Latest Post



SANCAnews – Eks pentolan FPI Habib Rizieq Shihab menyatakan dalam nota pembelaannya atau pledoi bahwa kasus yang menjeratnya saat ini merupakan kasus politik bukan kasus hukum. Rizieq menyinggung juga dendam para oligarki penguasa.

 

Hal itu disampaikan Habib Rizieq saat membacakan pledoi atas tuntutan jaksa di kasus kerumunan Petamburan dan Megamendung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (20/5/2021).

 

"Bab 1 pendahuluan, setelah saya mengikuti proses hukum yang melelahkan ini mulai dari panggilan polisi dan penangkapan serta penahanan hingga digelarnya sidang pembacaan pledoi saya semakin percaya dan yakin bahwa ini adalah kasus politik," ujar Rizieq membacakan pledoi.

 

Menurutnya, hal itu justru membuat hukum menjadi alat legalisasi dan justifikasi untuk memenuhi dendam politik oligarki. Rizieq kemudian mengaku akan memaparkan indikasi-indikasi bahwa apa yang dialaminya merupakan dendam politik.

 

"Sebelum saya buktikan dengan memaparkan berbagai indikasi yang menjadi petunjuk kasus yang saya hadapi lebih tepat disebut sebagai kasus politik ketimbang kasus hukum maka saya perlu menceritakan kembali menceritakan latar belakang semua yang saya hadapi sebelum dan saat setelah saya kembali dari ke kota suci Mekah," tuturnya.

 

Rizieq menegaskan, semua indikasi tersebut akan dipaparkan secara rinci oleh dirinya agar benang merah dalam kasus ini jelas.

 

"Agar semua jelas benang merah semua benang merah yang menghubungkan semua rangkaian kejadian dengan kasus yang saya hadapi dalam pengadilan ini penting bagi mereka yang punya hati jernih seta akal sehat untuk mengambil keputusan," ujarnya lagi.

 

Untuk diketahui, dalam kasus kerumunan Megamendung dan Petamburan Rizieq telah dituntut masing-masing 10 bulan dan 2 tahun penjara. Serta tambahan pidana dilarang berkecimpung dalam keormasan selama 3 tahun. (sc)




SANCAnews – Acara yang dihadiri anak dan menantu Presiden Joko Widodo hingga kunjungan Kepala Negara ke Kalimantan Selatan disinggung dalam pledoi atau nota pembelaan Habib Rizieq Shihab (HRS) dalam perkara kerumunan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

 

Dalam pledoi yang dibacakan langsung oleh HRS di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, ia merasa aneh dengan pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan bahwa pelanggaran protokol kesehatan (Prokes) Covid-19 sebagai kejahatan prokes.

 

"Andai kata benar pendapat Jaksa Penuntut Umum bahwa pelanggaran prokes adalah kejahatan prokes, maka berarti para pelanggar prokes di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali, semuanya adalah penjahat," ujar HRS, Kamis siang (20/5).

 

"Termasuk semua tokoh nasional, mulai dari artis hingga pejabat, termasuk menteri dan Presiden. Mereka semua adalah penjahat dalam istilah JPU, karena mereka semua telah melakukan kejahatan prokes," sambungnya.

 

HRS pun membeberkan satu persatu pelanggaran prokes yang dilakukan oleh beberapa pihak. Mulai dari anak dan menantu Jokowi saat Pilkada 2020 di Solo dan Medan dianggap melakukan belasan kali pelanggaran prokes.

 

Kemudian anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Habib Luthfi Yahya di Pekalongan, kata HRS, sejak awal pandemi selama berbulan-bulan di setiap malam Jumat kliwon, menggelar pengajian rutin yang dihadiri ribuan massa tanpa jaga jarak dan tanpa masker.

 

"Bahkan sempat membuat pernyataan kontroversial di hadapan ribuan massa untuk mengabaikan dan tidak peduli wabah corona. Ini merupakan pelanggaran prokes yang dalam istilah JPU disebut kejahatan prokes," jelas HRS.

 

Ketiga, terkait acara pesta ulang tahun pengusaha, Ricardo Gelael, pada 13 Januari 2021 yang dihadiri mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan artis Raffi Ahmad, yang dianggap HRS terjadi kerumunan yang melanggar prokes.

 

Keempat, acara Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang digelar secara ilegal oleh Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko juga disebut HRS terjadi kerumunan dan melanggar prokes.

 

Kelima, pada 18 Januari 2021, Presiden Jokowi dianggap melanggar prokes karena memicu kerumunan ribuan orang tanpa prokes di Kalimantan Selatan. Hal itu, kembali diulangi Jokowi pada 23 Februari 2021 di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

Yang keenam, lanuut HRS, terjadinya kerumunan di Ancol, Jakarta Utara yang dihadiri 39 ribu orang tanpa prokes di hari lebaran pada 14 Mei 2021 yang diakibatkan putusan pemerintah tentang larangan mudik tapi wisata dibuka.

 

"Jika benar pelanggaran prokes adalah merupakan kejahatan prokes sebagaimana pendapat JPU, maka berarti menurut istilah JPU tersebut bahwa para tokoh nasional tersebut di atas, termasuk Presiden Jokowi, adalah penjahat prokes," tegas HRS.

 

"Lalu kenapa para penjahat prokes tersebut di atas tidak diproses hukum dan tidak dipidanakan hingga pengadilan oleh JPU? Apa JPU sebagai penegak hukum boleh membiarkan penjahat tanpa proses hukum pidana? Bukankah membiarkan kejahatan tanpa diproses hukum pidana juga merupakan kejahatan? Apakah JPU juga mengkategorikan diri mereka sendiri sebagai penjahat yang membiarkan kejahatan?" bebernya.

 

HRS pun berpendapat, hal-hal yang disebutkannya di atas, termasuk Presiden Jokowi, bukanlah penjahat prokes. Tapi hanya pelanggar prokes.

 

"Begitu juga saya yang saat ini menjadi terdakwa pelanggaran prokes dalam sidang ini, bahwa saya diadili bukan sebagai terdakwa penjahat prokes, tapi saya diadili sebagai terdakwa pelanggar prokes," pungkas HRS. (rmol)




SANCAnews – Habib Rizieq Shihab (HRS), terdakwa kerumunan Megamendung Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memohon agar Majelis Hakim memutuskan bebas murni dari segala tuntutan.

 

Demikian bunyi penutup pledoi atau nota pembelaan yang disampaikan langsung oleh HRS di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim), Kamis siang (20/5).

 

Di bagian penutup pledoi ini, HRS mendoakan agar Majelis Hakim diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk menegakkan keadilan dan melenyapkan kezaliman. Serta menjadi garda terdepan dalam menjaga tatanan hukum di Indonesia agar tidak dirusak oleh mafia hukum mana pun.

 

"Semoga Majelis Hakim yang mulia bisa menjaga kemurnian dan kemuliaan pengadilan ini dari politik kriminalisasi yang mempraktikkan pidanaisasi dan diskriminasi hukum serta manipulasi fakta yang membahayakan agama, bangsa dan negara," tutur HRS.

 

Karena, jika perangkat dan instrumen negara banyak terkontaminasi oleh praktik jahat oligarki, maka sidang pengadilan yang dipimpin oleh para Hakim yang jujur dan amanah adalah menjadi harapan rakyat untuk menyelamatkan tatanan hukum demi tegaknya keadilan dan lenyapnya kezaliman.

 

"Dan kepada seluruh rakyat dan bangsa Indonesia saya serukan untuk bergerak bersama-sama dengan para penegak hukum sejati dalam melawan segala bentuk kezaliman demi tegaknya keadilan," ajak  HRS.

 

Sebelum mengakhiri pledoinya, HRS juga menyempatkan berdoa dan meminta kepada Majelis Hakim untuk menghentikan proses hukum yang dianggapnya zalim.

 

Baik terhadap dirinya maupun kawan-kawannya demi terpenuhi rasa keadilan sekaligus menyelamatkan tatanan hukum dan sendi keadilan di tanah air yang sedang dirongrong oleh kekuatan jahat, antiagama dan anti-Pancasila serta membahayakan keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI.

 

"Karenanya, kami memohon karena Allah SWT demi tegaknya keadilan agar Majelis Hakim yang mulia memutuskan untuk terdakwa dengan vonis bebas murni. Dibebaskan dari segala tuntutan, dilepaskan dari penjara tanpa syarat, dikembalikan nama baik, martabat, dan kehormatan," pungkasnya. (rmol)



 


SANCAnews – Habib Rizieq Shihab mengikuti sidang lanjutan perkara kerumunan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) dengan mengenakan syal bercorak bendera Palestina. Majelis hakim memerintahkan Rizieq melepas syal itu.

 

Berdasarkan pantauan, Kamis (20/5/2021), Rizieq mengenakan gamis dan serban putih seperti sidang-sidang sebelumnya. Namun ada yang berbeda, yaitu Rizieq mengenakan syal bercorak bendera Indonesia di pundak sebelah kanan serta syal bercorak bendera Palestina di pundak sisi kiri.

 

Sejatinya Rizieq hari ini akan membacakan nota keberatan atau pleidoi atas tuntutan jaksa dalam kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung. Untuk kasus Petamburan, Rizieq dituntut 2 tahun penjara, sedangkan kasus lainnya dituntut 10 bulan penjara.

 

Namun ketua majelis hakim Suparman Nyompa meminta Rizieq melepas syal itu. Kenapa?

 

"Sebelum sidang dibuka, mohon maaf, Habib ya, saya lihat atribut Palestina kalau nggak salah ini ya. Maksud saya gini, karena kita ini menjaga marwah persidangan, kebetulan ini kan lagi ramainya berita. Kita termasuk bersimpatilah dengan peristiwa di sana Palestina," kata Suparman.

 

"Tapi karena ini persidangan di negara kita ini, kita bersihkan dalam persidangan ini dulu, masalah itu jangan dibawa masuk. Mungkin bisa diganti barangkali, silakan. Nanti kalau di luar persidangan, boleh dipakai, silakan," imbuhnya.

 

Rizieq pun memberikan respons dengan melepas syal yang dikenakannya itu. Lantas Rizieq membawa syal itu ke meja kuasa hukum yang berada sebelah kanannya. Setelah itu, majelis hakim membuka persidangan dan saat ini persidangan masih berlangsung. (glc)



 


SANCAnews – Nama mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diseret di dalam pledoi atau nota pembelaan Habib Rizieq Shihab (HRS) dalam perkara kerumunan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

 

Nota pembelaan ini dibacakan langsung oleh HRS di ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim), Kamis (20/5).

 

Awalnya, HRS menganggap bahwa perkara yang menjeratnya merupakan kasus politik yang dibungkus dan dikemas dengan kasus hukum. Bahkan, HRS menganggap bahwa hukum hanya menjadi alat legalisasi dan justifikasi untuk memenuhi dendam politik oligarki terhadap dirinya dan kawan-kawannya.

 

HRS lantas meminta izin untuk mengurai sejumlah indikasi yang menjadi petunjuk bahwa kasusnya lebih tepat disebut sebagai kasus politik ketimbang kasus hukum, baik sebelum dan saat serta setelah saya kembali dari Kota Suci Mekkah ke Indonesia.

 

“Agar menjadi jelas benang merah yang menghubungkan semua rangkaian kejadian dengan kasus yang sedang saya hadapi di pengadilan ini," ujar HRS, Kamis siang (20/5).

 

Hal itu perlu disampaikan HRS untuk menjadi masukan penting bagi pihak-pihak yang mempunyai hati jernih dan akal sehat serta nurani keadilan untuk mengambil kesimpulan.

 

“Tidak bisa dipungkiri bahwa semua ini bermula dari aksi bela Islam 411 dan 212 pada tanggal 4 November dan 2 Desember 2016, saat itu umat Islam Indonesia bersatu menuntut Ahok si penista agama untuk diadili karena telah menistakan Al-Quran," kata HRS.

 

Kemudian, kata HRS, berlanjut ke Pilkada 2017 di Jakarta. Saat itu, Ahok menjadi salah satu calon gubernur DKI Jakarta yang dianggap HRS didukung oleh para oligarki.

 

"Didukung penuh oleh para oligarki yang saat itu sukses menggalang dukungan mulai dari presiden dan para menterinya, hingga panglima TNI dan Kapolri serta jajarannya, serta juga seluruh ASN di Ibukota Jakarta yang diwajibkan untuk memilih Ahok," kata HRS.

 

Menurut HRS, kala itu para oligarki sangat yakin, bahkan berani memastikan bahwa Ahok menang dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2017.

 

Menurutnya, bukan hanya Ahok dan para oligarki yang sukses menggalang dukungan rezim penguasa, tapi juga berhasil menggalang dukungan dari sejumlah ormas besar dan hampir semua partai politik, serta digaungkan habis-habisan oleh berbagai media cetak dan elektronik mainstream. Termasuk juga dibesar-besarkan oleh berbagai lembaga survei dan dipuja-puji oleh pada tokoh nasional dan pengamat.

 

“Tidak ketinggalan para buzzer bayaran secara terus menerus menyerang siapa saja yang tidak mendukung Ahok," jelas HRS.

 

Tak hanya itu, pengerahan dukun dan paranormal untuk minta bantuan kekuatan gaib dan pengerahan gerombolan preman untuk mengintimidasi masyarakat juga terjadi.

 

Apalagi ada juga penerbitan fatwa-fatwa sesat dan menyesatkan dari ulama yang menurut HRS ulama gadungan yang mendukung Ahok dengan memutarbalikkan ayat dan hadits serta memanipulasi Hujjah dan korupsi dalil.

 

"Di samping itu juga ada siraman dana besar-besaran dari para cukong oligarki," tegas HRS.

 

Sikap politik dan pendukungnya di aksi bela Islam 411 dan 212 itu dianggap HRS sebagai awal dirinya dan kawan-kawannya menjadi target kriminalisasi.

 

"Sehingga sepanjang tahun 2017 aneka ragam rekayasa kasus dialamatkan kepada kami, bahkan kami menjadi target operasi intelejen hitam berskala besar," terang HRS. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.