Latest Post


 


SANCAnews – Mahkamah Agung (MA) memutuskan membatalkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang seragam siswa. MA memerintahkan termohon, yakni Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri mencabut SKB yang mengatur penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah.

 

Dikutip dari petikan putusan, Jumat (7/5), MA menyatakan, “Mengadili, memerintahkan kepada Termohon I, Termohon II, dan Termohon III untuk mencabut Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021.”

 

Majelis hakim yang mengadili perkara dengan nomor: 17/P/HUM/2021 ini adalah Yulius sebagai hakim ketua serta Irfan Fachrudin dan Is Sudaryono masing-masing sebagai hakim anggota. Sedangkan pemohon adalah Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat.

 

Dalam putusannya hakim menilai SKB tentang pakaian seragam bertentangan dengan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 UU 23/2014 tentang pemerintahan daerah dan Pasal 1 angka 1 UU 35/2014 tentang perubahan atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

 

SKB juga dinilai bertentangan dengan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan Pasal 1 angka 1 dan 2, Pasal 3, dan Pasal 12 ayat (1) huruf a UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Itulah sebabnya hakim menyatakan SKB tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Seperti diketahui, pada Januari 2021 beredar video Elianu Hia, orang tua dari Jeni Hia, siswi SMK Negeri 2 Padang memperotes aturan sekolah yang mewajibkan pelajar wanita mengenakan jilbab. Elianu menolak anaknya mengenakan jilbab lantaran bukan muslim. Namun tuduhan tersebut dibantah pihak SMK Negeri 2 Padang. Sekolah menyatakan hanya mewajibkan jilbab bagi siswa beragama Islam.

 

Menanggapi hal itu, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan keputusan memakai seragam dan atribut agama seharusnya menjadi keputusan individu, baik bagi guru, siswa, dan orang tua sebagai individu. Hal ini pun membuat Nadiem bersama Menag Yaqut Cholil Qoumas dan Mendagri Tito Karnavian membuat SKB.

 

Dalam SKB itu disebutkan pemerintah daerah dan sekolah negeri tak boleh mewajibkan atau melarang murid mengenakan seragam beratribut agama. Nadiem menegaskan agama apa pun tidak akan dilarang maupun diwajibkan menggunakan atribut tertentu di sekolah.

 

Nadiem memerintahkan semua sekolah negeri mencabut aturan terkait seragam dan atribut keagamaan maksimal 30 hari setelah SKB berlaku. Jika tidak Kemendikbud mengancam akan menghentikan pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya. []




SANCAnews – Mempercepat penerapan inovasi penyelenggaraan Statistik Sektoral di Provinsi Sumatera Barat dan mendukung Program Nasional Desa Cantik (Cinta Statistik). Maka target dan sasaran inovasi Nagari Statistik, diarahkan pada keterwakilan Nagari di masing-masing Kecamatan dalam wadah Kecamatan Statistik.

 

Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) melakukan sosialisasi dan presentasi mengenai penetapan Kabupaten Ulakan Tapakih sebagai Kabupaten Statistik di Kabupaten Padang Pariaman yang bertempat di Aula Kantor Kecamatan di Nagari Sungai Gimba Ulakan, Jumat (7/5). 


Sosialisasi dihadiri oleh Kepala Bidang Layanan Kominfo Diskominfo Provinsi Oni Fajar Syahdi, MMA bersama rombongan, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Padang Pariaman Joni Suryadi, SE.MM, Kabid Statistik dan Persandian Diskominfo Kabupaten Padang Pariaman Drs. Suhaili, MH. Camat Ulakan Tapakih diwakili Kasi Trantib. Kecamatan Anesa Satria, SH.MM. Kasi Statistik Diskominfo Nelly Aswati, SE.MM. dan diikuti oleh Kasi-Kasi di Kecamatan, Penyuluh Pertanian dan Penyuluh KB beserta Wali Nagari se Kecamatan Ulakan Tapakih.

 


Materi terkait pembentukan dan pengembangan Statistik Nagari serta peran Kecamatan disampaikan oleh Oni Fajar Syahdi dari Dinas Kominfo Provinsi. Kemudian Joni Suryadi Kepala Kantor BPS memaparkan tentang pengelolaan dan fungsi Data Statistik Sektoral dalam pelaksanaan pembangunan di Nagari.

 

Kepada media, Oni Fajar mengatakan, bahwa secara umum kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan sistem Statistik berbasis nagari yang handal, efektif dan efisien. Sesuai dengan prinsip Satu Data Indonesia dan meningkatkan pemahaman Pemerintah Daerah tentang pemanfaatan data potensi desa untuk penguatan Statistik Nagari yang ada di Kabupaten/kota se-Sumatera Barat.

 

"Untuk diusulkan sebagai Nagari Statistik, perlu diperhatikan beberapa aspek. Diantaranya, status Nagari, SDM, infrastruktur dan telekomunikasi serta sarana dan prasarana yang tersedia. Agar dapat disesuaikan dengan program Desa Cantik Nasional", ujar Oni.

 

Menurut Joni Suryadi, Data Statistik Sektoral dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan serta membantu para pemangku kepentingan dalam memahami kondisi umum setiap Nagari di Kecamatan Ulakan Tapakih Kabupaten Padang Pariaman.

 

"Data dan informasi tentang potensi spesifik yang dimiliki oleh semua wilayah hingga tingkat terkecil, merupakan bahan yang penting bagi perencanaan, implementasi, pengendalian, dan evaluasi Pembangunan Daerah secara umum atau bahkan secara spesifik menurut wilayah tertentu". jelas Joni.

 

Senada dengan itu, Camat Ulakan Tapakih yang diwakili oleh Anesa Satria mengucapkan rasa terima kasih atas ditetapkan wilayahnya sebagai Kecamatan Statistik di kabupaten Padang Pariaman. Ia berharap kepada Dinas Kominfo dan Kantor BPS Padang Pariaman, untuk dapat melakukan pembinaan dan pendampingan di tujuh Nagari lagi. Pasalnya, pada tahun 2020 Nagari Seulayat Ulakan juga telah ditetapkan sebagai nagari Statistik, bersama 41 Nagari / Desa / Kelurahan Statistik lainnya di Sumatera Barat.

 

"Kita berharap, dukungan Kebijakan, Program dan Kegiatan oleh BPS selaku Institusi Pembina Data Statistik serta Dinas Kominfo Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Padang Pariaman selaku Walidata Statistik Sektoral, dalam pelaksanaan Program dan Kegiatan Nagari Statistik di Kecamatan Ulakan Tapakih", pinta Anesa.

 

Usai sesi tanya jawab dan diskusi, Pemerintah Kecamatan Ulakan Tapakih bersama delapan Pemerintah Nagari di wilayahnya menandatangani kesepakatan bersama dan dukungan penuh untuk penetapan Kecamatan Ulakan Tapakih sebagai Kecamatan Statistik di Kabupaten Padang Pariaman yang disaksikan oleh Dinas Kominfo Provinsi dan Kabupaten serta Kantor BPS Padang Pariaman. (Zultjg)



 


SANCAnews – Pendakwah Gus Miftah menyebut ada empat jenis umat Islam di Indonesia jika dilihat dari pilihan paham dalam beragama dan berbangsa. Hal itu disampaikannya saat bertausiah di kantor PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (6/5).

 

Kategori pertama, kata Gus Miftah, umat Islam yang berpaham ahlusunah waljamaah dalam kehidupan beragama, lantas berideologikan Pancasila dalam menjalani aktivitas berbangsa.

 

"Ini adalah orang yang paling ideal untuk tinggal di Indonesia," kata pria bernama asli Miftah Maulana Habiburrahman

 

Selanjutnya, kata Gus Miftah, umat yang beraliran ahlusunah waljamaah dalam kehidupan beragama, tetapi khilafah menjadi ideologi saat berbangsa.

 

"Ini adalah orang-orang yang sangat menipu. Kenapa? Akidahnya sama, tetapi ideologi berbangsanya adalah khilafah dan ini sangat berbahaya," kata pria Lampung itu.

 

Kategori berikutnya, kata Gus Miftah, umat Islam yang tidak berpaham ahlusunah waljamaah, tetapi memiliki ideologi Pancasila dalam kehidupan bernegara.

 

Terakhir, kata pendiri Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, Yogyakarta itu, umat Islam non-ahlusunah waljamaah yang memilih khilafah sebagai ideologi berbangsanya.

 

Dia mengatakan empat jenis orang Indonesia dalam beragama dan bernegara ini perlu menjadi perhatian bersama.

 

Setidaknya keberlangsungan paham ahlusunah waljamaah dan ideologi Pancasila bisa terawat di tanah air.

 

Menurut Gus Miftah, Indonesia adalah rumah besar dengan enam kamar keagamaan. Jika Pancasila dipahami dan diyakini dengan baik, ujarnya, setiap orang tidak akan merecoki keyakinan rekan sebangsa.

 

"Jadi, yang masalah kalau masuk ke kamar orang lain, tidur, dan bahkan ngompol di sana. Maka masyarakat harus pahami Pancasila, apa pun agamanya," kata alumnus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu.

 

Gus Miftah juga memberi nasihat bahwa pemeluk agama harus menyatakan ajaran agama yang dipeluk ialah benar. Namun, kata dia, hal itu tidak boleh disertai dengan menyalahkan agama orang lain.

 

"Sebagai pemeluk agama A, kita harus mengatakan agama kita benar tanpa harus menyalahkan agama lain," ujar dia.

 

Kepada masyarakat, Gus Miftah juga mengajak agar ikut pendapat ahli. Namun, kata dia, tak ikut-ikutan dengan orang yang berlagak ahli.

 

"Posting yang penting, jangan yang penting posting, karena kita sering begitu," katanya.

 

Gus Miftah bertausiah di kantor PDIP saat acara silaturahmi sekjen parpol pendukung pemerintah sekaligus berbuka puasa bersama.

 

Para sekjen parpol koalisi yang hadir di antaranya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Sekjen PPP Arwani Thomafi,  Sekjen PKB Hasanuddin Wahid, Sekjen PBB Afriansyah Noor, Sekjen Perindo Ahmad Rofiq, Sekjen PKPI Verry Surya Hendrawan.

 

Hadir juga Sekretaris Dewan Pembina PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani. []


 


SANCAnews – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras mengatakan bersamaan dengan 100 hari kepemimpinan Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit yang jatuh pada 7 Mei 2021, mereka menilai tidak adanya perubahan signifikan dalam perbaikan kinerja institusi Korps Bhayangkara.

 

Catatan tersebut menurut mereka berasal dari hasil analisa dan pemantauan terhadap 16 program prioritas 100 hari yang telah disusun oleh Listyo. Koordinator Kontras Fatia Maudiliyanti merinci, pertama program perubahan teknologi kepolisian modern di era police 4.0. Kontras menilai Kapolri justru merealisasikan virtual police yang jadi alat represi baru di dunia digital.

 

"Operasi virtual police justru bersifat menindak dan mengatur ekspresi warga negara. Padahal penindakan seharusnya dilakukan kepada mereka yang melakukan tindakan kriminal lewat media sosial," ucapnya kepada wartawan, Kamis 6 April 2021.

 

Yang kedua, lanjutnya program pemantapan kinerja kamtibmas. Kapolri dinilai justru melakukan simplifikasi dengan penjagaan pada program investasi negara yang tidak memerhatikan dampaknya ke masyarakat.

 

"Yaitu munculnya ruang kriminalisasi terhadap warga yang bersuara. Seperti yang terjadi di Desa Wadas, Jawa Tengah," katanya.

 

Kemudian yang ketiga, program dukungan dalam penanganan COVID-19. Kepolisian dirasa sangat diskriminatif dalam penanganan kerumunan. Penanganan COVID-19 jadi dalih penangakapan sewenang-wenang dan pembubaran aksi massa. Tapi, sikap berbeda dari kepolisian pada kerumuman yang disebabkan karena kedatangan Presiden Jokowi. Polisi tidak menindaklanjuti dan tidak menerapkan sanksi atas kejadian tersebut.

 

"Keempat, program penguatan fungsi pengawasan jutsru tidak tercermin karena carut marutnya penegakan etik kepolisian. Jenis pelanggaran baik itu disiplin, etik dan pidana terus mengalami kenaikkan. Belum sampai 4 bulan, sudah terjadi sebanyak 536 pelanggaran disiplin, 279 pelanggaran KEPP, dan 147 pelanggaran pidana," ucap dia.

 

Sedangkan yang kelima, prioritas Kapolri untuk meminimalisir public complaint. Prioritas Kapolri untuk meminimalisir public complaint juga tak membaik dalam 100 hari ini.

 

"Selama 100 hari kepemimpinan Jenderal Listyo, kondisi penegakan hukum dan HAM yang dilakukan oleh kepolisian tak kunjung membaik. Kami melihat praktik-praktik tersebut semakin masif dilakukan, baik di ruang publik maupun digital. Hal ini kami khawatirkan sebagai pola yang akan terus kembali terjadi sepanjang kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit selama beberapa tahun ke depan," ujar dia lagi. []



 


SANCAnews – Komite Eksekutif Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gde Siriana Yusuf menengarai banyaknya elite partai politik (Parpol) dan kader partai yang terlibat perkara rasuah. Imbasnya, membuat petinggi Parpol dan anggota DPR terkesan bersikap ambigu.

 

Menurut Gde, para petinggi parpol dan kadernya di senayan nampak tidak bersuara keras saat ada upaya sistematis yang mengarah pada skema pembersihan KPK dari orang yang tidak segaris dengan kepemimpinan KPK saat ini.

 

"Banyaknya elite/kader parpol yang diduga terlibat dalam kasus korupsi belakangan ini membuat Parpol dan fraksi DPR terkesan ambigu, tak berdaya atau diam saja ketika ada upaya-upaya 'membersihkan' @KPK_RI," demikian ungkapan Gde Siriana, Kamis (6/5).

 

Menurut pandangan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus), dari sosok yang berintegritas akan muncul harapan bahwa berbagai kasus yang diduga menyasar partai tertentu bisa diungkap secara terang benerang.

 

"Dari orang-orang yang brintegritas. Harapannya kasus-kasus yang sedang berjalan tidak akan tersentuh oleh elite," demikian kata Gde.

 

Sejak jelang akhir tahun 2020, petinggi partai yang terlibat kasus rasuah adalah Wakil Ketua Umum Gerindra yang diduga terlibat korupsi benur. 

 

Selain itu, yang juga menjadi sorotan publik tercokoknya Wakil Bendahara DPP PDIP yang juga Menteri Sosial harus berurusan dengan KPK karena diduga menerima suap puluhan miliar rupiah.

 

Suap itu diterima dari korupsi bantuan sosial (Bansos) bagi masyarakat terdampak pandemi virus corona abru (Covid-19).

 

Di waktu yang bersamaan publik sedang menyoroti terkait tidak lolosnya 75 pegawai KPK. Sebabnya, mereka tidak lulus uji wawasan kebangsaan. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.