Latest Post


 

SANCAnews – 51 dari 75 orang pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dinyatakan tidak bisa lagi bergabung dengan KPK.

 

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Taufik Basari, mengatakan alih status bukan untuk menyingkirkan orang.

 

Taufik Basari awalnya menjelaskan soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materiil UU 19/2019 tentang KPK yang menjadi landasan alih status pegawai KPK. Dia meminta semua pihak mematuhi keputusan MK tersebut.

 

"Pertama menurut saya semua pihak baik itu Presiden, Kemenpan-RB, BKN, KPK, termasuk DPR RI dan publik harus merujuk dan berpedoman pada putusan MK terkait uji materil UU KPK.

 

Nah dengan demikian jika ada perbedaan di antara kita terkait bagaimana melaksanakan alih status ini maka kita punya suatu pedoman, yaitu dokumen legal berupa putusan MK," kata Taufik di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Kamis (27/5/2021).

 

Ketua DPP NasDem ini menyebut berdasarkan putusan MK tersebut, seharusnya para pegawai KPK tetap mendapatkan kesempatan alih status sebagai ASN. Dia mengatakan prinsip alih status adalah tidak boleh membuat seseorang berada pada posisi lebih rendah dibanding posisi saat ini.

 

"Prinsip dari putusan MK adalah ketika ada satu perubahan status, ini prinsip yang universal ya, ketika seseorang beralih statusnya maka dia tidak boleh lebih rendah atau lebih buruk dari status yang saat ini dialami ini prinsip yang universal.

 

Oleh karena itu ketika suatu pegawai, dalam hal ini pegawai KPK, dia beralih status menjadi ASN maka sepanjang tidak ada kesalahan yang kemudian dibuktikan dalam suatu proses pembuktian maka orang tersebut minimal sama kondisi statusnya atau bahkan lebih baik," ucap Taufik.

 

Taufik menegaskan ke-51 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan ini seharusnya tetap berstatus sebagai pegawai KPK. Jika nantinya mengalami perubahan status, maka hal itu harus didasarkan pada surat keputusan (SK) yang resmi sehingga bisa dilakukan gugatan jika dirasa tidak sesuai aturan.

 

"Anggaplah 51 yang dinyatakan tidak bisa melanjutkan proses ini maka satu per satu harus diberitahukan, apa yang menyebabkan mereka tidak bisa berlanjut, harus kasuistik, harus jelas satu per satu, dan kepada masing-masing yang tidak bisa lanjut ini memiliki hak untuk menggugat setelah nanti sudah ada SK. Itu yang penting dan itu yang tersirat yang menjadi landasan dari semangat pertimbangan hukum dari putusan MK," ujarnya.

 

Taufik meminta harus ada penjelasan dari BKN dan KPK terkait alasan tidak mengapa ke-51 orang itu tak lagi bisa bekerja di KPK. Dia menyebut selama ini hanya ada penjelasan secara lisan, bukan penjelasan lewat dokumen resmi.

 

"Jika pun ternyata BKN tetap dengan posisi yang seperti ini maka ada kewajiban yang dimiliki baik itu yang dimiliki BKN maupun KPK untuk memberitahukan kepada orang per orang dari yang dinyatakan tidak dapat melanjutkan proses ini karena anggaplah 51 jika benar itu kan baru lisan kita belum lihat ada SK-nya," sebutnya.

 

Sebelumnya, 75 orang pegawai KPK dinyatakan tidak lolos TWK untuk alih status sebagai ASN, di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, dan sejumlah pejabat struktural seperti Sujanarko dan Giri Suprapdiono. Para pegawai yang tak lolos itu kemudian diminta menyerahkan tugas kepada atasan masing-masing.

 

Presiden Jokowi kemudian memberi arahan agar hasil TWK tidak serta merta dijadikan dasar pemberhentian para pegawai. Dia juga meminta tak ada pegawai yang dirugikan dalam alih status menjadi ASN.

 

Terbaru, para pimpinan KPK telah menggelar pertemuan dengan pihak BKN, KemenPAN-RB, hingga Kemenkumham. Hasilnya, 51 pegawai KPK dinyatakan 'merah' dan tak bisa lagi bergabung dengan KPK. Sementara itu, 24 orang lainnya bakal mengikuti pendidikan lanjutan. (dtk)



 

SANCAnews – Suara percakapan telepon yang disebut-sebut sebagai Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka memarahi seorang pria viral di media sosial.

 

Dalam rekaman suara itu Gibran marah karena disebut tak beragama. Gibran sendiri telah membantah rekaman tersebut.

 

"Bukan suara saya itu. Suaranya beda, logatnya beda," kata Gibran saat ditemui di Mal Pelayanan Publik Jenderal Sudirman, Solo, Kamis (27/5/2021).

 

Untuk diketahui, rekaman suara yang viral itu berdurasi 2 menit 17 detik. Rekaman suara itu ditampilkan dengan video berisi tangkapan layar komentar netizen yang dilingkari tanda merah soal, "Walikota nya aja gak jelas agamanya,".

 

Kemudian setelah tangkapan layar itu muncul foto seorang pria dengan tampilan panggilan WhatsApp Call. Rekaman suara ini salah satunya diunggah akun Twitter @alextham***.

 

"Infonya ini adalah suara Gibran WaLkot Solo Ketika menelpon Rahman yg telah menghinanya," tulis keterangan dalam video tersebut seperti dikutip detikcom, siang ini.

 

Dalam rekaman itu, sosok pria yang disebut Gibran terdengar memarahi pria yang disebut sebagai Rahman soal tudingan tidak beragama.

 

Sosok pria yang disebut sebagai Gibran bahkan menyebut akan memperkarakan sosok Rahman tersebut ke polisi. A suara yang disebut-sebut sebagai Gibran, dan B suara pria yang disebut Rahman.

 

Begini percakapan keduanya:

 

A: Anda ngapain Wali Kota Solo nggak punya agama, maksudnya apa ya?

 

B: Saya itu kan gini pak

 

A: Terserah anda, anda saya kasuskan. alamat sudah ada pegang, saya cari anda. anda tahu berbicara dengan siapa.

 

B: Gimana?

 

A: Anda mau cari masalah? Ranah hukum, hati-hati. Anda mau klarifikasi minta maaf atau saya teruskan?

 

B: Oh boleh, boleh, klarifikasi minta maaf. Gini saya rekomendasikan karena kelakuan-kelakuan diskriminasi pak.

 

A: Iya bener.

 

B: Masak kami ini istilahnya kerumunan ini di (tidak terdengar jelas), yang lainnya nggak. Kita kan belum ini pak (tidak terdengar jelas).

 

A: Masalah kerumunan silakan konfirmasi ke Polresta Surakarta, tapi anda mengatakan wali kota di Solo tidak punya agama, hati-hati, saya angkat ini. Saya kerja sama ini dengan kota njenengan. Hati-hati, sekarang maunya gimana anda, mau klarifikasi minta maaf atau saya ajukan? Jadi anda jangan sok. ini sama saja penghinaan lho.

 

B: Ya tolong pak, kalau misalnya bapak pejabat di sana tolong perhatikan pak.

 

A: Soal perhatikan saya perhatikan. Nggak papa anda mengkritik nggak papa, tapi dengan mengatakan tidak punya agama anda sama saja menghina. Ada pasalnya itu. Anda mengatakan Wali Kota Solo nggak punya agama masalahnya apa? Anda mau klarifikasi di kantor polisi atau hanya di saya?

 

B: Oh gitu, boleh pak. Monggo mawon.

 

A: Oke siap, berarti anda menantang seperti itu ya. Siap. (dtk)



 

SANCAnews – Majelis hakim kasus kerumunan Megamendung dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab (HRS) menyatakan ada diskriminasi dalam penerapan hukum pada pelanggar protokol kesehatan. Hal itu disampaikan hakim saat membacakan pertimbangan di sidang Habib Rizieq.

 

"Dalam upaya penjeraan itu dan ketika orde atau ketertiban telah kembali terjaga, maka penjatuhan sanksi pidana badan sebagai ultimum remedium tidaklah diperlukan lagi. Hal ini mendelik pada pelanggaran prokes yang telah terjadi di mana-mana dan Satgas COVID-19 dengan kewenangannya telah banyak menjatuhkan sanksi administratif dan sanksi sosial yang bersifat humanis oleh karena tiada seorang pun berniat untuk tidak mematuhi aturan pemerintah berkenaan dengan kesehatan masyarakat," ucap hakim saat membacakan pertimbangan di PN Jaktim, Kamis (27/5/2021).

 

Hakim menyebut pertimbangan soal diskriminasi itu didasarkan pada pernyataan saksi di sidang yang menyatakan banyak pelanggaran prokes namun tidak ditindak. Menurut hakim, hal itu harusnya tidak terjadi di negara hukum.

 

"Menimbang, dalam perkara a quo dari pertanyaan terdakwa maupun penasihat hukumnya ada keterangan saksi yang menyatakan banyak terjadi kerumunan massa yang mengabaikan protokol kesehatan namun tidak memiliki implikasi hukum. Menimbang bahwa mencermati fenomena tersebut majelis berpendapat sebagai berikut, telah terjadi ketimpangan perlakuan atau diskriminasi yang harusnya tidak terjadi di dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang mengagungkan dirinya sebagai negara hukum bukan negara kekuasaan," ujar hakim.

 

Hakim menilai pelanggaran itu juga terjadi karena masyarakat sudah jenuh terhadap kondisi pandemi COVID-19. Atas dasar itu, hakim menyatakan Habib Rizieq hanya dipidana denda dengan subsider kurungan dengan dasar pertimbangan perbuatan Habib Rizieq adalah kesalahan tidak disengaja.

 

"Kesalahan yang tidak disengaja," ujar hakim saat membacakan penilaian atas perbuatan Habib Rizieq.

 

Selain itu, Habib Rizieq juga dinilai menepati janji tidak ada massa yang datang ke sidang pemeriksaan perkara sehingga membuat petugas lebih mudah menjaga keamananan dan prokes.

 

Habib Rizieq juga dinilai sebagai tokoh agama yang dikagumi dan diharapkan bisa memberi edukasi agar patuh terhadap aturan di kemudian hari. Keduanya termasuk dalam hal yang meringankan.

 

Sebelumnya, Habib Rizieq Shihab (HRS) divonis denda Rp 20 juta subsider 5 bulan kurungan. Habib Rizieq dinyatakan terbukti melakukan tindakan tidak patuh protokol kesehatan dan menghalang-halangi petugas COVID-19 saat mendatangi pondok pesantren miliknya di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor.

 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Muhammad Rizieq Shihab terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah," ujar hakim ketua Suparman Nyompa, saat membacakan surat putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5). []



 

SANCAnews – Habib Rizieq Shihab (HRS) divonis bersalah dalam kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

 

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur yang mengadili perkara ini menilai bahwa HRS terbukti bersalah melanggar Pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

 

"Mengadili menyatakan terdakwa Muhammad Rizieq Bin Sayyid Husein Shihab alias Habib Muhammad Rizieq Shihab telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan," ujar Hakim Ketua Suparman Nyompa, Kamis sore (27/5).

 

Atas kesalahan itu, Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada HRS dengan pidana denda sejumlah Rp 20 juta.

 

"Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 5 bulan," kata Hakim Ketua.

 

Dalam putusan ini, Hakim membeberkan alasan yang memberatkan dan meringankan terhadap HRS.

 

Keadaan yang memberatkan adalah HRS disebut tidak sama sekali mendukung program pemerintah dalam upaya mencegah penularan Covid-19.

 

Sedangkan keadaan yang meringankan adalah, HRS menepati janji untuk mencegah massa simpatisan untuk tidak datang pada saat pemeriksaan sehingga memudahkan tugas aparat keamanan dalam menjaga ketertiban dan lancarnya jalannya persidangan.

 

"Terdakwa adalah tokoh agama yang yang memiliki jutaan umat sehingga diharapkan dapat memberikan edukasi bagi umat di kemudian hari untuk patuh pada aturan pemerintah demi kemaslahatan masyarakat," kata Hakim. []



 

SANCAnews – Habib Rizieq Shihab mendapat serangan informasi bohong alias hoax secara membabi buta baik sebelum, sesaat, hingga setelah dirawat di Rumah Sakit (RS) Ummi, Bogor, Jawa Barat.

 

Hal itu disampaikan oleh menantu HRS, Habib Hanif Al-Atas saat di sidang mendengarkan keterangan terdakwa perkara tes swab RS Ummi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (27/5).

 

Menurut Habib Hanif, sebelum, sesaat, dan setelah HRS dirawat di RS Ummi, banyak informasi bohong alias hoax di media sosial yang disebarkan secara massif oleh para buzzer.

 

"Itu dari tanggal 23 (November 2020) saya lihat beliau (HRS) nggak berhenti-henti diserang hoax," ujar Habib Hanif.

 

Padahal, Habib Hanif maupun Direktur Utama (Dirut) RS Ummi, Andi Tatat juga sudah memberikan kabar keadaan HRS yang dalam kondisi baik.

 

"Tapi karena lihat masih terlalu liar keadaannya, informasinya banyak sekali yang menanyakan kepada saya, khawatir resah dengan hoax-hoax tersebut, karena hoaxnya nggak main-main. Hoaxnya bukan sekadar, kalau orang kena covid yang di musim pandemi biasa, ini hoaxnya kritis,” tegasnya.

 

“Jadi kritis, tumbang, kena azab, parah dan lain sebagainya. Akhirnya saya izin ke beliau untuk bikin video. Untuk mengatakan bahwasanya Habib Rizieq baik-baik saja," jelas Hanif.

 

Akan tetapi kata, Habib Hanif, video yang dibuat untuk mengklarifikasi keadaan itu ternyata tidak berpengaruh. Serangan buzzer bahkan lebih parah. Bahkan  ada yang mengatakan Habib Rizieq sudah sekarat atau sudah tak tertolong.

 

“Bahkan setelah itu ada yang bikin, 'ratusan ummat menggendong keranda Habib rizieq'. Buzzer ini sistematis sekali menyerang seperti itu. Kayanya spesialis itu untuk nyerang,” terang Hanif.

 

Habib Hanif lantas membeberkan beberapa informasi hoax yang beredar di media sosial tersebut di hadapan persidangan.

 

"Ini majelis hakim saya ingin menyampaikan beberapa contoh hoax. Ada banyak setelah kemudian hari kami cek sudah dihapus, tapi ini yang masih bisa kami temukan yang kami ingat pada waktu itu," katanya.

 

Pada 23 November 2020, channel YouTube dengan akun Poin yang memiliki lebih dari 1,3 juta subscriber mengunggah video dengan gambar-gambar dengan judul "Anies FPI Berulah, Habib Rizieq Makin Parah".

 

“Ini gambarnya seolah-olah Habib Rizieq sedang dirawat di ruang, ada Anies Baswedan datang, terus Slamet Maarif. Poin nama akunnya," ungkap Hanif.

 

Selanjutnya pada 24 November, akun YouTube bernama Nafas Pembaharuan yang memiliki lebih dari 500 ribu subscriber. Akun ini mengunggah video berjudul 'politik terkini merinding, karma terus-menerus Rizieq dan pentolan FPI bertumbangan, azab terbayar kontan, Rizieq dan para pentolan FPI bertumbangan tak tersisa’ pada 24 November.

 

“Ini kalau di-upload siang berarti sebelum kami berangkat ke RS ini sudah ada. Karena kami berangkat ke RS 24 malam jam 11 jadi masuk ke kamar RS tanggal 25 dinihari," terang Hanif.

 

"Kemudian hari Selasa 24 November juga, ada berita. Ini link beritanya judulnya ‘Beredar Foto Habib Rizieq Shihab Terbaring Sakit Dijenguk Anies Baswedan, Ini Faktanya'. Jadi sampai mengklarifikasi saking viralnya ini foto Habib lagi tepar di RS ada Anies. Klarifikasi ternyata itu hoax," sambung Hanif.

 

Selanjutnya pada 26 November 2020, sebelum adanya pernyataan Hanif dan Andi, juga adanya informasi berjudul "Akhir Cerita Habib Rizieq" yang memperlihatkan foto HRS sedang terbaring di RS.

 

"Nah berita-berita hoax ini yang akhirnya beredar luas di masyarakat, para habaib mempertanyakan, ini Habib Rizieq kritis? Apalagi sebelumnya kan nggak ada kabar habib dirawat. Setelah saya klarifikasi, dokter Andi klarifikasi itu tetap ada. Memang saya lihat ini liar sekali buzzer-buzzer ini," tutur Hanif.

 

Kemudian pada 27 November, akun YouTube Zona Politik dengan subscriber lebih dari 240 ribu juga mengunggah video dengan cover atau gambar yang diedit.

 

Pada 29 November juga ada berita yang berjudul "Terbongkar, Innalillahi Hasil Tes Habib Rizieq Mengejutkan. Tak Tertolong, Kondisi Makin Sekarat, Azab Tuhan Tidak Pernah Salah Orang".

 

“Terakhir ini puncaknya, tanggal 29 juga, Zona Politik dengan 200 ribu subscribe lebih, mengupload 'kabar terkini, ratusan orang bawa keranda Rizieq Shihab, duka FPI dan simpatisan’. Ini sudah puncaknya, bukan sekarat lagi, udah innalillahi ini. Ini mereka massif sekali. Masih ada lagi, sebagian sudah dihapus setelah saya cari," pungkas Hanif. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.