bahwa tidak serta-merta hasil TWK menjadi dasar untuk kemudian pengangkatan atau peralihan pegawai KPK ke ASN, tidak serta merta. Jadi kami tidak serta-merta TWK itu hasilnya kemudian dijadikan dasar satu-satunya," kata Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (27/5/2021).

 

Merespons arahan Jokowi itu, Ghufron mengatakan KPK bersama Kemenkumham hingga BKN menggelar pertemuan. Pada pertemuan itu dibahas mengenai indikator yang menyebabkan 75 pegawai KPK tidak lolos TWK.

 

"Maka kemudian kami pada tanggal 25 Mei kemarin bersama Kumham, Kemenpan-RB, bersama BKN, bersama KASN, bersama LAN kami kemudian me-review ulang apa sih sebenarnya indikator-indikator sebenarnya yang menjadi dasar pegawai KPK menjadi PNS, dari indikator-indikator tersebut, kami tidak pernah melihat nama, tapi indikatornya yang kami review bersama supaya bisa kemudian setidaknya-tidaknya supaya tidak menjadi 75, harapannya sebenarnya 75 bisa kembali menjadi ASN semuanya, itu yang kami perjuangkan," jelasnya.

 

Dari hasil pertemuan itu, didapatkan hasil pada nama-nama yang mengikuti tes. Mereka ada yang memiliki skala merah, kuning dan hijau.

 

"Tetapi setelah dibuka, ada beberapa item yang anda mungkin sudah dengan Konpersnya Pak AM (Alexander Marwata, red) dan Pak Bima di BKN, ada skala yang merah, kuning, hijau. Yang kuning hijau kami angkat, yang merah kami angkat satu, artinya ada sekitar 7 item untuk yang merah, 1 kami cut, kemudian mampu menambah menjadi 24 bisa dibina, jadi ada proses pembinaan dan kami rencananya akan bekerja sama dengan Kemenhan untuk melakukan pembinaan bela negara dan wawasan kebangsaan," katanya.

 

Sebelumnya, penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang termasuk dari 75 pegawai tak lolos TWK, menilai ada agenda dari oknum pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai. Dia mengatakan hal itu juga mengabaikan arahan Jokowi.

 

"Terkait pengumuman pimpinan KPK yang disampaikan oleh AM, menggambarkan sikap oknum pimpinan KPK yang akan memaksakan agar terjadi pemecatan terhadap 75 pegawai KPK, baik langsung maupun tidak langsung," ujar Novel dalam keterangannya, Rabu (26/5/2021).

 

"Dengan adanya perubahan dari 75 menjadi 51, jelas menggambarkan bahwa TWK benar hanya sebagai alat untuk penyingkiran pegawai KPK tertentu yang telah ditarget sebelumnya. Hal ini mengonfirmasi dan semakin jelas terlihat bahwa ada agenda dari oknum pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai KPK yang bekerja baik," katanya.

 

Novel mengatakan, oknum pimpinan KPK tetap melakukan upaya menyingkirkan pegawai dengan alat TWK. Novel mengatakan oknum pimpinan KPK itu abai dengan norma hukum dan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

"Oknum pimpinan KPK tetap melakukan rencana awal untuk menyingkirkan pegawai KPK menggunakan alat TWK, sekalipun bertentangan dengan norma hukum dan arahan Bapak Presiden," katanya. (dtk)




SANCAnews – Sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang dinonaktifkan dari jabatan karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status ke aparatur sipil negara, memutuskan tidak akan bungkam.

 

Mereka akhirnya buka-bukaan membongkar kebusukan TWK sampai kasus besar dugaan korupsi yang mereka selidiki.

 

Hal itu terungkap dalam trailer The Endgame yang dirilis Watchdoc Documentary di kanal YouTube pada Rabu (26/5/2021).

 

Trailer atau cuplikan itu juga dibagikan oleh penyidik senior Novel Baswedan melalui akun Instagram resminya.

 

"Benarkah ada Taliban di KPK? Saksikan penjelasan teman-teman yang beragama Kristen, Katolik dan Budha di KPK pada video ini," tulis Novel sebagai keterangan unggahannya seperti dikutip oleh Suara.com, Kamis (27/5/2021).

 

Cuplikan itu menunjukkan hasil wawancara Watchdog Documentary terhadap 15 pegawai KPK yang tak lolos TWK.

 

Mereka yang memiliki latar belakang agama berbeda-beda membantah tegas isu pegawai KPK yang tak lolos TWK merupakan pendukung Taliban.

 

Riswin, pegawai KPK berdarah Tiongkok yang dinonaktifkan KPK ini, menyebut dirinya tidak akan bisa bekerja di lembaga antirasuah jika ada Taliban.

 

Karena itu, pria beragama Buddha ini membantah jika ia dan pegawai yang dinonaktifkan lainnya adalah pendukung paham radikal Taliban.

 

"Saya China, kelihatanlah dari muka saya, agama keluarga saya Buddhis, ya seminoritas itulah saya," ungkap Riswin seperti dikutip dari kanal YouTube Watchdoc Documentary.

 

Pernyataan serupa juga diungkap pegawai KPK lainnya yang bernama Herbert Nababab. Ia mempertanyakan tuduhan tak berdasar itu, "Saya Kristen, apa dasarnya dibilang Taliban," tanyanya.

 

Sementara pegawai KPK lainnya membongkar pertanyaan yang tertulis di TWK. Di antaranya tentang HTI dan LGBT yang dinilai tidak nyambung dengan pemberantasan korupsi.

 

"Apa pendapat Anda tentang OPM? DI/TII? Tentang HTI? Tentang FPI? Lalu apa pendapat Anda tentang LGBT? Tidak ada korelasinya sama sekali dengan pemberantasan korupsi," beber pegawai itu.

 

Tak hanya sampai di situ, pegawai KPK lainnya yang dinonaktifkan karena tidak lolos TWK membeberkan kasus besar yang ditanganinya. Kasus ini adalah korupsi dana bantuan sosial (bansos) yang menjadi perhatian publik.

 

"Saya menangani salah satu kasus yang mungkin menjadi atensi nasional yaitu Bansos," kata pegawai itu.

 

Pegawai-pegawai KPK tersebut juga membeberkan kasus apa saja yang pernah ditangani selama bekerja memberantas korupsi. Seorang pegawai mengaku pernah tergabung di penanganan perkara Simulator (SIM).

 

Lalu ada yang pernah menyelidiki kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag). Bahkan, ada yang memperkarakan kasus Ketua KPK Firli Bahuri naik helikopter yang diduga melanggar kode etik.

 

Mereka menilai kasus-kasus ini menjadi alasan nama-nama mereka dicoret dan dinyatakan tidak lolos TWK. Hal ini menyebabkan mereka tidak bisa diangkat menjadi ASN sesuai aturan baru dari hasil revisi UU KPK. []


Video:




SANCAnews – Habib Rizieq Shihab (HRS) dkk divonis 8 bulan penjara dalam kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. Pengacara Habib Rizieq, Aziz Yanuar, bersyukur meski tetap menilai Rizieq dkk tidak layak dibui.

 

"Ya secara tim pengacara dan Habib Rizieq kita masih pikir-pikir (banding) karena kita masih menganggap bahwa yang dilakukan Habib Rizieq dkk adalah bukan suatu kejahatan sehingga tidak patut untuk dikenakan hukuman kurungan badan tetapi secara pribadi saya bersyukur, alhamdulillah," ujar Aziz kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Cakung, Kamis (27/5/2021).

 

Aziz menyoroti dua hal dalam putusan majelis hakim dalam kasus Petamburan. Salah satunya, dia mengapresiasi soal dakwaan penghasutan yang tidak terbukti.

 

"Dua yang jadi catatan adalah, majelis hakim menjelaskan Maulid ini bukan kejahatan sehingga hal-hal tidak patut untuk dijadikan objek suatu tindak pidana. Kedua adalah (pasal) 160 (KUHP) yang dituduhkan kepada habib Rizieq dan kawan-kawan tidak terbukti," ungkapnya.

 

Menurut hitung-hitungan berdasarkan vonis hakim di kasus Petamburan, Aziz memperkirakan Habib Rizieq bisa bebas pada bulan Juli 2021. Untuk eks Ketua Umum FPI Ahmad Shabri Lubis dkk, Aziz memperkirakan mereka bisa keluar lebih lama 2-3 bulan.

 

"Insyaallah Juli ya (Habib Rizieq bebas). Tapi yang lainnya lebih maju 2 atau 3 bulan kalau saya nggak salah," ungkap Aziz.

 

Sebelumnya, Habib Rizieq Shihab divonis denda Rp 20 juta subsider 5 bulan kurungan dalam kasus kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor. Untuk di Petamburan, Rizieq bersama Ahmad Shabri Lubis, Haris Ubaidillah, Ali Alwi Alatas bin Alwi Alatas, Idrus alias Idrus Al-Habsyi, dan Maman Suryadi divonis 8 bulan bui.

 

Mereka dinyatakan bersalah melanggar Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. []

 


 

SANCAnews – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Rizieq Shihab, Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Alhabsy, dan Maman Suryadi dengan pidana penjara selama delapan bulan dalam kasus pelanggaran kekarantinaan kesehatan di Petamburan, Jakarta Pusat.

 

Ketua Majelis Hakim Suparman Nyoma menyatakan, hukuman kurangan itu dikurangi dengan masa penahanan yang sudah dilalui Rizieq dkk.

 

"Dijatuhi pidana penjara selama delapan bulan, dikurangi selama ditahan," kata Suparman dalam persidangan di PN Jakarta Timur yang disiarkan secara daring, Kamis (27/5/2021).

 

Rizieq diketahui mulai ditahan pada 12 Desember 2020. Mulanya, ia ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya. Namun, kemudian dipindahkan ke Rutan Bareskrim Polri.

 

Sementara itu, Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Alhabsy, dan Maman Suryadi, menjalankan penahanan di Rutan Bareskrim Polri sejak 8 Februari 2021.

 

Artinya, Rizieq sudah menjalani masa penahanan selama lebih dari lima bulan. Kemudian, Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Alhabsy, dan Maman Suryadi, telah ditahan selama lebih dari tiga bulan.

 

Selanjutnya, majelis hakim menetapkan para terdakwa untuk tetap berada dalam tahanan.

 

Dalam perkara ini, majelis hakim menyatakan para terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 93 UU 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yaitu pidana penjara dua tahun untuk Rizieq Shihab dan 1,5 tahun untuk Haris Ubaidillah dkk.

 

JPU juga menuntut pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagai anggota dan/atau pengurus organisasi masyarakat selama tiga tahun untuk Rizieq Shihab dan dua tahun untuk Haris Ubaidillah dkk. []



 

SANCAnews – Habib Rizieq Shihab (HRS) dkk divonis 8 bulan penjara. Habib Rizieq dkk dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran terkait kerumunan di Petamburan yang dianggap melanggar aturan mengenai pandemi COVID-19 terkait acara Maulid Nabi Muhammad SAW-pernikahan putrinya.

 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Muhammad Rizieq Shihab terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana," ujar hakim ketua Suparman Nyompa, saat membacakan surat putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5/2021).

 

Habib Rizieq dkk dinyatakan bersalah melanggar Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut merupakan dakwaan alternatif ketiga.

 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 8 bulan," kata hakim.

 

Hakim menyatakan Habib Rizieq bersalah terkait kerumunan massa melebihi batas maksimum saat acara pernikahan putrinya dan peringatan Maulid Nabi Muhammad di Petamburan. Hal itu dinilai memenuhi unsur tidak mematuhi kekarantinaan kesehatan yang sedang berlaku untuk mencegah penyebaran virus Corona.

 

Hakim kemudian membacakan pertimbangan yang berisi keterangan soal peningkatan kasus positif di Jakarta meningkat setelah acara pada 14 November 2020 tersebut. Hakim menilai peningkatan itu tak bisa dilepaskan dari kerumunan di Petamburan karena warga yang hadir tidak mematuhi prokes.

 

Atas dasar itu, hakim menilai unsur menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat telah terpenuhi. Hakim juga menyatakan perbuatan secara bersama-sama telah terbukti.

 

Hakim menegaskan acara pernikahan dan peringatan Maulid Nabi Muhammad yang digelar di Petamburan bukanlah kejahatan. Meski demikian, acara tersebut menimbulkan kerumunan yang melanggar protokol kesehatan di tengah upaya pencegahan virus Corona.

 

Adapun hal yang memberatkan Habib Rizieq adalah terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam percepatan pencegahan COVID-19. Sedangkan hal meringankan adalah terdakwa memberi keterangan secara jujur, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga dan terdakwa-terdakwa adalah guru agama Islam.

 

Berikut vonis terhadap masing-masing terdakwa:

 

Habib Rizieq: 8 bulan

 

Haris Ubaidillah: 8 bulan

 

Ahmad Shabri Lubis: 8 bulan

 

Ali Alwi Alatas bin Alwi Alatas: 8 bulan

 

Idrus alias Idrus Al-Habsyi: 8 bulan

 

Maman Suryadi: 8 bulan

 

Vonis majelis hakim dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya jaksa menuntut Habib Rizieq penjara selama 2 tahun.

 

Sebagai informasi, Habib Rizieq, Shabri dkk didakwa melanggar pasal berlapis, namun hanya dakwaan alternatif nomor 3 yang dinilai terbukti. Berikut daftar pasal yang didakwakan terhadap Habib Rizieq dkk:

 

1. Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;

2. Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;

3. Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;

4. Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan

5. Pasal 82A ayat (1) juncto 59 ayat (3) huruf c dan d UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat (1) KUHP. (dtk)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.