Latest Post


 


SANCAnews – Pegiat media sosial, Christ Wamea mengkritik pernyataan-pernyataan Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Benny Susetyo Antonius alias Romo Benny yang menurutnya tak berkuakitas dan selalu bikin gaduh.

 

Christ Wame bahkan menyebut Romo Benny sebagai orang yang dungu dan meminta agar ia dipecat dari jabatannya di Badan Pembinaan Ideologi Pamcasila (BPIP).

 

“Orang ini benar-benar dungu karena selama ini statement-statementnya tidak berkualitas dan selalu bikin gaduh di publik. Mending dia diberhentikan BPIP saja,” kata Christ Wamea melalui akun Twitter-nya, PutraWadapi pada Selasa, 18 Mei 2021.

 

Dari beberapa tangkapan layar berita yang ia unggah, Christ Wamea terutama menyoroti pernyataan-pernyataan Romo Benny soal 75 Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

 

Salah satu judul berita yang ia unggah yakni ’75 Pegawai Tak Lolos TWK KPK, BPIP: Karena Tidak Tekun dan Tidak Teliti.”

 

Sebelumnya, Romo Benny memang menyampaikan penilaiannya bahwa tidak lulusnya 75 pegawai KPK itu merupakan sesuatu yang wajar-wajar saja.

 

“Semua begitu, di BPIP juga banyak yang tidak lolos dan kalau menjadi pegawai negeri memang begitu,” ujar Romo Benny pada Senin, 18 Mei 2021, dilansir dari VIVA.co.id.

 

Romo Benny menyampaikan bahwa setiap peserta yang menjalani tes memang harus teliti dalam menjawab setiap pertanyaan.

 

“Soal pertanyaan, itu bagaimana orang-orang lebih tenang menjawab. Mampu tidak dia agar posisinya lebih jelas, karena waktunya pendek tapi pertanyaannya banyak,” ujar Romo Benny.

 

“Jadi butuh ketekunan dan ketelitian dan kemampuan untuk memilah-milah,” tambahnya.

 

Merespons pernyataan Romo Benny, Christ Wamea juga menginggung pernyataan Presiden Jokowi bahwa hasil TWK pegawai KPK tak serta merta dapat dijadikan alasan pemberhentian.

 

“Bapak Presiden berpendapat bahwa hasil TWK terhadap pegawai KPK, hendaknya tidak serta-merta jadi dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus tes,” kata Christ Wamea. []



 


SANCAnews – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) merasa lega dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tak setuju 75 pegawai KPK tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dinonaktifkan.

 

MAKI kini mengusulkan agar Firli Bahuri mengundurkan diri dari Ketua KPK, "Seperti sekarang alhamdulillah Pak Jokowi mendengar suara-suara yang menentang penonaktifan itu dan menyatakan bahwa itu tidak boleh dipecat dan itu saya kira efektif," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (17/5/2021).

 

Boyamin mengatakan Novel Baswedan dan 74 pegawai yang tak lolos TWK adalah pegawai yang berintegritas. Dia menyebut pegawai itu patut dipertahankan KPK.

 

"Mempertahankan 75 orang itu lebih baik dari pada membikin lagi yang seintegritas dan semilitansi dan sekerja keras dari 75 orang yang dinonaktifkan karena dianggap tidak lolos TWK. Justru harus dipertahankan, karena selama ini mereka tidak pernah kena masalah baik etik maupun hukum 75 orang itu. Hanya catatan mungkin Pak Yudi Harahap itu pernah dikenakan Dewan Pengawas karena dianggap pernah buat rilis dan itu pun teguran ringan. Tapi di dalam kinerja dia tidak pernah ada masalah," kata Boyamin.

 

Boyamin mengatakan sulit mencari orang yang berintegritas seperti 75 pegawai KPK itu. Semua pegawai yang tak lolos TWK itu, kata Boyamin, harus dipertahankan.

 

"Nah kalau nanti 75 orang ini dibuang, lalu kemudian dicari pengganti 75 orang baru yang muda-muda, mungkin nanti tidak sebagus yang ada, atau mungkin perjalanan waktu malah ada yang melanggar kalau dicarikan orang setengah tua bisa jadi sudah banyak problem, jadi tidak gampang untuk menggantikan 75 itu, jadi semua harus dipertahankan dan kemudian pada proses ini harus melihat kepentingan organisasi pemberantasan korupsi, karena mereka adalah orang yang berintegritas dan cukup kredibel dan sangat profesional dalam memberantas korupsi dan tidak pernah ada sifatnya pelanggaran hukum," tutur dia.

 

Boyamin menilai Jokowi menyadari dan melihat integritas pada pegawai yang tak lolos itu. Dia juga mengungkit penataran Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) pada zaman Orde Baru.

 

"Dan Pak Jokowi saya kira melihat itu semua, sehingga perintahkan untuk tidak boleh dipecat dan kemudian ada pendidikan wawasan kebangsaan. Dan itu hal yang biasa aja, kalau kemarin dianggap kurang wawasan kebangsaannya ya pendidikan seperti dulu penataran P4, nggak ada istilahnya penataran P4 itu lulus tidak lulus," sambungnya.

 

Melihat polemik yang ditimbulkan oleh TWK ini, Boyamin menyarankan agar Firli Bahuri mengundurkan diri dari Ketua KPK.

 

"Kalau dalam konteks kontroversial terus begini ya kalau saya menyarankan sebaiknya Pak Firli mundur aja lah dari Ketua KPK, setidaknya mundur dari Ketua KPK menjadi wakil ketua KPK aja, biar dipimpin oleh Pak Nawawi, atau Pak Gufron, ya paling ndak Pak Alex Marwata lah, saya tidak melihat Bu Lili, karena Bu Lili kemarin pada posisi terkait Tanjungbalai kan ada sedikit persoalan, meskipun sampai sekarang belum ada bukti dan itu saya hanya minta beliau untuk tidak melibatkan diri dalam kasus Tanjungbalai aja. Dan saya kira Bu Lili clear tidak ada masalah, meskipun nanti ketua KPK perempuan ya boleh boleh aja," katanya.

 

"Jadi prinsipnya menurut saya Pak Firli mengundurkan diri dari Ketua KPK menjadi Wakil Ketua KPK seperti dulu permintaan saya seperti dulu sidang di Dewas KPK kasus dugaan hidup mewah helikopter di Palembang, Baturaja dulu, saya meminta Pak Firli disanksi untuk tidak menjadi Ketua KPK, cukup jadi wakil ketua KPK," sambungnya.

 

Redaksi telah berupaya menghubungi Firli. Namun hingga berita ini diturunkan, Firli belum memberi tanggapan.

 

Untuk diketahui, Jokowi menegaskan alih status pegawai KPK sebagai ASN diniatkan agar semangat pemberantasan korupsi lebih baik. Perihal kontroversi tes wawasan kebangsaan atau TWK, Jokowi meminta hal itu tidak untuk pemberhentian para pegawai KPK.

 

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," ucap Jokowi.

 

"Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi," imbuhnya.

 

Pada 2020, MAKI pernah meminta agar Firli Bahuri diturunkan menjadi Wakil Ketua KPK jika terbukti melanggar etik terkait kasus helikopter mewah. Boyamin Saiman saat itu menyampaikan permintaan itu di hadapan Dewan Pengawas KPK. Boyamin juga menyampaikan itu di hadapan Firli.

 

"Saya sampaikan juga jika ini nanti dugaan melanggar, saya memohon Pak Firli cukup jadi wakil ketua, ketua diganti orang lain. Itu saya sampaikan juga," kata Boyamin setelah menghadiri sidang etik Firli di Gedung Anti-Corruption Learning Center KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (25/8/2020). (dtk)



 


SANCAnews – Kompetensi seorang Firli Bahuri sebagai Ketua KPK mulai dipertanyakan buntut kontroversi tes wawasan kebangsaan atau TWK bagi pegawai KPK beralih status sebagai ASN. Desakan pun terus bermunculan agar Firli turun pangkat menjadi Wakil Ketua KPK.

 

Awalnya dari Boyamin Saiman selaku koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menilai Firli seharusnya mundur dari jabatannya saat ini. Sebab, Firli selama ini, menurut Boyamin, lekat dengan kontroversi.

 

"Kalau dalam konteks kontroversial terus begini ya kalau saya menyarankan sebaiknya Pak Firli mundur ajalah dari Ketua KPK, setidaknya mundur dari Ketua KPK menjadi wakil ketua KPK aja, biar dipimpin oleh Pak Nawawi, atau Pak Ghufron, ya paling ndak Pak Alex Marwata lah," ucap Boyamin.

 

Suara Boyamin itu turut didengungkan Direktur YLBHI Asfinawati yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan lembaga-lembaga lainnya. Asfinawati menuding Firli menggunakan jabatannya untuk kepentingan sendiri.

 

"Koalisi Masyarakat Sipil sejak saat pencalonan pimpinan sudah mengatakan Firli salah satu calon yang bermasalah," ucap Asfinawati dalam keterangannya, Selasa (18/5/2021).

 

"Kalau menurut saya, Firli jelas sudah melanggar etik dan hukum dalam persoalan 75 pegawai. Tendensinya dia menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan kelompok," imbuhnya.

 

Setali tiga uang, pakar hukum tata negara yang juga salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti menilai desakan dari Boyamin itu wajar. Dia pun turut mendesak Dewan Pengawas (Dewas) KPK menentukan sikap.

 

"Kita mesti ingat, dijadikannya Firli sebagai pimpinan KPK kontroversial, mengingat rekam jejaknya yang sangat, sangat buruk, namun karena dijadikan bagian dari pelemahan KPK, dialah yang dipilih oleh DPR menjadi Ketua. Sekarang rupanya makin terlihat efektivitas pilihan itu, ia membuat keputusan-keputusan soal 75 orang itu yang membuat KPK semakin lemah," ucap Bivitri secara terpisah.

 

"Menurut UU KPK, yang menentukan Pimpinan dan Pemilihan Ketua itu DPR, tetapi kalau ada pelanggaran etik yang berat, menurut Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, bisa ada sanksi untuk meminta pengunduran diri," imbuh Bivitri.

 

Menurutnya sangat memungkinkan Firli dijatuhi sanksi seperti itu. Dalam konteks kontroversi TWK pegawai KPK, Bivitri mengajak publik terutama pegiat antikorupsi menyuarakan hal ini.

 

"Semua mata pegiat antikorupsi saat ini harus menyoroti Firli Bahuri dan bagaimana ia membuat keputusan-keputusan yang membuat pemberantasan korupsi terhambat. Letakkan penonaktifan 75 orang ini dalam konteks latar belakang mereka yang justru selama ini sangat berperan dalam membongkar kasus-kasus besar dan juga dalam melaporkan Firli Bahuri sendiri yang sejak sebelum ia menjadi pimpinan pun telah melanggar etik," ucap Bivitri.

 

Di sisi lain mengenai desakan ini detikcom telah berupaya meminta tanggapan ke Firli Bahuri langsung. Namun yang bersangkutan belum memberikan respons.

 

Namun setidaknya dalam konferensi pers di KPK pada Rabu (5/5) Firli Bahuri menegaskan tes itu disusun dengan kerja sama dengan pihak lain. Firli turut menyebutkan, bila para pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat menjadi ASN, itu tidak akan dipecat, tetapi keputusan lanjutan akan diserahkan ke KemenPAN-RB.

 

Dari 1.351 pegawai KPK itu dirinci sebagai berikut: 

Pegawai yang memenuhi syarat: 1.274 orang

Pegawai yang tidak memenuhi syarat: 75 orang

Pegawai yang tidak mengikuti tes: 2 orang

 

"Selanjutnya tentu kami segenap insan KPK ingin menegaskan pada kesempatan sore hari ini, tidak ada kepentingan KPK, apalagi kepentingan pribadi maupun kelompok, dan tidak ada niat KPK untuk mengusir insan KPK dari lembaga KPK. Kita sama-sama berjuang untuk memberantas korupsi, kita sama-sama lembaga sebagai penegak undang-undang," kata Firli.

 

"KPK akan melakukan koordinasi dengan KemenPAN-RB dan BKN terkait tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Selama belum ada penjelasan dari KemenPAN-RB dan BKN, KPK tidak akan memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat," imbuh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers bersama Firli itu.

 

Sebelumnya Presiden Jokowi menegaskan alih status pegawai KPK sebagai ASN diniatkan agar semangat pemberantasan korupsi lebih baik. Perihal kontroversi tes wawasan kebangsaan atau TWK, Jokowi meminta hal itu tidak untuk pemberhentian para pegawai KPK.

 

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," ucap Jokowi.

 

"Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi," imbuhnya. (dtk)





SANCAnews – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyayangkan ucapan tidak sopan yang dilontarkan Ali Mochtar Ngabalin yang menyebut otak sungsang terhadap Busyro Muqoddas. Mereka melihat ucapan itu tidak pantas dikeluarkan oleh seorang Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP).

 

"KSP yang merupakan representasi dari sikap presiden seharusnya memberikan pernyataan yang santun dan menentramkan," kata Direktur LBH PP Muhammadiyah, Taufiq Nugroho di Solo, Senin 17 Mei 2021.

 

Pernyataan Ngabalin tersebut justru berdampak menyakiti hati masyarakat dan merusak citra presiden sebagai pemimpin tertinggi negara.

 

Menurutnya, LBH PP Muhammadiyah tidak akan menanggapi pernyataan Ngabalin itu secara serius. Pihaknya juga tidak akan melakukan upaya hukum baik secara pidana maupun perdata terkait pernyataan itu.

 

Meski demikian, LBH PP Muhammadiyah mendesak agar Kepala KSP Moeldoko melakukan evaluasi dan memberhentikan Ali Mochtar Ngabalin sebagai staf ahli utama. "Agar hal serupa tidak terulang di kemudian hari," kata Taufiq beralasan.

 

Selain itu, LBH PP Muhammadiyah juga akan tetap konsisten mendukung langkah Busyro Muqoddas dalam melawan segala bentuk upaya pelemahan KPK, sejak mulai dari revisi UU KPK hingga penonaktifan 75 pegawai KPK.

 

Ali Mochtar Ngabalin sebelumnya melontarkan pernyataan menyerang para pengkritik tes wawasan kebangsaan untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam wawancara dengan salah satu media massa nasional, Ngabalin menyebut para pengkritik tes wawasan kebangsaan tidak saja tolol, tapi berotak sungsang.

 

Sejatinya ada banyak kalangan yang mengkritik tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Mereka datang dari latar belakang akademisi, aktivis, organisasi dan tokoh keagamaan, dan lainnya. Busyro Muqoddas termasuk salah satu tokoh yang kencang mengkritik tes wawasan kebangsaan serta upaya pelemahan KPK selama ini. []



 


SANCAnews – Sidang perkara kasus dugaan ujaran kebencian hingga menimbulkan keonaran dengan terdakwa Jumhur Hidayat kembali bergulir.

 

Dua orang saksi fakta yaitu Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati dan Sekjen Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Damar Panca Mulya dihadirkan. Keduanya menyebut, turun ke jalan untuk menolak RUU Omnibus Law bukan karena terprovokasi tweet Jumhur Hidayat.

 

Nur Hidayati misalnya, ia mengakui ikut dalam unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja karena produk hukum tersebut bertentangan dengan perlindungan lingkungan hidup serta keadilan sosial.

 

"Kami juga melakukan penolakan dengan berbagai cara. Kami melakukan press conference, aksi di DPR untuk menghentikan UU Cipta Kerja. Kami juga membuat kajian-kajian yang menganalisis substansi UU Cipta Kerja," jelas Nur dalam kesaksiannya di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/5).

 

Nur juga menyatakan bahwa aksi ribuan orang dalam melakukan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja tidak disebabkan oleh tweet Jumhur Hidayat. Sebab, lanjut Nur, penolakan itu muncul dari masyarakat baik secara online dan offline.

 

"Setahu saya, berbagai penolakan masyarakat sipil juga banyak di online seperti Twitter, Instagram, hingga YouTube," kata Nur.

 

Sementara Damar Panca Mulya, mengaku melakukan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja karena baleid UU tersebut tidak sejalan dengan upaya perlindungan dan peningkatan kesejahteraan buruh.

 

Damar menampik jika unjuk rasa kelompoknya dilakukan karena tweet Jumhur Hidayat, "Kami menolak mulai sejak (UU Cipta Kerja) diwacanakan, sejak draf RUU Cipta Kerja sampai dimasukan DPR kami menolak dalam bentuk aksi protes, demonstasi baik ke DPR maupun pemerintah, bahwa banyak hak-hak dasar buruh yang terdegradasikan," ungkapnya dalam memberi kesaksian.

 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Jumhur Hidayat dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan. Jaksa mendakwa Jumhur dengan dua pasal alternatif yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 UU 1/1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU 19/2016 tentang Perubahan UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

 

Adapun cuitan Jumhur di akun Twitter miliknya pada 7 Oktober 2020 yang menjadi sumber dakwaan jaksa adalah terkait pendapatnya yang menyebut bahwa RUU Cipta Kerja untuk primitive investor, dan pengusaha rakus. Cuitan Jumhur tersebut mengomentari berita di Kompas.com yang berjudul 35 Investor Asing Nyatakan Keresahan terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.