Latest Post



SANCAnews – Mantan pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ustaz Tengku Zulkarnain atau dikenal dengan Tengku Zul dikabarkan meninggal dunia.

 

Kabar ini disampaikan oleh dr Diana Tabrani, pengelola Rumah Sakit Tabrani, Pekanbaru.

 

Dikabarkan, Tengku Zul meninggal dunia pada saat azan Maghrib, Senin (10/5/2021) di Rumah Sakit Tabrani, Jalan Sudirman, Pekanbaru.

 

"Innalillahi wa innailaihi rojiun. Telah berpulang ke rahmatullah Ust. Tengu Zulkarnain," kata dr Diana Tabrani, dikutip dari riauonline.co.id--jaringan Suara.com.

 

Berdasarkan penjelasan dr Diana Tabrani, Tengku Zul meninggal usai mencoba melawan virus corona.

 

Hingga berita ditulis, belum ada keterangan resmi dari pihak keluarga perihal kabar ini.

 

Sebelumnya, Ustaz Tengku Zul dikabarkan terpapar virus corona atau covid-19. Isu tersebut beredar lantarai Tengku Zul tak lagi aktif di media sosial. Hal tersebut pun dikonfirmasi oleh pihak rumah sakit.

 

Saat mengonfirmasi hal tersebut kepada pihak rumah sakit, petugas keamanan mengatakan bahwa memang ada nama pria berusia 57 tahun tersebut di sana beberapa waktu yang lalu.

 

"Pasien bernama Tengku Zulkarnain berusia 57 memang pernah masuk di sini, kalau Covid-19 saya tidak tahu," ucap salah satu petugas jaga RS Prof Dr Tabrani kepada Riauonline.co.id--jaringan Suara.com, Minggu (9/5/2021).

 

Selain itu, pihak petugas jaga depan pintu masuk RS Tabrani juga mengatakan bahwa pasien dengan nama Tengku Zulkarnain sudah tidak dirawat di RS tersebut.

 

"Saat ini sudah tidak ada pasien bernama Tengku Zulkarnain, lebih lanjut hubungi saja atasan kami," lanjutnya.

 

Tengku Zul sempat mencuitkan tentang covid-19 melalui akun Twitter pribadinya pada Minggu (2/5/2021).

 

"Semoga semua kaum Muslimin yg wafat (wafat) kena covid 19 diampuni dan dimuliakan Allah. Sementara yg berhasil sembuh dilindungi Allah dalam keta’atan kepadaNya. AlFatihah. Amin," tulisnya. []



 


SANCAnews – Ahli hukum tata negara Refly Harun dihadirkan dalam kasus kerumunan dan dugaan pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Refly dihadirkan sebagai saksi oleh pihak terdakwa.

 

Dalam kesaksiannya sebagai ahli hukum, Refly menyebut kalau Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan para pejabat pemerintah, bukan menjadi dasar hukum pidana bagi para pelanggarnya.

 

Pernyataan Refly ini ketika ada pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait adanya SE yang mengatur tentang warga negara Indonesia yang harus dikarantina mandiri selama 14 hari setelah datang dari luar negeri. Hal itu dikarenakan kata Jaksa, khawatir yang bersangkutan membawa virus mengingat sedang masa pandemi.

 

"Pelanggaran terhadap pelaksanaan dari SE yang merupakan bagian dari PSBB tersebut apakah juga merupakan pelanggaran pasal 9 ayat 1 yang diancaman pasal 93 UU kekarantinaan kesehatan?," tanya Jaksa kepada Refly dalam persidangan.

 

Refly berpendapat sekaligus menjawab pertanyaan JPU, bahwa pelanggar tidak dapat ditindak secara pidana. Pasalnya,

SE bukan sebuah regulasi yang mengikat secara umum, melainkan mengikat secara internal.

 

"Seharusnya tidak ada pelanggaran terhadap SE, kalaupun ada pelanggaran terhadap SE maka itu dianggap sebagai pelanggaran disiplin saja terhadap surat edaran tersebut," ucapnya.

 

Refly mencontohkan, dalam sebuah perusahaan, pimpinan memberikan edaran kepada jajarannya untuk menaati prokes. Pada saat karyawan tidak mentaati, maka hal tersebut, kata Refly hanyalah pelanggaran disiplin saja.

 

"Apabila tidak taat prokes maka bisa dikatakan itu pelanggaran disiplin yaitu tidak menaati perintah," tuturnya.

 

Sebab, kat Refly, peraturan dalam SE itu tidak mengatur secara luas, bahkan dia mengaku merasa heran dengan sikap pemerintah yang kerap mengeluarkan SE.

 

Padahal kata dia, jika ingin menerapkan larangan maka seharusnya yang disusun adalah peraturan-peraturan bukan surat edaran. Oleh karena itu, Refly mengatakan untuk perkara yang diatur dalam SE tersebut tidak dapat dikaitkan dengan peraturan hukum.

 

Sebab kata dia, kalaupun ada pelanggaran seharunya hal itu dikaitkan dengan Undang-Undang atau peraturan-peraturan seperi Perpu, Peraturan Menteri dan Peraturan Satgas. rmol)



 


SANCAnews – Seorang pemuda bernama Trio Fauqi Virdaus asal Buaran, Jakarta Timur, meninggal dunia usai disuntik vaksin AstraZaneca dari Universitas Oxford, Inggris AstraZeneca.

 

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emmanuel Melkiades Lakalena mendesak pemerintah untuk menahan distribusi vaksin AstraZeneca ke masyarakat Indonesia untuk program vaksinasi nasional.

 

"Kalau memang barangnya ini masih bermasalah, sebaiknya dihold dulu, jangan sampai lagi muncul korban-korban berikutnya yang tidak perlu yang bisa membuat masyarakat kita jadi korban karena AstraZeneca,” tegas Melki kepada wartawan, Senin (10/5).

 

Politisi dari Fraksi Golkar ini menambahkan, Komisi Nasional Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) harus melaukan pengecekan.

 

Termasuk menganalisis mendalam terkait penyebab meninggalnya peserta vaksinasi yang menggunakan AstraZaneca di GBK beberapa waktu lalu.

 

Melki mengakui sudah memberi catatan kepada beberapa pihak seperti Kemenkes, BPOM, Komnas KIPI untuk mencermati dampak Astrazeneca yang terjadi di berbagai negara Eropa. Negara- negara yag sebelumnya sudah menahan peredaran vaksin AstraZeneca.

 

"Sudah memberikan catatan kepada Badan POM, Kemenkes, dan Komnas KIPI itu untuk betul-betul sangat berhati-hati dalam memastikan penggunaan AstraZenaca di Tanah Air karena melihat perkembangan di berbagai belahan dunia yang lain,” ujarnya.

 

Legislator dari NTT ini mengatakan, peristiwa meninggalnya Trio Fauqi Virdaus yang disuntik AstraZeneca, harus menjadi perhatian serius dari pemerintah. Khususnya, Kemenkes, BPOM, dan juga Komnas KIPI.

 

“Agar alasan betul-betul sesuai data lapangan apa adanya kepada publik. Jadi kita harus betul-betul dapat kejelasan dari 3 pihak ini ya, Komnas KIPI, Kemenkes, Badan POM. Sehingga masyarakat tenang mengikuti vaksinasi menggunakan produk AstraZeneca,” ucapnya.

 

"Karena ini bukan kita di dalam negeri, tapi di belahan dunia lain, khususnya di Eropa itu sudah meng-hold,” tandasnya. [rmol]




SANCAnews – Video iring-iringan RI-1 yang dinarasikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mudik beredar di media sosial. Istana membantah kabar viral tersebut.

 

Dalam video viral berdurasi 41 detik seperti dilihat Senin (10/5/2021), tampak iring-iringan mobil melintas di sebuah ruas jalan. Si perekam video menyebut banyak mobil tersebut berpelat B. Perekam itu juga menyebut RI-1 pulang kampung.

 

Klarifikasi kemudian datang dari pihak Istana Kepresidenan. Video yang beredar di media tersebut merupakan rombongan Presiden Jokowi saat kunjungan kerja ke Jawa Timur.

 

"Itu benar rombongan Presiden. Video tersebut saat Presiden kunjungan kerja ke Jawa Timur hari Kamis 6 Mei 2021," kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin lewat pesan singkat, Senin (10/5/2021).

 

"Video tersebut perjalanan rombongan Presiden dari Lamongan menuju Surabaya untuk meresmikan fasilitas Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Lokasi di video tersebut di daerah Gresik sebelum masuk gerbang tol (GT) Kebomas," sambung Bey.

 

Bey menegaskan Jokowi tidak mudik. Narasi yang menyebutkan Jokowi mudik ditegaskan tidak benar, "Jadi bukan mudik, tapi kunjungan kerja ke Jawa Timur," tutur Bey. (dtk)




SANCAnews – Kedatangan ratusan warga negara asing (WNA) asal China baru-baru ini perlu disikapi dengan jernih dan bijak. Sebab tak dipungkiri hingga kini, Indonesia masih cukup ketergantungan terhadap tenaga dari asing.

 

"Mengingat di masa pandemi saat ini, ketergantungan terhadap asing masih cukup tinggi, antara lain 90 persen bahan obat-obatan dan alat kesehatan kita masih impor, bahkan vaksin semunyanya impor. Ini kita butuh WNA untuk berkoordinasi, misalnya,” ucap anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (10/5).

 

Di sisi lain, politisi PDIP ini mendorong pemerintah memberlakukan screening ketat WNA yang akan masuk ke Indonesia sesuai dengan ketentuan Satgas Covid-19 dan juga melihat situasi dan kondisi negara WNA tersebut.

 

"Seperti saat ini, perlu kita waspada dan pantau negara mana yang mengalami lonjakan Covid-19 sehingga harus ekstra hati-hati, misalnya Thailand dan Malaysia yang mengalami lonjakan serius. Maka WNA dari sana harus kita screening ketat dan wajib mengikuti aturan masuk ke kita yakni wajib karantia 14 hari,” jelasnya.

 

Guna mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus positif pandemi Covid-19, Rahmad mendorong pemerintah mengontrol negara-negara sahabat mengenai laju pandemi negara masing-masing.

 

“Ini perlu dilakukan guna mengambil langkah dan putusan apakah kita tutup sementara atau diizinkan dengan ketentuan screening yang ketat bila masuk ke Indonesia,” tandasnya. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.