Latest Post


 


SANCAnews – Pertanyaan di dalam tes wawasan kebangsaan yang dijalani pegawai KPK menjadi sorotan. Sebab, sejumlah pertanyaan dinilai janggal. Penyidik senior KPK Novel Baswedan membenarkan mengenai pertanyaan itu.

 

Novel bahkan mendengar kabar bahwa dirinya dan sejumlah rekannya tidak lolos tes tersebut. Kabar beredar bahwa pegawai KPK yang tidak lolos akan dipecat, "Iya, begitulah," ujar Novel Baswedan kepada wartawan, Selasa (4/5).

 

Selain Novel Baswedan, sejumlah pegawai KPK yang mengikuti tes menyoroti soal pertanyaan yang dinilai janggal. Termasuk pertanyaan mengenai "kenapa belum menikah" hingga "islamnya, islam apa". Bahkan, hingga pertanyaan "salat subuhnya pake qunut?".

 

Mereka pun mengaku diminta untuk memberikan pernyataan sikap setuju atau tidak setuju atas sejumlah isu. Berikut antara lain 20 pertanyaan yang harus dijawab para pegawai KPK:

 

1. Saya memiliki masa depan yang suram

2. Saya hidup untuk menebus dosa-dosa masa lalu

3. Semua orang Cina sama saja

4. Semua orang Jepang kejam

5. UU ITE mengancam kebebasan berpendapat

6. Agama adalah hasil pemikiran manusia

7. Alam semesta adalah ciptaan Tuhan

8. Nurdin M. Top, Imam Samudra, Amrozi melakukan jihad

9. Budaya barat merusak moral orang Indonesia

10. Kulit berwarna tidak pantas menjadi atasan kulit putih


11. Saya mempercayai hal ghaib dan mengamalkan ajarannya tanpa bertanya-tanya lagi

12. Saya akan pindah negara jika kondisi negara kritis

13. Penista agama harus dihukum mati

14. Saya ingin pindah negara untuk kesejahteraan

15. Jika boleh memilih, saya ingin lahir di negara lain

16. Saya bangga menjadi warga negara Indonesia

17. Demokrasi dan agama harus dipisahkan

18. Hak kaum Homoseks harus tetap dipenuhi

19. Kaum Homoseks harus diberikan hukuman badan

20. Perlakuan kepada narapidana kurang keras. Harus ditambahkan hukuman badan

 

Selain itu, mereka juga diminta menulis essai mengenai Organisasi Papua Merdeka (OPM), PKI, HTI, FPI, Habib Rizieq, hingga terkait kebijakan pemerintah.

 

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari, mengaku turut mendengar perihal isi tes tersebut. Termasuk soal isi dari pertanyaan dalam tes tersebut.

 

"Bukan soal substansi yang ditanyakan tapi memang pertanyaannya bermasalah," kata Feri kepada wartawan.

 

Tes Wawasan Kebangsaan merupakan menjadi salah satu tahapan perubahan alih status pegawai KPK menjadi ASN. Perubahan status tersebut merupakan dampak UU KPK hasil revisi.

 

Pegawai KPK diwajibkan menjadi ASN maksimal 2 tahun sejak UU tersebut disahkan pada 17 September 2019.

 

Dikutip dari situs Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, tes wawasan kebangsaan, asesmen Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam penyelenggaraannya. Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyebut asesmen TWK ini menggunakan alat ukur Tes Indeks Moderasi Bernegara (IMB-68), di mana terdapat 68 klaster yang diklasifikasi. Aspek yang diukur adalah integritas, netralitas, dan antiradikalisme.

 

Menurut dia, komponen syarat pertama adalah taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahannya. Kedua, tidak terlibat dalam kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan/atau putusan pengadilan. Serta ketiga, memiliki integritas dan moralitas yang baik.

 

Namun, Kepala Humas BKN Paryono mengaku tidak tahu isi pertanyaan dalam tes tersebut.

 

"Kalau itu informasi itu dari yang kemarin dites, berarti itu mungkin bener itu. Kalau saya, malah enggak tahu sama sekali. Soalnya kan tertutup, yang tahu yang ngetes sama yang dites saja," ujar dia.

 

Sekjen KPK Cahya H Hareffa menegaskan hasil tes wawasan kebangsaan dalam alih status pegawai menjadi ASN belum dibuka. Hasil yang diterima dari BKN pada 27 April 2021 itu masih tersegel rapi di Gedung KPK.

 

Hasil tes tersebut merupakan penilaian terhadap 1.349 pegawai KPK yang telah ikuti tes asesmen. Ia meminta kepada media dan publik untuk mengacu pada informasi resmi dari KPK terkait proses alih status tersebut.

 

"Kami menegaskan agar media dan publik berpegang pada informasi resmi kelembagaan KPK," ucapnya.****



 


SANCAnews Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada tahun ini pemerintah terus fokus menangani Covid-19 dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai instrumen countercyclical.

 

Belanja negara pada tahun ini naik Rp 156,5 triliun, adapun anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional dipatok Rp 699,43 triliun atau naik lebih dari 20 persen dari tahun lalu. "Defisit tahun ini 5,7 persen menyebabkan utang neto kita akan naik Rp 1.177,4 triliun," ujar dia dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional 2021, Selasa, 4 Mei 2021.

 

Ia berujar anggaran itu akan fokus untuk melindungi masyarakat, membantu masyarakat yang rentan, dan menolong dunia usaha sembari terus mengatasi perekonomian sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

 

Menurut Sri Mulyani, pandemi Covid-19 adalah fenomena luar biasa dan merupakan guncangan yang bersifat global. Sehingga, dalam penanganannya pun membutuhkan berbagai instrumen, baik fiskal, moneter, maupun kebijakan lain dari sisi perekonomian.

 

Guncangan pagebluk ini telah membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh negatif 2,1 persen atau hilang kesempatan untuk tumbuh Rp 1.356 triliun.

 

Untuk bisa menahan kemerosotan ekonomi akibat pandemi, pemerintah menggunakan instrumen APBN atau fiskal secara luar biasa besar. Untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir, kata dia, pemerintah membuka defisit di atas 3 persen yang selama ini diatur dalam UU keuangan negara dan perbendaharaan negara.

 

APBN 2020 pun, menurut Sri Mulyani, merespons dengan sangat fleksibel dan cepat untuk melihat perubahan tantangan dan berbagai kesempatan yang muncul. Yang tidak berubah adalah tujuan dari kebijakan fiskal yang meningkatkan kesejahteraan rakyat dan lindungi masyarakat.

 

"Itu digunakan dalam APBN kita 2020 dengan meningkatkan belanja sebesar Rp 284 triliun, sementara dalam kondisi pendapatan negara alami penurunan 16 persen Rp 312,8 triliun dan program PEN didesain dengan Rp 579,8 triliun dalam rangka untuk melakukan countercyclical dan melindungi masyarakat dari ancaman Covid. Dengan demikian APBN alami deifist 6,1 persen dan ini meningkatkan utang neto Rp 1226 triliun," ujarnya.

 

Melihat situasi tersebut, Sri Mulyani mengatakan tantangan pada 2022 adalah pemerintah harus mengakselerasi pemulihan ekonomi sekaligus memulihkan kesehatan APBN yang sudah bekerja keras dua tahun berturun-turut dalam menghadapi pandemi. []



 


SANCAnews – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU KPK hasil revisi, UU 19/2019, tetap berlaku dan konstitusional. Namun tak seluruh hakim MK sependapat dengan putusan tersebut.

 

Hakim MK, Wahiduddin Adams, menyatakan UU 19/2019 seharusnya dibatalkan dan kembali ke UU KPK yang lama, UU 30/2002. Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Wahiduddin menyinggung sikap Presiden Jokowi yang tak meneken UU 19/2019 padahal telah sepakat bersama DPR merevisi UU KPK.

 

Diketahui UU KPK hasil revisi disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 17 September 2019. Revisi UU KPK itu berlangsung kilat. Tercatat DPR dan pemerintah merevisi UU KPK dalam waktu sekitar 14 hari.

 

UU Nomor 19 Tahun kemudian berlaku sebulan kemudian pada 17 Oktober 2019. Berlakunya UU tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945. Sebab Presiden Jokowi tak menandatangani UU tersebut. Berikut bunyi Pasal 20 ayat (5) UUD 1945:

 

Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

 

"Tidak adanya jawaban yang pasti dan meyakinkan mengenai alasan Presiden Joko Widodo yang tidak menandatangani UU a quo, sehingga pengesahan UU a quo didasarkan pada ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945," ujar Hakim Wahiduddin di ruang sidang MK pada Selasa (4/5).

 

Wahiduddin pun heran dengan sikap Jokowi yang tak meneken UU 19/2019. Sebab di sisi lain, Jokowi dalam waktu relatif cepat menetapkan berbagai peraturan pelaksanaan UU 19/2019.

 

"Hal ini sangat jauh berbeda dengan praktik dan konteks beberapa UU sebelumnya yang pengesahannya juga tidak dalam bentuk tanda tangan Presiden. Di mana pada umumnya Presiden masih memerlukan waktu yang tidak secara segera menetapkan berbagai peraturan pelaksanaan dari suatu UU yang tidak ditandatanganinya," kata Wahiduddin.

 

Merujuk fakta tersebut, Wahiduddin meyakini bahwa UU KPK hasil revisi tidak sempurna, memiliki kekurangan, serta menimbulkan kecurigaan. Hal itu sesuai pendapat ahli presiden yang diajukan di sidang MK, Maruarar Siahaan.

 

"Dengan tidak adanya jawaban yang pasti dan meyakinkan mengenai alasan Presiden Joko Widodo yang tidak menandatangani UU a quo ini, namun pada sisi lain begitu cepat menetapkan berbagai peraturan pelaksanaan, menyebabkan terjadinya absurditas praktik ketatanegaraan dan semakin terpeliharanya praktik pembentukan UU yang tidak didasarkan pada budaya yang membiasakan adanya justifikasi (culture of justification)" tutupnya. (glc)



 

 

SANCAnews – Dalam rangka pemutakhiran data Indek Desa Membangun (IDM) berbasis SDGs (Sustainable Development Goals), sosialisasi dan pembekalan Tim Pokja Relawan SDGs tahun 2021 di Nagari Padang Toboh Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakih, Kabupaten Padang Pariaman dilakukan dan dibuka oleh Camat Ulakan Tapakih yang bertempat di Aula kantor Nagari setempat, Rabu (5/5).

 

Hadir dalam kegiatan itu, Wali Nagari Padang Toboh Ulakan Bakhri, Camat Ulakan Tapakih diwakili oleh Kasi Trantib. Kecamatan Anesa Satria, SH.MM. dan Pendamping Desa Darmawan ST. Sekretaris Nagari Yasnita beserta perangkat Nagari, anggota Tim Pokja Relawan SDGs dan para Wali Korong setempat.

 

Diketahui bahwa SDGs Desa adalah pembangunan total atas Desa. Artinya, seluruh warga Desa/Nagari harus menjadi pemanfaatnya, tidak ada yang terlewat. Dan, kemajuan tiada akan berhenti, melainkan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Karena itu, perlu dilakukan pemutakhiran data Indek Desa Membangun berbasis SDGs Desa. 


 

Dalam kesempatan itu, Wali Nagari Padang Toboh Ulakan Bakhri mengajak peserta sosialisasi untuk mengikuti pembekalan ini dengan serius. Karena hasil dari pendataan nantinya, akan digunakan sebagai dasar pelaksanaan program kegiatan dan terkait dengan besaran dana yang akan dikucurkan ke Nagari.

 

"Mengingat pentingnya dilakukan pendataan ini, terutama dalam pelaksanaan pembangunan di Nagari. Diharapkan kepada semua peserta yang tergabung dalam Tim Pokja Relawan SDGs, dapat mengikuti kegiatan ini dengan serius sampai selesai," pintanya.

 

Senada dengan itu, Camat Ulakan Tapakih diwakili Anesa Satria mengatakan. Bahwa dengan adanya pembangunan terfokus berdasarkan SDGs Desa, maka diharapkan adanya output. Yaitu, adanya arah perencanaan pembangunan berbasis kondisi faktual di Desa/Nagari tersebut. Sehingga nantinya, akan memudahkan intervensi dan koordinasi dari Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/kota) dan pihak swasta untuk mendukung pelaksanaan pembangunan di Desa/Nagari.

 


"Ada tiga fokus penggunaan Dana Desa pada tahun 2021 ini. Pertama, pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan Desa/Nagari. Yang terdiri dari pembentukan, pengembangan dan revitalisasi BUMDes/Bumnag, penyediaan listrik Desa dan pengembangan usaha ekonomi produktif. Kedua, program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa/Nagari. Yang meliputi pendataan, pemetaan potensi dan sumber daya dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, penguatan ketahanan pangan dan pencegahan stunting, serta Desa/Nagari inklusif. Kemudian, yang ketiga ialah Adaptasi kebiasaan baru. Yaitu Desa/Nagari aman Covid-19," jelasnya.

 

Dikatakannya, bahwa penetapan fokus tersebut, didasarkan pada Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 13 tahun 2020, tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa. Yang dilatarbelakangi pemikiran Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2017 terkait dengan pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan.

 

Selaku Pemateri dalam kegiatan sosialisasi, Pendamping Desa Darmawan, ST. menjelaskan maksud dan tujuan pendataan SDGs Desa tahun 2021 di Nagari Padang Toboh Ulakan.

 

"Maksud dari pelaksanaan pendataan SDGs yang dilakukan ini ialah, mengimplementasikan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat berbasis data," sebutnya.

 

Sedangkan tujuan dari pendataan SDGs Desa diantaranya, Menyusun Pokja Relawan, Memutakhirkan data dan Menganalisis data sesuai kaidah SDGs Desa, "Kemudian, Merekomendasikan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat sesuai hasil analisis SDGs Desa," ujar Darmawan mengakhiri pembicaraan. (Zul Tjg)



 


SANCAnews – Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyampaikan pihaknya menetapkan sembilan orang tersangka dalam aksi demonstrasi di depan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang bertepatan pada Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 3 Mei 2021 yang lalu.

 

"Kami sudah tetapkan sebagai tersangka. Kesembilan orang dengan perannya masing-masing, dan ini berproses. Negara kita negara hukum, dan harus taat kepada hukum," kata Yusri di Mapolda Metro Jaya, Selasa (4/5).

 

Penetapan tersangkan ini, sambung Yusri lantaran mahasiswa dan organisasi buruh menggelar demo tanpa memperhatikan protokol kesehatan (prokes), ditambah saat personel kepolisian meminta membubarkan diri tapi ditolak.

 

"Sejak pagi sudah demo, sekitar pukul 16.30 WIB itu diingatkan lagi untuk pertama nih, sebaiknya cukup, apalagi ini sedang puasa dan masih situasi pandemi Covid-19. Kemudian teguran kedua juga diindahkan. Kita sampaikan teguran hingga pukul 17.30 untuk segera membubarkan. Tapi tidak diindahkan," papar dia.

 

Sehingga, pihak kepolisian mengambil langkah tegas dengan mengamankan sembilan orang peserta unjuk rasa. Yusri menyebut, empat peserta demo di antaranya adalah mahasiswa, dan sebagian lagi dari organisasi buruh.

 

"Ini ada sembilan yang kami amankan," ujar dia.

 

Sembilan orang tersebut, ungkap Yusri juga turut mengikuti aksi peringatan Hari Buruh atau May Day di Jakarta, dan sempat ditangkap oleh Polda namun kembali dilepas hanya untuk didata.

 

Yusri menyampaikan, menyampaikan pendapat di muka umum memang hak setiap warga negara. Namun, Yusri mengingatkan agar peserta unjuk rasa mematuhi aturan-aturan yang berlaku.

 

"Petugas tidak akan melarang, silakan menyampaikan pendapat di muka umum. Tetapi dengan batasan-batasan," ujar dia.

 

Yusri menerangkan, sembilan orang dikenakan UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular pada Pasal 14 dan Pasal 216 KUHP, Pasal 218 KUHP.

 

Penyidik tak menerbitkan surat perintah penahanan. Menurut dia, alasannya karena ancaman hukuman di bawah lima tahun.

 

"Pagi tadi sudah kembali semuanya. Kami tidak lakukan penahanan, tetapi prosesnya berjalan," ujar dia. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.