Latest Post


 

 

SANCAnews – Presiden Joko Widodo menolak pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat pengalihan menjadi aparatur sipil negara (ASN).

 

Indonsia Corruption Watch (ICW) meminta agar KPK segera menjalankan perintah Presiden Jokowi tersebut.

 

"Presiden Joko Widodo baru saja mengeluarkan sikap bahwa seluruh pegawai KPK yang dikatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak bisa dijadikan dasar pemberhentian.

 

Selain itu, Presiden juga menyitir pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa proses pengalihan status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara tidak boleh merugikan hak-hak pegawai," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Senin (17/5/2021).

 

Kurnia menegaskan penolakan ini juga sebagai pesan bahwa TWK untuk memberhentikan pegawai KPK hanya alat yang digunakan oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Menurutnya ini pertanda sejak awal tes tersebut sudah sengaja disusun secara sistematis.

 

"Pesan ini semakin menegaskan bahwa TWK ini hanya dijadikan alat oleh Firli Bahuri untuk menyingkirkan punggawa-punggawa KPK. Sehingga dapat dikatakan kesimpulan atau hasil tes tersebut sejak awal sudah disusun secara sistematis sebelum hasil sebenarnya resmi dikeluarkan," ucapnya.

 

Kurnia lantas menyinggung terkait TWK yang dinilai melanggar hukum dan bertentangan dengan etika publik lantaran tidak diatur dalam UU KPK baru dan peraturan turunannya (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020. Namun demikian, kata dia, Firli tetap melanggar dengan menyelundupkan TWK dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021.

 

Tak hanya itu, dia juga menyinggung terkait narasi radikalisme yang diutarakan KPK dan narasi 'kadrun' dan 'taliban' terhadap Wadah Pegawai KPK (WP KPK) yang terus-terusan didengungkan. Dengan demikian, kata dia, terbentuklah kesimpulan TWK ini dibuat untuk menyingkirkan para pegawai KPK yang pernah beririsan dengan Firli Bahuri.

 

"Berdasarkan narasi di atas terlihat jelas bahwa TWK hanya dijadikan dalih untuk menutupi motivasi kepentingan pribadi Firli Bahuri. Mesti dipahami bahwa Indonesia adalah negara hukum yang dibangun atas kepentingan rakyat, bukan segelintir orang, apalagi dengan cara-cara kotor dan melanggar etika serta akal sehat," ucapnya.

 

Kurnia pun meminta agar KPK segera mengikuti arahan Presiden Jokowi untuk menganulir pemberhentian ke-75 pegawai KPK.

 

"Seluruh Pimpinan KPK mematuhi perintah Presiden Joko Widodo dengan menganulir keputusan memberhentikan 75 pegawai KPK," ungkapnya.

 

Kemudian Kurnia juga meminta agar dewan pengawas KPK segera memeriksa Firli Bahuri terkait persoalan ini. Dia menduga ada pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli.

 

"Dewan Pengawas segera mengambil langkah konkret dengan memanggil, memeriksa, dan menjatuhkan pelanggaran etik berat kepada Firli Bahuri," imbuhnya.

 

Sebelumnya, Jokowi menegaskan alih status pegawai KPK sebagai ASN diniatkan agar semangat pemberantasan korupsi lebih baik. Perihal kontroversi tes wawasan kebangsaan atau TWK, Jokowi meminta hal itu tidak untuk pemberhentian para pegawai KPK.

 

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," ucap Jokowi.

 

"Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi," imbuhnya. (dtk)



 

 

SANCAnews – Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menolak pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat pengalihan menjadi ASN.

 

Novel Baswedan dkk pun meminta pimpinan KPK mencabut Surat Keputusan (SK) terkait penonaktifan mereka.

"Pimpinan harus mencabut SK Nomor 652 Tahun 2021 sebagaimana tuntutan tersebut juga telah kami sampaikan dalam surat keberatan pagi ini kepada Pimpinan.

 

Bersamaan dengan itu, pimpinan juga harus merehabilitasi nama 75 orang pegawai KPK yang telah dirugikan akibat keputusan dan kebijakan pimpinan tersebut," kata Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, yang juga termasuk 75 pegawai KPK yang tak lulus sebagai ASN, melalui keterangan tertulis, Senin (17/5/2021).

 

Sujanarko, yang mewakili 74 pegawai KPK lainnya, menilai pernyataan Jokowi harus dimaknai sebagai upaya merehabilitasi nama baik 75 pegawai KPK. Menurutnya, para pegawai KPK tersebut berpotensi diberhentikan secara tidak berdasar dan patut karena telah diminta oleh pimpinan untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab.

 

Selain itu, Sujanarko juga meminta pemerintah untuk membentuk tim investigasi untuk mengevaluasi dan memberikan tindakan tegas terhadap kebijakan pimpinan KPK yang dinilainya tidak patut. Menurutnya, hal itu diperlukan agar memastikan tindakan seperti itu tidak terulang lagi.

 

"Upaya ini dilakukan semata-mata untuk memastikan agar tindakan dan kebijakan semacam ini tidak berulang di lembaga anti korupsi yang seharusnya melihat pegawai sebagai aset penting organisasi dan punya fokus pada penguatan upaya pemberantasan korupsi," tambahnya.

 

Lebih lanjut, Sujarnako juga berterima kasih kepada publik dan pihak-pihak lain atas dukungannya. Hal ini menurutnya adalah demi kepentingan dalam mewujudkan Indonesia bebas dari korupsi.

 

"Pada dasarnya dukungan yang telah diberikan sepenuhnya merupakan dukungan yang tidak pernah lelah untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi dan komitmen ini masih harus dirawat bersama demi keberlanjutan dan perjalanan panjang pemberantasan korupsi di Indonesia," sambungnya.

 

Sebelumnya, Jokowi menegaskan alih status pegawai KPK sebagai ASN diniatkan agar semangat pemberantasan korupsi lebih baik. Perihal kontroversi tes wawasan kebangsaan atau TWK, Jokowi meminta hal itu tidak untuk pemberhentian para pegawai KPK.

 

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," ucap Jokowi.

 

"Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi," imbuhnya. (dtk)



 

SANCAnews – Jaksa penuntut umum resmi menuntut Habib Rizieq Shihab agar dipenjara selama 2 tahun dalam kasus kerumuna massa Petamburan, Jakarta, yang melanggar protokol kesehatan pencegahan covid-19.

 

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (17/5/2021),  JPU menyatakan Rizieq telah bersalah lantaran menghasut masyarakat melanggar aturan kekarantinaan kesehatan dalam acara di Petamburan.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap saudara Muhammad Rizieq Bin Husein Shihab atau Muhammad Rizieq Shihab alias Habib Rizieq Shihab dengan pidana selama pidana 2 tahun dikurangi masa tahanan terdakwa," kata jaksa saat sidang.

 

Jaksa dalam tuntutannya juga memohon kepada majelis hakim memberikan tambahan pidana terhadap Rizieq.

 

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Muhammad Rizieq Bin Husein Shihab atau Muhammad Rizieq Shihab alias Habib Rizieq Shihab agar dilakukan pencabutan sebagai anggota pengurus ormas FPI selama tiga tahun," tutur jaksa.

 

Adapun sebelumnya jaksa mendakwa Rizieq dalam lima pasal alternatif yakni Pasal 160 KUHP jo Pasal 99 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Lalu ada Pasal 216 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan atau ketiga Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Lanjut, pasal 14 ayat (1) UU nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 82A ayat (1) jo 59 ayat (3) huruf c dan d UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU nomor 17 Tahun 2013 tenang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 10 huruf b KUHP jo Pasal 35 ayat (1) KUHP. (sc)



 


SANCAnews – Polri resmi menahan pengacara Habib Rizieq Shihab Munarman. Dia ditahan terkait kasus terorisme.

 

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan Mantan Ketua YLBHI itu resmi ditahan sejak 7 Mei 2021.

 

"Pada tanggal 7 Mei kemarin udah ditahan," kata Argo di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (17/5/2021).

 

Munarman sebelumnya ditangkap Densus 88 Antiteror Polri di rumahnya yang berlokasi di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (27/4). Dia selanjutnya digelandang ke Rutan Narkoba Polda Metro Jaya.

 

Pantauan suara.com Munarman tiba di lokasi sekira pukul 19.30 WIB. Munarman yang mengenakan baju koko putih dan sarung loreng itu terlihat kedua matanya ditutup kain hitam dan tangan diborgol.

 

Adapun, penangkapan terhadap Munarman diduga berkaitan dengan kegiatan baiat teroris di tiga kota.

 

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan menyebut bait itu di antaranya dilakukan di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Makassar dan Medan.

 

"Baiat di Makassar yang ISIS," ungkap Ramadhan.

 

Bahan Peledak TATP

 

Dalam kasus ini, Polri mengklaim mengamankan bahan peledak saat melakukan penggeledahan di bekas Markas FPI, Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Salah satunya, yakni cairan  TATP (triaceton triperoxide) atau biasa dikenal dengan The Mother of Satan.

 

Ramadhan mengungkapkan bahan peledak itu identik dengan bahan peledak yang diamankan dari terduga teroris di Condet, Jakarta Timur dan Bekasi. Mereka ketika itu ditangkap lebih dahulu oleh Densus 88 Antiteror Polri pada akhir Maret 2021.

 

"Ini merupakan aseton yang digunakan untuk bahan peledak yang mirip dengan yang ditemukan di Condet, dan Bekasi," ungkap Ramadhan.

 

Selain itu, barang bukti lain yang diamankan yakni serbuk mengandung nitrat tinggi. Kemudian dokumen serta atribut Front Pembela Islam (FPI).

 

"Apa yang ditemukan dari hasil penggeledahan tadi akan dilakukan penelitian dan pemeriksaan oleh Puslabfor," katanya. (sc)



  

SANCAnews – Habib Rizieq Shihab (HRS) dituntut 10 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor.

 

Jaksa turut menyampaikan hal yang memberatkan dan meringankan bagi Rizieq.

Hal itu disampaikan jaksa saat membacakan tuntutan Rizieq di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jalan Dr Sumarno, Cakung, Senin (17/5/2021).

 

Jaksa mencantumkan salah satu alasan pemberat, antara lain Rizieq sebelumnya sudah pernah dihukum dalam perkara lain.

 

"Hal-hal yang memperberatkan. Pertama, terdakwa pernah dihukum 2 kali, dalam perkara 160 KUHP pada 2003 dan perkara 170 KUHP pada tahun 2008," kata jaksa dalam persidangan.

 

Jaksa juga menyebut Rizieq tidak mendukung pemerintah dalam percepatan pencegahan COVID-19. Selain itu, terdakwa dinilai jaksa tidak menjaga sopan santun selama persidangan.

 

"Kedua, perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam percepatan pencegahan COVID-19, bahkan memperburuk kedaruratan kesehatan masyarakat. Ketiga, perbuatan terdakwa mengganggu ketertiban umum serta mengakibatkan keresahan masyarakat," ujar jaksa.

 

"Keempat, terdakwa tidak menjaga sopan santun dan berbeli-belit dalam memberi keterangan di persidangan," imbuhnya.

 

Jaksa turut mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dalam tuntutannya. Rizieq, kata jaksa, diharapkan bisa memperbaiki diri di kemudian hari.

 

"Hal-hal yang meringankan, terdakwa diharapkan dapat memperbaiki diri pada masa yang akan datang," ucap jaksa.

 

Sebelumnya, Habib Rizieq Shihab dituntut 10 bulan penjara. Rizieq diyakini melakukan tindakan tidak patuh protokol kesehatan dan menghalang-halangi petugas COVID-19 saat mendatangi pondok pesantren miliknya di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor. Habib Rizieq diyakini bersalah melanggar Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. (dtk)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.