Latest Post


 


SANCAnews – Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengaku terkejut dengan rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada tahun depan.

 

Legislator Partai Golkar tersebut menyatakan bahwa Kemenkeu dalam rapat-rapat dengan DPR pada masa sidang lalu tidak pernah menyampaikan rencana soal itu.

 

“Saya agak terkejut perihal rencana kenaikan tarif PPN yang sedang diwacanakan oleh Kementreian Keuangan. Rencana tersebut belum pernah dibicarakan dengan DPR khususnya Komisi XI, tetapi kenapa sudah disosialisasikan ke masyarakat lewat pemberitaan?” ujar Misbakhun, Rabu (12/5).

 

Mantan pegawai Direktorat Jendera Pajak (DJP) itu juga bertanya-tanya apakah rencana Kemenkeu tersebut sudah dibahas di tingkat pemerintah. Menurut Misbakhun, situasi perekonomian tahun depan masih terbebani efek pandemi.

 

“Apakah sudah disepakati lewat mekanisme rapat tingkat menteri koordinator ataupun rapat kabinet? Apakah Presiden Jokowi juga sudah tahu?” tutur Misbakhun.

 

Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu menyatakan selama ini Kementerian Koordinator Perekonomian mengarahkan kebijakan perpajakan untuk memberi insentif. Misbakhun menyebut perekonomian nasional masih tumbuh negatif meski sudah ada tanda-tanda perbaikan.

 

Oleh karena itu Misbakhun menduga wacana tentang kenaikan tarif PPN yang dilontarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani belum dibahas secara solid di tingkat pemerintah.

 

“Kalau tahapan di sisi internal pemerintah belum selesai sampai pada tingkat rapat paripurna kabinet tetapi rencana kenaikan tarif PPN sudah dilakukan sosialisasi ke media, dalam pandangan saya ini menjadi awal komunikasi yang kurang bagus di publik,” ulasnya.

 

Menurut Misbakhun, bisa saja wacana itu sudah dibahas di tingkat Kemenkeu. Namun, dia menyebut kebijakan itu tidak cukup diputuskan Kemenkeu.

 

“Pemerintah, kan, bukan cuma Kemenkeu ketika merumuskan hal serius dan berdampak besar seperti ini,” tegasnya.

 

Misbakhun juga mengkritisi pernyataan Sri Mulyani tentang kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 15 persen untuk menutupi defisit APBN. Politikus yang dikenal getol membela kebijakan Presiden Jokowi itu menyebut Sri Mulyani tak kreatif mencari potensi pemasukan negara.

 

“Cara yang sama pernah diambil pada zaman penjajahan Belanda ketika kompeni menaikkan pajak karena kekurangan uang untuk membiaya operasional pemerintahan di daerah jajahannya. Kenapa cara kompeni ini dijadikan referensi dan mau ditiru oleh Menkeu Sri Mulyani?” kata Misbakhun.

 

Lebih lanjut Misbakhun mengingatkan Sri Mulyani bahwa menteri merupakan pembantu presiden. Menurutnya, menteri harus menyukseskan program dan keinginan presiden.

 

“Banyak cara yang bisa dilakukan selain menaikkan tarif PPN. Sudah seharusnya Bu Menkeu serius dalam membantu Presiden Jokowi menyiapkan legacy kepemimpinan yang sukses, dikenang rakyat, terutama keberhasilan pemerintah dalam menangani pandemi,” katanya. (jpc)





SANCAnews – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menggunakan cara yang berbeda dalam menyampaikan ucapan selamat hari raya Idulfitri 1442 Hijriah.

 

Jika biasanya Anies memberikan ucapan dengan kalimat-kalimatnya, kali ini, di hari yang fitri ini, ia memanjatkan doa yang menyentuh hati.

 

Dalam unggahannya di jejaring media sosial, Anies memanjatkan doa tentang segala ikhtiar yang dilakukan oleh semua pihak dalam menghadapi pandemi.

 

Dirinya juga memohon agar Allah yang Maha Kuasa segera mengangkat pandemi Covid-19, sehingga setiap sanak saudara yang terpisah bisa kembali berjabat tangan dan berpelukan kembali seperti biasa.

 

Berikut doa Gubernur Anies Baswedan di malam hari raya Idul Fitri 1442, yang dikutip Kantor Berita RMOLJakarta, Rabu (12/5):

 

"Alhamdulillah kita panjatkan puji syukur kepada Allah yang telah mempertemukan kita kepada bulan Ramadan, hingga kita sekarang memasuki hari raya Idul Fitri.

 

Walau kita tak bisa saling bersentuhan untuk menyambung silaturahmi. Namun semoga doa ini mampu meruntuhkan halangan yang memisahkan jasmani.

 

Ya Allah, engkaulah Rab yang Maha Perkasa. Hari ini kami belajar betapa berharganya semua keberkahan dari setiap sentuhan, dari kehangatan di antara kami.

 

Sesuatu yang Engkau berikan sebagai ujian kami di saat ini, ujian yang menjadi instrospeksi untuk diri kami, agar bisa lebih bersyukur atas nikmat-Mu.

 

Ya Allah, kuatkanlah kami untuk bisa melewati semua ini, mudahkanlah ikhtiar lahir dan batin kami untuk dapat menahan diri.

 

Janganlah Engkau biarkan keterbatasan ini membuat kami enggan bersilaturahmi, membuat kami enggan untuk saling mengucap maaf, saling berkirim doa, dan merayakan Idulfitri.

 

Ya Allah, tak henti kami bersyukur kepada Mu, izinkanlah ikhtiar-ikhtiar kami bisa membuahkan hasil kebaikan.

 

Sungguh, kami rindu untuk bisa kembali saling bersentuhan, kembali saling bersalaman, saling berkunjung dan berbagi kehangatan, lewat pelukan di antara sanak saudara, sanak keluarga dan sesama.

 

Ya Allah Yang Maha Pendengar, di hari Idulfitri ini, wujudkanlah cita-cita dari ikhtiar kami, kiranya Engkau berkenan mengangkat pandemi ini.

 

Lalu izinkan kami, untuk menjadi generasi umat yang lebih tangguh, menjadi generasi yang lebih baik lagi.

 

Selamat hari raya Idulfitri 1442 H. Minal aidin wal faizin. Taqaballahu minna waminkum. Mohon maaf lahir dan batin." []



 


SANCAnews – Sikap rezim Joko Widodo yang terus memanjakan warga negara (WN) China memicu munculnya sejumlah pertanyaan besar di masyarakat.

 

Salah satu yang mempertanyakan itu adalah pengamat sosial politik, Muslim Arbi, yang merasa heran atas perbedaan sikap rezim Jokowi terhadap WN China dengan rakyatnya sendiri di tengah pandemi Covid-19.

 

"Apa yang membuat Rezim Jokowi begitu manja dan sayang terhadap WNA Cina, sehingga di dalam negeri larangan mudik diperketat karena masih pandemi, tapi WN Cina asal Wuhan, tempat bermula Covid merebak dibolehkan masuk?" ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (12/5).

 

Karena, menurut Muslim, jika rezim Jokowi terus menerus memanjakan WN China, maka Jokowi akan dikenang sebagai Presiden yang dikendalikan oleh Asing, yakni Republik Rakyat China (RRC).

 

"Ada apa dengan rezim Jokowi ini? Kok begitu takut sama RRC dan kejam terhadap bangsa sendiri? Tindakan Jokowi soal ini, dapat dianggap Jokowi di bawah kendali Asing (RRC)," pungkas Muslim.

 

Di tengah pelarangan mudik yang ditetapkan pemerintah antara 6-17 Mei 2021, diketahui ada ratusan tenaga kerja asing asal China yang kembali masuk ke Indonesia.

 

Hal ini jelas memicu protes keras di masyarakat. Terlebih, ada jutaaan masyarakat yang kini harus menganggur akibat pandemi Covid-19. Tapi pemerintah justru cuek membiarkan para pekerja asing asal China masuk ke Indonesia. []



 

SANCAnews – Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi para pegawai di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghasilkan 75 orang dinyatakan tidak memenuhi syarat berujung dengan tudingan yang mengarah kepada Presiden Joko Widodo dari sejumlah pihak.

 

Jokowi dianggap menjadi pihak yang berupaya melemahkan lembaga antirasuah tersebut melalui TWK, sebagai proses peralihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan UU 19/2019 tentang KPK.

 

Tudingan itu kontan ditolak mentah-mentah oleh Staf Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin.

 

"Saya menolak tuduhan dan keberatan termasuk di dalamnya ada (tuduhan) upaya pemerintah, ada upaya presiden, untuk menyingkirkan orang, kemudian ada upaya untuk melemahkan KPK. Itu cara berpikir rendah. Ucapan-ucapan sampah yang sungguh sangat tidak bermoral kepada seorang kepala negara," ujar Ali Ngabalin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu malam (12/5).

 

Secara khusus Ngabalin menyoroti beberapa tuduhan itu. Yakni, adanya anggapan bahwa TWK tidak diatur di dalam UU 19/2019. Menurut Ngabalin, mereka yang menuduh itu lupa adanya Peraturan Pemerintah (PP) 41/2020.

 

"Yang jadi lucu lagi itu, mereka menuduh bahwa ada upaya pemerintah. Ini cara-cara berpikir prejudice. Karena Peraturan KPK 1/2021 itu mengatur tentang tata cara peralihan pegawai KPK menjadi ASN," kata Ngabalin.

 

"Itu yang saya tidak mengerti, di mana celah yang mereka lihat bahwa ada intervensi pemerintah dari Presiden Joko Widodo dalam rangka menyingkirkan orang-orang yang pernah menolak UU KPK?" sambungnya.

 

Ngabalin menegaskan, seluruh rangkaian TWK tidak ada sama sekali hubungannya dengan pemerintah. Bukan pula ada intervensi atau keterlibatan pemerintah.

 

"Jadi kalau baca komentarnya, lucu. Yang lolos itu kalau enggak salah 1.247, yang tidak lolos itu 75. Apakah 75 orang itu tidak ada di KPK, kemudian KPK itu rontok?" terang Ngabalin.

 

Menurut Ngabalin, hal tersebut mustahil karena saat ini yang sedang dibangun di KPK adalah sistem.

 

"Ya mustahil lah (KPK rontok). Yang dibangun adalah sistemnya. KPK itu sejak awal Presiden berpendapat sebagai lembaga yang memiliki independensi, lembaga yang kuat dan berwibawa, maka dia harus didukung dan backup dengan UU yang kuat, itu lah UU 19/2019," tutur Ngabalin.

 

"Jadi kalau masih saja Jokowi itu menjadi tertuduh, itu artinya orang-orang yang pikirannya menggunakan standar berpikir otak terbalik, otak sungsang namanya," tambah Ngabalin.

 

Otak sungsang yang dimaksud Ngabalin adalah adanya prasangka tanpa adanya bukti, tanpa ada fakta-fakta yang kuat.

 

"Itu yang selalu abang bilang kalau ini cara-cara berpikir yang prejudice>, cara-cara berpikir orang sungsang, otak terbalik, yang sesungguhnya ini adalah merusak kerangka berpikir orang-orang yang sehat lahir batin," pungkasnya. []





SANCAnews – Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqqodas menyebut riwayat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tamat di tangan pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

 

Pernyataan itu ia sampaikan menyikapi penonaktifan 75 orang pegawai KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan. Diketahui sebagian dari 75 orang itu dikenal sebagai sosok-sosok yang berintegritas dan berdedikasi pada pemberantasan korupsi seperti penyidik senior Novel Baswedan dan penerima tanda kehoramtan Satyalancana Wira Karya, Sujanarko.

 

Busyro mengatakan KPK telah dilemahkan sejak Jokowi mengirim Surat Presiden ke DPR RI untuk merevisi UU KPK. Setelah itu, sejumlah peristiwa memperlemah KPK secara perlahan.

 

"Sejak UU KPK direvisi, dengan UU 19/2019, di tangan Presiden Jokowi lah KPK itu tamat riwayatnya. Jadi bukan dilemahkan, sudah tamat riwayatnya," kata Busyro saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (12/5).

 

Busyro menyampaikan posisi KPK pun makin lemah saat Firli Bahuri dkk terpilih menjadi pimpinan. Dan, sambungnya, pelemahan KPK yang semakin parah itu pun terlihat lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) dengan dalih untuk status kepegawaian menjadi ASN sesuai UU KPK hasil revisi pada 2019 silam.

 

Mantan pimpinan KPK itu menilai TWK tidak sesuai amanat konstitusi dan Pancasila. Tes itu, kata Busyro, juga tidak relevan sebagai syarat alih status pegawai.

 

"LBH Muhammadiyah dari PP Muhammadiyah sampai wilayah-wilayah sudah resmi akan menjadi kuasa hukum bersama yang lain untuk kuasa hukum 75 orang itu," tuturnya.

 

"75 orang itu harus dipulihkan kembali. Kalau tidak dilakukan Presiden, maka di era Presiden ini betul-betul remuk," imbuh dia yang juga pernah memimpin Komisi Yudisial sebagai ketua (2005-2010).

 

Diketahui pihak Istana sendiri sejauh ini belum mengeluarkan pernyataan apapun sejak TWK KPK menjadi polemik setidaknya dalam sepekan terakhir.

 

Namun, tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menegaskan tidak ada intervensi pemerintah dalam penonaktifan 75 pegawai KPK.

 

"Umpamanya ada yang memberikan penilaian bahwa ini ada upaya pemerintah dan intervensi presiden Joko Widodo dalam rangka menyingkirkan 75 orang pegawai KPK yang menolak UU KPK, ini pasti fitnah yang sangat murah dan menurut saya ini satu perilaku yang amat sangat biadab," kata Ngabalin, saat dihubungi CNNIndonesia.com.

 

"Mereka menuduh bahwa proses TWK suatu proses diada-adakan karena di-UU tidak ada rujukan pasal dan ayat tentang TWK. Ini orang-orang yang sebetulnya tidak saja tolol, tapi memang cara berpikir terbalik, otak-otak sungsang ini namanya."

 

 

Kritik atas TWK KPK dari Lapkesdam PBNU

 

Dihubungi terpisah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengkritik keputusan KPK menonaktifkan para pegawai yang tak lulus TWK. Mereka tak setuju jika KPK menonaktifkan pegawai hanya karena tak lulus TWK.

 

"Saya berharap penonaktifan ini bersifat sementara saja. Penonaktifan bukan pemecatan. TWK tidak bisa dijadikan satu-satunya standar untuk memecat seorang pegawai yang sudah bertahun-tahun mengabdi di KPK," kata Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lapkesdam) PBNU Rumadi Ahmad kepada CNNIndonesia.com, Rabu.

 

Lapkesam PBNU sendiri telah mengeluarkan surat resmi sebagai sikap atas TWK KPK yang kontroversial tersebut pada yang diteken Rumadi dan Sekretaris Lakpesdam PBNU Marzuki Wahid pada 8 Mei 2021.

 

Jaringan GUSDURian yang bertekad merawat Indonesia seperti amanat almarhum Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun mengeluarkan sikap yang mengkritik TWK KPK serta penonaktifan 75 pegawai yang disebut tak lolos dari ujian tersebut.

 

Manifesto itu kemudian disampaikan terbuka pada 11 Mei lalu, diteken Koordinator Jaringan GUSDURian Alissa Wahid. Alissa sendiri dikenal sebagai putri sulung dari Gus Dur.

 

"Meminta Presiden RI Joko Widodo untuk melakukan evaluasi total dan tidak menggunakan hasil penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan yang cacat moral tersebut untuk menyeleksi pegawai KPK," demikian poin kedua dari total lima poin sikap Jaringan GUSDURian tersebut.

 

GUSDURian mengingatkan bah KPK didirikan dengan proses yang panjang pascareformasi.

 

"Dimulai di era BJ Habibie, dibangun pondasi oleh KH Abdurrahman Wahid, dan diresmikan di era Megawati Soekarnoputri. Sudah seharusnya pemberantasan korupsi menjadi agenda utama negara, karena korupsi sangat menghancurkan sendi-sendi kehidupan," demikian tutup sikap Jaringan GUSDURian tersebut.


KPK Sebut Bukan Nonaktifkan

 

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan 75 pegawai bukan dinonaktifkan, tapi diminta untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada atasan langsung sampai ada keputusan lebih lanjut.

 

Ia menegaskan keputusan ini sesuai dengan keputusan rapat pada 5 Mei 2021 yang dihadiri oleh Pimpinan, Dewan Pengawas dan Pejabat Struktural.

 

Ali mengatakan penyerahan tugas tersebut dilakukan semata-mata untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di lembaga antirasuah tak terkendala dan menghindari permasalahan hukum terkait penanganan kasus yang tengah berjalan. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.