Latest Post




SANCAnews – Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan pengambilan tes PCR (polymerase chain reaction) COVID-19 hanya boleh dilakukan petugas dari fasilitas kesehatan yang ditunjuk pemerintah. Dalam kasus Habib Rizieq, menurutnya, MER-C tidak berwenang melakukan tes swab.

 

Awalnya, hakim ketua Khadwanto menanyakan institusi mana yang berwenang mengambil sampel untuk tes swab PCR. Tri mengatakan hanya fasilitas kesehatan yang ditunjuk pemerintahlah yang berwenang melakukan tes itu.

 

"Jelaskan institusi mana saja yang berwenang melakukan pemeriksaan itu?" tanya hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jalan Dr Sumarno, Cakung, Rabu (5/5/2021).

 

"Kalau mengambil swab-nya dari puskesmas dan rumah sakit," ujar Tri.

 

Tri menyebut pihak perseorangan juga tidak berwenang mengambil sampel tes swab PCR untuk keperluan pengecekan Corona. Hakim menanyakan kewenangan MER-C dalam pengambilan sampel untuk tes swab.

 

"Saudara tidak bisa menjelaskan apakah MER-C berwenang melakukan swab atau tidak?" tanya hakim.

 

"Kalau dia organisasi, tidak," jawab Tri.

 

"Jadi kalau mengatasnamakan MER-C boleh?" tanya hakim lagi.

 

"Tidak boleh," jawab Tri.

 

Selain itu, Tri menyebut Satgas Penanganan COVID-19 pun tidak punya wewenang mengambil tes swab PCR. Tri menyampaikan pemerintah tetap harus menunjuk dinas kesehatan untuk melakukannya.

 

"Jadi kalau Satgas COVID-19 akan memerintahkan Dinas Kesehatan. Jadi nanti dinas akan menunjuk petugas-petugas kesehatan yang bisa memeriksa atau mengambil swab," kata Tri.

 

Dalam kasus ini, Habib Rizieq Shihab (HRS) didakwa menyebarkan berita bohong terkait hasil tes swab dalam kasus RS Ummi. Jaksa menilai perbuatan Habib Rizieq menimbulkan keonaran di masyarakat.

 

Atas perbuatannya, Rizieq dijerat pasal berlapis. Berikut ini pasal yang menjerat Rizieq dalam kasus tes swab RS Ummi:

 

Pertama primer: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Subsider: Pasal 14 ayat (2) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Lebih subsider: Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau

 

Kedua: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau

 

Ketiga: Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dtk)



 


SANCAnews – Seperti diketahui, belakangan ini video Gus Miftah yang tengah menyampaikan orasi perihal toleransi dalam rangka acara peresmian Gereja Bethel Indonesia (GBI) viral dan menjadi pembicaraan hangat publik.

 

Mendengar pemberitaan tersebut, pendakwah Kiai Najih turut angkat bicara dan melontarkan pernyataan kontroversial usai menanggapi orasi Gus Miftah.

 

Ia menilai bahwa sikap Gus Miftah merepresentasikan Islam Nusantara yang selalu diusung oleh Nahdlatul Ulama (NU).

 

Lebih jauh, menurutnya, Gus Miftah seolah-olah membenarlan kekufuran dan kesyirikan, sama seperti Gus Dur.

 

“Kesannya adalah ke gereja gak apa-apa, ini membenarkan kekufuran dan kesyirikan,” ujar Kyai Najih, seperti dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Muhibbin Ulama pada Selasa, 4 Mei 2021.

 

Oleh karena itu, Kyai Najih mengajak masyarakat untuk menolak ajaran Islam Nusantara yang dicetuskan oleh Gus Dur.

 

“Maka hati-hatilah. Mari kita pegang erat agama kita,” sambungnya.

 

“Mari kita tolak itu Islam Nusantara yang dipelopori pertama oleh Gus Dur.”

 

Kyai Najih beranggapan bahwa Gus Dur sering kali mencontohkan perilaku-perilaku Islam Nusantara yang membenarkan kekufuran dan kesyirikan.

 

“Gus Dur itu yang mulai Islam Nusantara. Ada doa bersama, dia juga biasa ke gereja, niup lilin di Yerusalem udah biasa. Naudzubillah.” []



 


SANCAnews – Putra Ulama Nasional almarhum Maimun Zubair, KH.Muhammad Najih Maimoen atau Gus Najih ikut merespon video Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah yang berceramah di Gereja Bethel Indonesia atau GBI. Gus Najih mengatakan, Miftah bukan anak dari Kiyai Nahdatul Ulama (NU), sehingga Miftah tidak layak dipanggil dengan sebutan Gus.

 

“Ini kemarin ada video orang yang namanya Gus, dia bukan Gus artinya bukan anak Kiai, ada juga Muwafiq juga bukan anak Kiyai. Gus Nuril juga bukan. Orang bukan anak Kiyai tapi dinamakan Gus biar cepat tenar,” ujar Gus Najih dikutp dari kalan YouTube Ribath Darusshohihain, Selasa (4/5).

 

Gus Najih mengatakan, apa yang dilakukan Miftah merupakan ajaran dari Islam Nusantara yang dibawakan oleh Kiai Said Aqil Siradj yang mana memandang semua ajaran agama adalah sama.

 

“Ini dia bikin puisi di Gereja, di belakangnya ada salib. Dia mengatakan; di saat aku memegang tasbih kau memegang salib, aku ke Istiqlal kau ke Katredal. Ini namanya Islam Nusantara. Kalau Islam Nusantara yang baik, kita pertahankan seperti sowan-sowan kepada orang tua. Kalau di Gereja itu Islam Nusantara, islamnya bikinan Said Aqil,” kata Gus Najih.

 

Dia menilai bahwa cara seperti yang dilakukan Miftah merupakan cara kekufuran dan kesyirikan.

 

“Kesannya adalah ke gereja ga apa-apa, ada salib di atasnya ga apa-apa. Nin kesan-kesan yang membenarkan kekufuran dan kesyirikan. Kata Mifta kami memanggil Alla, mereka manggil Yesus Kristus, hanya masalah nama, Tuhannya berarti sama, nauzubillah,” cetusnya.

 

Sebelumnya, Gus Mifah membantah bahwa kehadirannya di GBI bukan dalam rangka mengikuti ritual ibadah. Dia hanya diundang untuk memberikan pidato kebangsaan dalam rangka peresmian GBI.

 

Gus Mifta bilang dia tak sendiri, tetapi ikut hadir pula Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sekjen PBNU Gus Helmi. []



 


SANCAnews – Densus 88 Polri bersama Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) menangkap 3 orang eks petinggi FPI Makassar karena diduga punya keterkaitan dengan baiat teroris yang dihadiri eks Sekjen FPI Munarman.

 

Tidak hanya itu, polisi juga akan mendalami keterkaitan para eks petinggi FPI Makassar itu dengan bom bunuh diri pasangan suami istri di depan Gereja Katedral Makassar.

 

"Pengembangan kita di Polda Sulsel juga terkait dengan kasus bom di Gereja Katedral dan Kelompok Vila Mutiara, bagaimana dia, apakah ada perannya juga," ujar Kabid Humas Polda Sulsel Kombes E Zulpan saat ditemui detikcom di ruang kerjanya, Rabu (5/5/2021).

 

Tiga eks petinggi FPI yang ditangkap ialah AR, MU dan AS. Mereka ditangkap Densus 88 saat penggeledahan eks Markas FPI di Makassar pada Selasa (4/5).

 

"(3 Eks petinggi FPI Makassar) diambil diminta keterangan dulu," kata Zulpan.

 

Pendalaman kaitan tiga eks petinggi FPI Makassar dengan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar dilakukan setelah salah satu terduga teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD ) Sulsel dari kelompok kajian Vila Mutiara yang diamankan beberapa waktu lalu mengaku pernah dibaiat oleh FPI di mana saat itu Munarman selaku Sekjen FPI turut hadir.

 

"Pada saat itu Munarman kan sebagai Sekjen FPI, makanya dilihat sejauh mana keterlibatannya," kata Zulpan.

 

AR, MU, dan AS kini masih berada di Polda Sulsel. Ketiganya masih dalam pemeriksaan intensif oleh penyidik untuk dilihat apakah mereka terbukti punya keterkaitan, baik di kasus baiat teroris oleh Munarman atau pun di kasus bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar.

 

"Sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Terorisme 21 hari penyidik punya waktu mengamankan mereka, maka dilihat nanti sejauh mana keterlibatan mereka," tutur Zulpan.

 

Dengan ditangkapnya 3 orang eks petinggi FPI Makassar itu, kini total 56 orang terduga teroris yang ditangkap di wilayah Sulal usai bom bunuh diri pasutri pada 28 Maret 2021 lalu.

 

"56 Orang sudah (ditangkap).Terakhir kemarin kan 53, tambah 3. Yang 53 ini dia jelas kaitannya dengan Katedral, kalau yang 3 orang ini kaitan dengan pembaiatan," ungkap Zulpan.

 

Seperti diketahui, Munarman selaku pentolan FPI disebut pernah menghadiri baiat teroris di tiga kota, yakni Makassar, Medan, hingga Jakarta. Sehubungan dengan kasus tersebut, Densus 88 menggeledah bekas markas FPI Makassar, Jalan Sungai Limboto pada Selasa (4/5) lalu. (dtk)





SANCAnews – Indonesia tengah berada dalam kepungan perubahan geopolitik dengan aktor yang berkompetisi yaitu Amerika Serikat dan China.

 

Hal itu disampaikan Mantan Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Ekuin), Rizal Ramli, dalam sebuah video yang diunggah kanal Youtube Bang Edy Channel, pada Rabu (5/5).

 

"Apapun hari ini ada kompetisi yang luar biasa antara Amerika dan China," ujar sosok yang kerap disapa RR ini.

 

Dalam perebutan kekuasaan di mata dunia, dua negara yang tengah menguasai pasar ekonomi global itu, menurut Rizal Ramli, sudah pasti berebut hubungan strategis secara dominan dengan Indonesia.

 

"Dalam konteks itu Indonesia menjadi sangat penting. Karena kita ini kan rajanya Asia Tenggara, atau 'premannya' Asia Tenggara," ucapnya.

 

Pada zaman Presiden RI pertama, Soekarno, Rizal Ramli memaparkan satu contoh hubungan baik Indonesia dengan Amerika Serikat, meskipun di satu sisi pemerintah Soekarno kala itu juga menjaga hubungan baik dengan Uni Soviet.

 

Pada tahun 1950-1960, kondisi politik Indonesia tengah berkecamuk kembali, karena Belanda berusaha agar Irian Barat tetap menjadi wilayah jajahannya. Namun, kata Rizal Ramli, Indonesia berusaha agar Irian Barat (sekarang Papua), kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

 

Dalam menyelesaikan masalah itu, RR menjelaskan bahwa Soekarno meminta bantuan kepada Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy untuk menekan Belanda, agar mengembalikan Papua kepada Indonesia.

 

"Bung Karno pinter dia. Dia beli (alutsista ke Rusia) dapat diskon tinggi. Angkatan Laut Indonesia, Angkatan Udara Indonesia jadi paling kuat di Asia. Abis itu dia ke Washington ketemu Kennedy," kata Rizal Ramli.

 

"Soekarno langsung bluff Kennedy, 'kalau kamu kasih Papua ke orang Belanda, saya punya Angkatan Laut, Angkatan Udara paling kuat'. Yang harusnya Amerika dukung Belanda kembali ke Irian, akhirnya Kennedy putuskan Irian ke Indonesia saja," sambungnya.

 

Namun pada hari ini, Rizal Ramli melihat pergeseran Geo Politik yang ada justru ikut mengubah prinsip hubungan internasional Indonesia, yang mulanya berprinsip bebas aktif pada zaman Bung Karno menjadi lebih dominan ke satu pihak saja.

 

"Hari ini gimana? Indonesia buat orang yang mengerti, analis yang mengerti dari luar negeri, sudah tau. Ini lebih pro Beijing (China). Tetapi tertutup oleh isu Islam Radikal," paparnya.

 

Oleh karena itu, Rizal Ramli berkesimpulan isu Islam Radikal yang mengemuka di publik sengaja dimunculkan pemerintahan Presiden Joko Widodo, guna menutup hubungannya yang begitu erat dengan China.

 

"Negara-negara seperti China, Rusia, Eropa, Amerika, enggak suka Islam radikal kuasai Indonesia. Oleh karena itu dia lihat, yang kuasa kan pompa terus (isu) Islam Radikal, sengaja. Secara internasional image Indonesia cukup sangat anti Islam radikal radikul," tutur RR.

 

"Jadi ke tutup. Kalau begitu, oke lah biar saja dia yang kuasa. Padahal ada bahaya, ini pemerintah makin lama makin dekat sama Beijing begitu," tandasnya. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.