Latest Post

 


SANCAnews – Penangguhan penahanan inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jumhur Hidayat, dikabulkan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

 

Kepala Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat, Andi Arief, memberikan selamat kepada Jumhur yang bakal keluar dari penjara pada Kamis sore ini (6/5).

 

"Selamat berkumpul bersama keluarga bro Jumhur Hidayat. Penangguhan penahanan dikabulkan hakim," ujar andi Arief dalam akun Twitternya, sesaat lalu.

 

Namun begitu, Andi Arief berpandangan bahwa penangguhan penahanan semestinya juga berlaku bagi mereka yang masuk kategori tahanan politik.

 

Maka dari itu, mantan aktivis 98 ini berharap sosok seperti eks Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab juga mendapatkan penangguhan penahanan seperti Jumhur.

 

"Seharusnya mereka yang ditahan karena alasan politik dibebaskan, minimal ditangguhkan. Saya berdoa HRS juga ditangguhkan seperti Jumhur," pungkas Andi Arief dalam kicauannya.

 

Kabar penangguhan penahanan Jumhur dikabulkan telah dibenarkan oleh sejumlah pihak. salah satunya oleh inisiator penjamin penangguhan penahanan Jumhur, Andrianto, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (6/5).

 

"Rencana sore ini (Kamis, 6 Mei) pukul 16.00 WIB, Jumhur akan meninggalkan rumah tahanan Bareskrim Polri untuk berkumpul bersama keluarganya," ujar Andrianto.

 

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Sri Odit Megonondo, turut membenarkan kabar tersebut.

 

"Benar, suah ditangguhkan oleh hakim," ucapnya dalam kesempatan yang berbeda.

 

Sementara itu, kuasa hukum Jumhur, Oky Wiratawa memastikan bahwa kliennya saat ini sudah tidak lagi menjalani penahanan, karena permohonan penangguhan sudah dikabulkan oleh hakim.

 

"Per hari ini Jumhur dikeluarkan dari tahanan. Agenda (pekan lalu) saksi fakta yang meringankan dari kuasa hukum," tandasnya. []



 


SANCAnews – Penangguhan penahanan inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jumhur Hidayat, dikabulkan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

 

Hal itu disampaikan salah seorang tokoh inisiator penjamin penangguhan penahanan Jumhur, Andrianto, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (6/5).

 

"Rencana sore ini (Kamis, 6 Mei) pukul 16.00 WIB, Jumhur akan meninggalkan rumah tahanan Bareskrim Polri untuk berkumpul bersama keluarganya," ujar Andrianto.

 

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Sri Odit Megonondo, turut membenarkan kabar tersebut.

 

"Benar, sudah ditangguhkan oleh hakim," ucapnya dalam kesempatan yang berbeda.

 

Sementara itu, kuasa hukum Jumhur, Oky Wiratawa memastikan bahwa kliennya saat ini sudah tidak lagi menjalani penahanan, karena permohonan penangguhan sudah dikabulkan oleh hakim.

 

"Per hari ini Jumhur dikeluarkan dari tahanan. Agenda (pekan lalu) saksi fakta yang meringankan dari kuasa hukum," tandasnya.

 

Adapun permohonan penangguhan penahanan Jumhur yang dilayangkan tim kuasa hukum didukung oleh 20 tokoh masyarakat dengan menjadi penjamin penangguhan.

 

Para penjamin itu diantaranya adalah sebagai berikut:

 

1. Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2003-2008 Prof. Jimly Asshiddiqie

2. Ketua MK Periode 2013-2015 Hamdan Zoelva

3. Menteri Koordinator bidang Perekonomian era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli

4. Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun

5. Pengurus KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) Akhmad Syarbini

6. Kepala Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Andi Arief

7. Anggota DPR sekaligus Politisi Partai Gerindra Fadli Zon

8. Pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Paskah Irianto

9. Mantan anggota Komisi III DPR RI Ahmad Yani

10. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono

11. Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik.

12. Politisi Ariady Achmad

13. Abdul Rasyid

14. Asrianty Purwantini

15. Radhar Tri Darsono.

16. Bambang Isti Nugroho

17. Harlans Muharraman Fachra

18. Rizal Darma Putra

19. Wahyono

20. Andrianto. []



 


SANCAnews – Politisi Partai Demokrat Taufik Rendusara ikut menanggapi tidak lolosnya Novel Baswedan serta beberapa pegawai KPK lainnya dalam Tes Wawasan Kebangsaan.

 

Melihat hal tersebut, Taufik Rendusara menilai tidak lolosnya penyidik senior KPK seperti Novel Baswedan dan lainnya itu memang sengaja dilakukan guna suatu tujuan.

 

“Pemecatan Novel Baswedan Dan Beberapa Pegawai @KPK_RI Dengan Alasan Tidak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan Merupakan Upaya Pelemahan KPK,” ucap Taufik Rendusara, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Twitter miliknya @TRendusara, Rabu, 5 Mei 2021.

 

Akibat tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan tersebut, diketahui Novel Baswedan dan pegawai KPK lainnya, maka terancam akan dipecat atau diberhentikan dari lembaga anti rasuah itu.

 

Taufik Rendusara mengungkapkan, setelah mengetahui Novel Baswedan dan lainnya berpotensi diberhentika, ia meyakini hal tersebut merupakan angin segar bagi para koruptor di Indonesia.

 

“Tikus-tikus Pun Bergembira Menyanyikan Lagu Genjer-genjer Menyambut Dengan Suka Cita,” ujarnya.

 

Sebelumnya, beredar luas isu yang menyebutkan bahwa penyidik Senior Novel Baswedan dan puluhan pegawai KPK lainnya tak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan.

 

Tes Wawasan Kebangsaan itu sendiri merupakan salah satu syarat bagi pegawai KPK untuk beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

 

Menanggapi isu tersebut, Sekjen KPK Cahya H Harefa menjelaskan bahwa hingga kini hasil dari tes tersebut belum diumumkan.

 

Cahya mengungkapkanhasil penilaian dari Tes Wawasan Kebangsaan itu akan diumumkan dalam waktu dekat.

 

"Saat ini, hasil penilaian asesmen TWK (tes wawasan kebangsaan) tersebut masih tersegel dan disimpan aman di Gedung Merah Putih KPK,” ucap Cahya Harefa.

 

“Dan akan diumumkan dalam waktu dekat sebagai bentuk transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan KPK," sambungnya.

 

Cahya menyebut sebanyak 1.349 pegawai KPK telah mengikuti tes yang merupakan syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN tersebut.

 

"Sebagaimana diatur melalui Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara,”ujarnya.

 

Selain itu, Cahya juga meminta media dan publik agar berpegang pada informasi resmi terkait hasil tes wawasan kebangsaan tersebut hanya dari kelembagaan resmi KPK saja, bukan lainnya.***



 


SANCAnews – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) tidak ikut campur dalam membuat keputusan bagi 75 pegawai KPK yang tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN)

 

Menpan RB Tjahjo Kumolo menjelaskan, Kemenpan RB sudah menyerahkan asesmen tes kepada pimpinan KPK, dan untuk hasil tes merupakan kewenangan dari pimpinan KPK.

 

Kemenpan RB juga tidak ikut dalam proses tes pegawai KPK untuk menjadi ASN. Hal itu diatur dalam peraturan Komisioner KPK. Hal tersebut merupakan urusan internal KPK dan Kemenpan RB tidak ikut terlibat.

 

“Keputusan dari tim wawancara tes, hasil diserahkan KPK, pimpinan KPK, ya sudah selesai. Kok dikembalikan ke Kemenpan RB? Dasar haknya apa? Ini kan internal rumah tangga KPK,” ujar Tjahjo, Rabu (5/5/2021).

 

Terkait nasib 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK, Tjahjo Kumolo enggan berkomentar lebih jauh. Ia kembali menegaskan hal tersebut merupakan masalah internal KPK, “Saya tidak tahu, sejak awal kan ini masalah internal KPK,” ujar Tjahjo.

 

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, KPK akan berkoordinasi dengan Kemenpan RB dan BKN terkait tidak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).

 

Ghufron juga menegaskan sampai saat ini KPK tidak pernah menyatakan melakukan pemecatan terhadap pegawai yang dinyatakan TMS sampai dengan keputusan lebih lanjut sesuai dengan perundang-undangan terkait ASN.

 

“Selama belum ada penjelasan dari KemenPAN RB dan BKN, KPK tidak akan memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan TMS,” ujar Ghufron saat jumpa pers di gedung KPK, Rabu (5/5/2021).

 

Adapun TWK yang digelar sebagai bagian dari alih status kepegawaian menjadi ASN oleh BKN diikuti 1.351 pegawai KPK. Hasilnya, yang memenuhi syarat dan lolos TWK diketahui 1.274 orang.

 

Kemudian sebanyak 75 pegawai KPK tidak memenuhi syarat dan dua pegawai yang tidak hadir sebanyak 2 orang.

 

Ada tiga aspek yang diukur dalam asesmen TWK pegawai KPK, yakni integritas, netralitas ASN, dan aspek antiradikalisme.

 

Aspek integritas dimaknai sebagai konsistensi dalam berperilaku yang selaras dengan nilai, norma, dan atau etika organisasi/berbangsa dan bernegara, serta bersikap jujur.

 

Lalu, aspek netralitas ASN dimaknai sebagai tindakan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

 

Sementara, aspek antiradikalisme dimaknai sebagai sikap tidak menganut paham radikalisme negatif, memiliki sikap, setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintah yang sah, dan/atau tidak memiliki prinsip konservatif atau liberalisme yang membahayakan dan yang akan menyebabkan disintegritas bangsa. (ktv)



 


SANCAnews – Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) menyesalkan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai asesmen alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal ini tidak terlepaskan dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK.

 

Tes wawasan kebangsaan itu, dinilai hanya untuk menjadi filter menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas, profesional serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK.

 

“Sejak awal sikap Wadah Pegawai terkait TWK jelas tertuang dalam surat yang dikirimkan kepada pimpinan KPK pada tanggal 4 Maret 2021 Nomor 841 /WP/A/3/2021. Karena TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis,” kata Ketua WP KPK, Yudi Purnomo dalam keterangannya, Rabu (5/5).

 

Yudi menyampaikan, TWK yang menjadi ukuran baru untuk lulus maupun tidak lulus melanggar 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja bahkan UU KPK itu sendiri. Karena UU KPK maupun PP 14/2020 terkait pelaksanan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK.

 

Karena TWK baru muncul dalam peraturan komisi nomor 1 tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan. “Hal tersebut menimbulkan pertanyaan siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukan TWK sebagai suatu kewajiban?,” ungkap Yudi.

 

Yudi menilai, TWK tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya. Terlebih dalam putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 menegaskan, Ketentuan Peralihan UU 19/2019 maka dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN, dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan tersebut.

 

“Berkaitan dengan hal tersebut sudah seharusnya Pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi secara konsisten dengan tidak menggunakan TWK sebagai ukuran baru dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak Pegawai KPK,” tegas Yudi.

 

Sebelumnya, KPK membenarkan sebanyak 75 pegawai tidak memenuhi syarat untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal ini setelah melakukan asesmen tes wawasan kebangsaan dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) Republik Indonesia (RI).

“Pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 75 orang,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK.

 

Ghufron menjelaskan, sebanyak 1.351 pegawai KPK mengikuti asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sejak 18 Maret sampai 9 April 2021. Tetapi dua orang diantaranya tidak hadir pada tahap wawancara.

 

Pelaksanaan Asesmen Pegawai KPK bekerjasama dengan BKN RI telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) Perkom KPK No. 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Hal ini juga merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Menurut Ghufron, berdasarkan landasan hukum tersebut maka, syarat yang harus dipenuhi pegawai KPK agar lulus asesmen TWK untuk menjadi ASN harus setia dan taat pada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan Pemerintah yang sah. Serta tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan. “Memiliki integritas dan moralitas yang baik,” ucap Ghufron.

 

Hasil asesmen TWK dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN, mengeluarkan dua kesimpulan hasil tes pegawai KPK yakni memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. “Pegawai yang memenuhi syarat sebanyak 1274 orang, pegawai yang tidak memenuhi syarat sebanyak 75 orang dan pegawai yang tidak hadir wawancara sebanyak 2 orang,” pungkas Ghufron. (jpc)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.