Latest Post


 


SANCAnews – Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) menyesalkan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai asesmen alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal ini tidak terlepaskan dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK.

 

Tes wawasan kebangsaan itu, dinilai hanya untuk menjadi filter menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas, profesional serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK.

 

“Sejak awal sikap Wadah Pegawai terkait TWK jelas tertuang dalam surat yang dikirimkan kepada pimpinan KPK pada tanggal 4 Maret 2021 Nomor 841 /WP/A/3/2021. Karena TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis,” kata Ketua WP KPK, Yudi Purnomo dalam keterangannya, Rabu (5/5).

 

Yudi menyampaikan, TWK yang menjadi ukuran baru untuk lulus maupun tidak lulus melanggar 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja bahkan UU KPK itu sendiri. Karena UU KPK maupun PP 14/2020 terkait pelaksanan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK.

 

Karena TWK baru muncul dalam peraturan komisi nomor 1 tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan. “Hal tersebut menimbulkan pertanyaan siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukan TWK sebagai suatu kewajiban?,” ungkap Yudi.

 

Yudi menilai, TWK tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya. Terlebih dalam putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 menegaskan, Ketentuan Peralihan UU 19/2019 maka dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN, dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan tersebut.

 

“Berkaitan dengan hal tersebut sudah seharusnya Pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi secara konsisten dengan tidak menggunakan TWK sebagai ukuran baru dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak Pegawai KPK,” tegas Yudi.

 

Sebelumnya, KPK membenarkan sebanyak 75 pegawai tidak memenuhi syarat untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal ini setelah melakukan asesmen tes wawasan kebangsaan dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) Republik Indonesia (RI).

“Pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 75 orang,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK.

 

Ghufron menjelaskan, sebanyak 1.351 pegawai KPK mengikuti asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sejak 18 Maret sampai 9 April 2021. Tetapi dua orang diantaranya tidak hadir pada tahap wawancara.

 

Pelaksanaan Asesmen Pegawai KPK bekerjasama dengan BKN RI telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) Perkom KPK No. 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Hal ini juga merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Menurut Ghufron, berdasarkan landasan hukum tersebut maka, syarat yang harus dipenuhi pegawai KPK agar lulus asesmen TWK untuk menjadi ASN harus setia dan taat pada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan Pemerintah yang sah. Serta tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan. “Memiliki integritas dan moralitas yang baik,” ucap Ghufron.

 

Hasil asesmen TWK dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN, mengeluarkan dua kesimpulan hasil tes pegawai KPK yakni memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. “Pegawai yang memenuhi syarat sebanyak 1274 orang, pegawai yang tidak memenuhi syarat sebanyak 75 orang dan pegawai yang tidak hadir wawancara sebanyak 2 orang,” pungkas Ghufron. (jpc)



 


SANCAnews – Sejumlah nama pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan akan dipecat karena tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang digelar sejak Maret hingga 9 April 2021.

 

Seperti diketahui, TWK menjadi satu dari sekian syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

 

Tes ini merupakan konsekuensi dari revisi Undang-undang KPK pada 2019.

 

Dilansir Tribunnews, sumber internal KPK mengatakan ada sekitar 70 hingga 80 pegawai yang akan dipecat.

 

"(sekitar) 70-80 enggak lolos," kata sumber internal KPK.

 

Sementara itu, sumber lain mengatakan rata-rata pegawai yang akan dipecat adalah penyidik andal.

 

Mereka pernah menjadi kepala satuan tugas dalam penanganan sejumlah perkara korupsi kakap di KPK.

 

Mengutip Tribunnews, kasus tersebut antara lain adalah kasus suap terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, yang menyeret kader PDIP, Harun Masiku, yang hingga saat ini masih buron.

 

Kemudian kasus dugaan suap bantuan sosial Covid-19 di Kementerian Sosial yang menjerat eks-Menteri Sosial, Juliari Batubara.

 

Juga kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster yang melibatkan eks-Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.

 

Berikut daftar nama pegawai KPK yang kabarnya akan dipecat karena tak lulus TWK:

 

1. Penyidik KPK, Novel Baswedan.

 

2. Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo.

 

3. Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi, Herry Muryanto.

 

4. Direktur Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi (PJKAKI), Sujanarko.

 

5. Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, Giri Suprapdiono.

 

6. Ambarita Damanik.

 

7. Budi Agung Nugroho.

 

8. Andre Nainggolan.

 

9. Budi Sukmo.

 

10. Rizka Anungnata.

 

11. Afief Julian Miftah.

 

12. Iguh Sipurba.

 

13. Marc Falentino.

 

14. Praswad Nugraha.

 

15. Harun Al Rasyid.

 

16. Aulia Posteria.

 

17. Riswin.



 


SANCAnews – Ahli hukum tata negara, Refly Harun memberikan tanggapannya mengenai pelemahan KPK yang saat ini tengah ramai diperbincangkan.

 

Hal itu disampaikan Refly Harun pada unggahan di kanal YouTube pribadinya yang berjudul, "LIVE! NOVEL DKK DIBEGAL SOAL!!".

 

"Jadi pelemahan KPK luar biasa, karena di undang-undang ada ketentuan mengenai dewan pengawas terhadap pimpinan KPK. Sehingga pimpinan KPK tidak lincah lagi dalam melakukan penggeledahan," kata Refly Harun, seperti dikutip, Rabu (5/5/2021).

 

Tak hanya itu, Refly Harun juga menjelaskan sebelumnya Mahkamah Konstitusi menolak uji formilmaupun uji materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

 

Padahal, menurut Refly tugas KPK seharusnya menjadi lembaga extraordinary karena memberantas kasus-kasus kriminal luar biasa.

 

Namun, sekarang ini KPK hanyalah menjadi lembaga yang berada di bawah perintah kekuasan.

 

"Padahal keberadaan KPK itu menjadi lembaga yang extraordinary karena memberantas extraordinary crime. Tapi sekarang KPK menjadi lembaga yang di bawah ketiak kekuasan eksekutif, beberapa hal hanya perpanjangan tangan dari lembaga penegak hukum lainnya," sambung Refly Harun. []



 


SANCAnews – Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB-Organisasi Papua Merdeka (OPM) Sebby Sambom mengatakan tidak bisa berkomunikasi dengan pasukannya di lapangan lantaran tidak ada saluran komunikasi.

 

Ia menyebut saluran komunikasi sengaja dimatikan pemerintah Indonesia menjelang datangnya pasukan setan ke Papua.

 

Sebby menceritakan kalau pihaknya tidak bisa memantau pergerakan kawan-kawannya di sejumlah distrik karena tidak ada internet atau jaringan komunikasi lainnya. Kata dia, sudah lima hari komunikasi pihak TPNPB pusat dengan pasukan terputus.

 

"Lima hari pemerintah putuskan telekomunikasi," kata Sebby kepada Suara.com, Rabu (5/5/2021).

 

Menurutnya, hal tersebut sengaja dilakukan pemerintah karena hendak mengirimkan 400 prajurit TNI yang tergabung dalam Pasukan Setan ke timur Indonesia. Pasukan Setan itu dikirimkan ke Papua untuk menyerbu pasukan TPNPB yang dinyatakan sebagai teroris.

 

"Itu sengaja, karena TNI-Polri mau lakukan operasi militer yang masif," ujarnya.

 

Sebby mengaku kesulitan mendapatkan laporan dari pasukannya. Bahkan ia belum bisa mengkonfirmasi soal adanya pembakaran sekolah dan puskesmas di wilayah Mayuberi.

 

Kata ia, pemerintah Indonesia sengaja mematikan saluran internet di berbagai distrik Provinsi Papua. "Kami belum mendapat confirm, karena internet black out," tuturnya. []





SANCAnews – Masih berlangsungnya pandemi Covid-19 di Indonesia, meski program vaksinasi sudah dilakukan dan masih terus bergulir, tak membuat sebagian masyarakat menanyakan efektivitas dari vaksin tersebut.

 

Seperti pertanyaan sebenarnya sejauh apa pengaruh vaksinasi terhadap mereka yang telah divaksin, lalu mengapa setelah vaksinasi dilakukan tetapi kondisinya masih belum ada yang berubah?

 

Menanggapi pertanyaan tersebut, Tirta Mandira Hudhi atau yang kerap disapa dr. Tirta pun buka suara.

 

Ia mengungkapkan kondisi masih tetap sama meski vaksinasi gencar dilakukan adalah, karena dosis yang ada di Indonesia sebenarnya belum mencukupi.

 

“Karena posisinya adalah dosis yang ada di Indonesia itu gak mencukupi, itu adalah problem,” ujarnya.

 

Dr. Tirta juga menyebut selain saling mengingatkan dan menjaga satu sama lain dari wabah berbahaya yang ditemukan pertama kali di China itu adalah dengan menerapkan kebijakan pemerintah yang sudah satu pintu.

 

“Solusi utama itu selain kita saling mengingatkan, saling menjaga, aturan-aturan yang memang harus satu pintu. Jadi gak berubah-ubah,” katanya.

 

Ia juga menyayangkan di tengah kesulitan mendapat dosis vaksin, banyak vaksin yang datang dengan waktu kedaluwarsa 30 hari.

 

“Jadi pada dasarnya itu vaksin itu adalah program di mana kita mencapai immunity, tetapi dosisnya itu gak ada, stocknya itu bertahap. Kalaupun ada, datangnya kedaluwarsa 30 hari makanya itulah kenapa vaksin Nusantara viral segitunya karena kita itu udah kesulitan banget mencari vaksin,” ucapnya, sebagaimana dikutip dari kanal YouTube tvOneNews yang diunggah pada 4 Mei 2021. 

 

Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan masalah lain yang dinilai cukup serius, yakni baik masyarakat maupun tenaga kesehatan sudah mulai pasrah akan aturan yang selalu berubah-ubah.

 

“Kemudian kita dihadapkan pada situasi orang Indonesia terbagi dua set nih, kita dosis aja gak cukup, udah gitu dilarang mudik, peraturannya terus berubah, liat di sana pesawat Wuhan dateng, di satu sisi kemaren juga India ada yang dateng kesini. Di satu sisi berubah-ubah terus jadi akhirnya nakes sama rakyat pun ah ya udah lah jaga diri sendiri-sendiri wong dosisnya juga gak ada,” tuturnya. ***


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.