Latest Post


 


SANCAnews – Penyidik senior KPK, Novel Baswedan merasa aneh dengan potret Indonesia yang justru memusuhi para pejuang anti korupsi.

 

Padahal, mereka yang memperjuangkan pemberantasan korupsi mendapatkan penghormatan tertinggi di dunia internasinal.

 

Melalui akun Twitter Novel @nazaqistsha, Novel mengomentari cuitan akun @paijodirajo yang mengenang momen saat Novel mendapatkan penghargaan PIACCF Award dari Perdana Menteri Malaysia saat itu, Mahathir Mohamad.

 

"Apa enggak aneh, perjuangan anti korupsi seperti dimusuhi di negeri sendiri justru dihormati di internasional," kata Novel seperti dikutip Beritahits.id, Rabu (12/5/2021).

 

Dalam penghargaan yang diterima oleh Novel kala itu, Novel didapuk sebagai investigator pembasmi korupsi yang telah berdedikasi tinggi dalam pencegahan korupsi.

 

Namun, setelah setahun berlalu Novel justru disingkirkan dari lembaga antirasuah dengan dalih tak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan pegawai KPK.

 

Novel menyebut tes tersebut bukanlah tes untuk menyeleksi para pegawai yang beralih status kepegawaiannya menjadi ASN.

 

Menurutnya, tes tersebut justru sengaja dijadikan sebagai alasan untuk menyingkirkan para pegawai KPK yang sedang menangani kasus korupsi besar.

 

"Itu (Tes Wawasan Kebangsaan) digunakan untuk singkirkan 75 pegawai, beberapa sedang tangani kasus besar," ungkapnya.

 

Novel Baswedan Dinonaktifkan

 

Novel Baswedan bersama 74 pegawai KPK lainnya telah resmi dinonaktifkan usai tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan. Penonaktifan Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK itu termaktub dalam Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021, yang diteken Ketua KPK Firli Bahuri tertanggal 7 Mei 2021.


Novel dan 74 pegawai lainnya membenarkan akan menentang putusan yang dinilai janggal itu. Untuk mengatasi hal tersebut, Novel akan didampingi oleh tim kuasa hukum dari koalisi masyarakat sipil.

 

"Akan ada tim kuasa hukum dari koalisi masyarakatr sipil. Lucu juga SK (surat keputusan) penonaktifannya," kata Novel.

 

Dalam SK tersebut, ada poin yang menyebutkan Novel dan pegawai yang tak lulus harus menyerahkan tugas serta tanggung jawab ke atasan. Artinya, Novel tidak boleh lagi melakukan penyidikan atas kasus-kasus korupsi.

 

Padahal, selama ini diketahui, Novel serta sejumlah penyidik lain yang tak lulus TWK, dikenal sebagai orang yang getol membongkar kasus korupsi kelas kakap. (sc)





 


SANCAnews – Ketua Umum Persaudaraan Alumni atau PA 212, Slamet Maarif menyampaikan permintaan khusus kepada netizen dan orang-orang yang disebunya buzzer atas meninggalnya Tengku Zulkarnain.

 

"Jadi tidak perlu lagi di-bully, tidak perlu lagi dicaci lewat media, semua doakan saja," kata Slamet di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa, 11 Mei 2021.

 

Slamet Maarif mengatakan tidak ada manusia yang sempurna. Semua manusia pasti bisa khilaf dan berbuat salah. "Maafkan kesalahannya, doakan beliau," kata dia.

 

Menurut Slamet, Tengku Zulkarnain adalah sosok guru, sahabat dan abang baginya. Mantan pengurus Majelis Ulama Indonesia atau MUI itu juga disebut sebagai teladan.

 

"Bagaimana beliau berdakwah sampai akhir hayatnya,.sikap istiqomah dan tegasnya juga patut kita contoh, hak ya hak, batil ya batil, beliau tidak kenal rasa takut," ujar Slamet.

 

Tengku Zulkarnain atau biasa disapa Tengku Zul meninggal di Rumah Sakit Tabrani, Pekabaru, Riau, Senin 10 Mei 2021 dalam perawatan selama beberapa hari karena Covid-19. (tpc)



 


SANCAnews – Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Maarif mengaku sedih karena tak bisa merayakan Lebaran tahun ini bersama Habib Rizieq Shihab (HRS) dan Munarman. Slamet mendoakan rekan-rekannya yang masih menjalani proses hukum bisa bersabar.

 

"Lebaran tahun ini pasti sangat berbeda kondisinya, saya tidak membayangkan, besok hari H seperti apa. Tapi sekarang saja sudah berasa sangat sedih, prihatin, karena saya pasti tidak bisa berkumpul dengan guru dan sahabat-sahabat semua yang sekarang sedang ada dalam proses hukum," ujar Slamet di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (11/5/2021).

 

Slamet hari ini dihadirkan sebagai saksi dalam kasus swab test palsu di RS UMMI. Dia menjadi saksi meringankan.

 

Kembali ke Slamet. Dia berharap Rizieq dan Munarman bisa bebas dari kasus hukum yang menjerat mereka saat ini.

 

"Saya senantiasa berdoa mudah-mudahan beliau-beliau sabar dan majelis hakim saya berdoa mudah-mudahan tetap independen, tidak terpengaruh dengan aspek politis, kekuasaan dan sebagainya, sehingga bisa memutuskan sesuai dengan fakta yang ada, dan kami yakin, insyaallah doa kami dikabulkan, beliau kita doakan senantiasa bisa bebas dari jeratan hukum ini," papar Slamet.

 

Slamet mengaku hingga kini belum berkomunikasi lagi dengan Munarman usai penangkapan. Dia mengaku tidak mengetahui kondisi Munarman saat ini.

 

"Saya sendiri selalu berkomunikasi dengan penasihat hukum. Berita terakhir yang saya dapatkan belum bisa ketemu juga dengan Haji Munarman. Jadi saya belum dapat kabarnya seperti apa. Tapi saya berdoa mudah-mudahan beliau sehat-sehat saja," katanya.

 

Diketahui, majelis hakim kini belum mengabulkan penangguhan penahanan Rizieq untuk dapat berlebaran di rumah. Selain itu, Munarman juga ditangkap polisi dengan dugaan terorisme. (dtk)



 


SANCAnews – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat marah karena uang "partisipasi" dianggap lumrah terjadi di pengadaan izin ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

 

Majelis Hakim yang marah itu adalah, Hakim Ketua, Albertus Usada kepada saksi Anton Setyo Nugroho yang merupakan mantan PNS di Kementerian Kemaritiman dan Investasi yang kini menjadi PNS di KKP.

 

Saksi Anton yang dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di persidangan terdakwa Edhy Prabowo dkk ini mengungkapkan adanya permintaan uang partisipasi oleh Andreau selaku Staf khusus (Stafsus) Edhy yang juga menjabat sebagai Ketua tim due dilligen atau tim uji tuntas.

 

Dalam sidang ini, Hakim Ketua Albertus meminta JPU memperdalam keterangan saksi Anton yang disebut adanya konflik kepentingan.

 

Dalam keterangannya ini, Anton mengaku pernah mengurus izin ekspor PT Anugerah Bina Niha (ABN).

 

Anton pun menjelaskan bahwa, pada Januari 2020, Sukanto yang merupakan Direktur Utama PT ABN datang menemuinya untuk meminta tolong dibantu agar bisa menjadi eksportir BBL.

 

"Jadi Pak Kanto meminta saya, 'Ton tolong dibantu karena saya memang gak punya kenalan dimana saya harus berusaha, apa yang harus saya siapkan?'. Terus beliau juga menyampaikan 'modal berapa kira-kira yang untuk bisa menjalankan perusahaan ini?' Terus saya sampaikan ke beliau syarat-syaratnya yang pertama perusahaan bapak memang harus jelas secara izin, bapak juga harus mempunyai budidaya lobster serta bapak juga harus menyiapkan proposal bisnis," ujar Anton di ruang persidangan, Selasa (11/5).

 

Setelah itu, Anton menghadap Andreau di ruangan Andreau di Kantor KKP dan menyampaikan keinginan Sukanto agar PT ABN ikut berpartisipasi sebagai eksportir BBL.

 

Dalam pertemuan itu, Andreau kata Anton, membeberkan beberapa persyaratan. Salah satunya terkait modal yang harus disetorkan pengusaha untuk berpartisipasi.

 

"Ada tambahannya mohon izin ya memang ada semacam modal yang harus disetorkan dari pengusaha untuk berpartisipasi. Pak Andreau menyampaikan itu hal umum yang terjadi," kata Anton menirukan ucapan Andreau.

 

Tim JPU pun kembali mendalami terkait uang partisipasi yang dimaksud saksi Anton.

 

"Ada uang partisipasi, yang itu menjadi kebiasaan para pengusaha ekspor dalam pengurusan ini," kata Anton.

 

Andreau kata Anton, menyebutkan nominal uang partisipasi tersebut, yaitu sebesar Rp 3,5 miliar.

 

"Saya kutip aja ya pak di BAP bapak bahwa 'Andreau bilang namun harus ada uang partisipasi nyetor, kemudian saya jawab berapa bang nilai partisipasinya? Kemudian dijawab Andreau, yang duluh-dulu bisa mencapai Rp 5 miliar sampai dengan Rp 10 miliar. Yang sudah ini cukup Rp 3,5 miliar saja' Benar pak?" tanya Jaksa usai membacakan BAP Anton dan diamini Anton.

 

Dalam ucapan itu, Anton memahami bahwa uang tersebut merupakan hal yang lumrah dalam proses perizinan tersebut.

 

"Ya saya memahaminya itu sebagai hal yang lumrah dalam proses perizinan ini. Maksudnya, berarti kalau ABN..." jawab Anton yang kemudian dipotong oleh Hakim Ketua Albertus.

 

Hakim Ketua Albertus pun marah mendengar jawaban saksi Anton tersebut. Seharusnya kata Hakim, Anton mengurus mutasinya dari Kementerian Kemaritiman dan Investasi ke KKP. Akan tetapi, Anton malah mengurusi perizinan.

 

"Kamu seharusnya melimpah disana karena repot ngurus-ngurus izin perusahaan itu, itu kan conflict of interest kamu itu. Kamu tuh ngurus status pindahanmu dari Kementerian Kemaritiman Investasi ke KKP. Kamu dikenalkan sejak itu di Hotel Alama, kok kamu asyik sekali malah ngurus izinnya PT Anugerah Bina Niha. Ko diperhamba seorang direktur Utama yang namanya Sukanto Ali Minoto. Rusak ini kalau ASN begini semua. Kamu mengatakan itu biasa, kamu paham gak pembangunan zona integritas ini?" tegas Hakim Ketua Albertus.

 

"Kok hal yang lumrah, itu catat besar itu di Berita acara itu. Ini saksi apa ini. Ini fakta baru ini. Kamu kok menyangkut pembayaran-pembayaran begini kok jadi hal yang lumrah. Kamu tidak fokus mengurus izin mutasimu ke KKP, malah diperhamba oleh pihak ketiga yang mengurus izin ekspor BBL. Mau dibawa kemana negara begini caranya itu? Kamu S2 di Jepang, S3 di Jepang, begini kah hasilnya kamu studi di luar negeri? Kamu harus membangun demi Ibu Pertiwi kok malah kaya begini. Ini begini kok hal yang lumrah," sambung Hakim Ketua Albertus.

 

Hakim pun lantas mempertegas jawaban Anton tersebut terkait dialognya dengan Andreau. Anton pun membenarkan percakapan tersebut.

 

"Dan saudara di fakta persidangan, itu hal yang lumrah? tanya menegaskan Hakim Ketua Albertus.

 

"Iya, jadi menurut saya, saya pikir itu memang semuanya seperti itu gitu," jawab Anton.

 

JPU pun kemudian melanjutkan bertanya kepada saksi Anton. JPU mendalami pemberian uang partisipasi tersebut.

 

Anton menyebutkan bahwa, setelah adanya percakapan tersebut, ia langsung kembali menemui Sukanto dan menyampaikan ada uang partisipasi sebesar Rp 3,5 miliar. Akan tetapi, Sukanto hanya sanggup memberikan Rp 2,5 miliar.

 

Atas kesanggupan Sukanto, Anton kembali menemui Andreau dan menyampaikannya. Andreau kemudian menyetujui untuk PT ABN hanya Rp 2,5 miliar untuk uang partisipasinya.

 

Uang Rp 2,5 miliar tersebut selanjutnya diberikan Sukanto kepada Anton untuk diserahkan kepada Andreau melalui urusannya secara bertahap.

 

Selain itu, Sukanto juga memberikan uang Rp 100 juta kepada Anton untuk diserahkan langsung kepada Andreau di Kantor KKP. (rmol)



 


SANCAnews – Nama politisi PDIP, Aria Bima muncul di persidangan saksi perkara dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (11/5).

 

Nama Aria muncul saat tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Majelis Hakim menggali keterangan saksi PNS di KKP, Anton Setyo Nugroho. Saat peristiwa, saksi masih menjadi PNS di Kementerian Kemaritiman dan Investasi.

 

Dalam keterangannya, saksi Anton mengaku menyerahkan uang Rp 2,6 miliar kepada Andreau Misanta Pribadi selalu Staf khusus (Stafsus) Menteri Edhy Prabowo.

 

Anton menjadi perantara antara PT Anugerah Bina Niha (ABN) dengan KKP. Uang tersebut pun berasal dari Direktur Utama (Dirut) PT ABN, Sukanto yang meminta Anton membantu agar PT ABN menjadi eksportir BBL di KKP.

 

Pemberian uang itu dilakukan secara bertahap. Untuk Rp 2,5 miliar diberikan bertahap kepada Andreau. Sedangkan yang Rp 100 juta merupakan uang ucapan terima kasih dari Sukanto kepada Andreau.

 

"Ya disampaikan itu ada, tapi saya tidak tahu pasti apakah itu ke Pak Menteri atau tidak," kata Anton seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

 

Anton juga mengungkapkan bahwa Andreau membawa nama Aria Bima saat menyampaikan kepada Edhy soal keikutsertaan PT ABN menjadi eksportir BBL.

 

"Jadi untuk meyakinkan Pak Menteri, bahwa Anugerah Bina Niha ini dibawahi oleh Bapak Aria Bima," kata Anton.

 

Mendengar itu, Hakim Ketua Albertus Usada mendalami sosok Aria Bima tersebut. Menurut Anton, Ari Bima merupakan politisi dari PDIP.

 

"Ini anggapan biar izinnya cepat keluar atau benar bahwa PT Anugerah Bina Niha ini ada hubungannya dengan politisi PDIP Aria Bima, jangan sembarang nyebut nama-nama loh?" tanya Hakim Ketua Albertus kepada Anton.

 

"Iya jadi saya hanya mendengarkan dari Pak Andreau bahwa ini di bawah Pak Aria Bima," jawab Anton.

 

Hakim Ketua Albertus selanjutnya membacakan keterangan Anton yang tercantum dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saat diperiksa di penyidikan KPK.

 

"Saya kutip saja nomor 18, 'selain itu Andreau Misanta Pribadi pernah bilang kepada saya, kepada saksi Anton ya, bahwa untuk meyakinkan Edhy Prabowo agar setuju terkait dengan pemberian izin ekspor BBL kepada PT Anugerah Bina Niha, maka Andreau Misanta Pribadi akan menyampaikan kepada Edhy Prabowo bahwa PT Anugerah Bina Niha adalah perusahaan di bawah Aria Bima (politisi PDIP). Walaupun pada kenyataannya, PT ABN adalah milik Sukanto Ali Winoto, bukan milik Aria Bima. Beginikah kata-katanya?" tanya Hakim Ketua Albertus.

 

"Iya jadi bahwa Pak Andreau menyampaikan bahwa 'saya akan ke Pak Menteri bahwa ABN di bawah koordinasi Pak Bima'," kata Anton menirukan ucapan Andreau.

 

Akan tetapi kata Anton, kenyataannya adalah PT ABN bukan milik Aria Bima, melainkan milik Sukanto.

 

"Jangan sampai muncul fitnah lagi keterangan ini, harus dikonfirmasi di sini, hati-hati menyebut nama seseorang ya," pungkas Hakim Ketua Albertus. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.