Latest Post


 


SANCAnews – Sejumlah tokoh telah menyatakan kesiapan menjadi penjamin untuk penangguhan penahanan aktivis senior, Jumhur Hidayat yang didakwa menyebarkan berita bohong hingga menimbulkan kericuhan.

 

Anggota tim kuasa hukum Jumhur, Oky Wiratama mengurai bahwa sejumlah nama, mulai dari pejabat negara, aktivis senior, pakar hukum, hingga tokoh politik dan aktivis telah menyatakan kesiapan jadi penjamin.

 

“Sebelum sidang ditutup, kami sudah mendapatkan sejumlah tokoh publik yang siap menjadi penjamin untuk penangguhan penahanan Pak Jumhur,” kata Oky saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (3/5).

 

Adapun sejumlah nama yang memberi penjaminan itu antara lain, mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli; dua mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie dan Hamdan Zoelva; pakar hukum tata negara, Refly Harun; pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Akhmad Syarbini; dan Kepala Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Andi Arief.

 

Kemudian, Jurubicara Presiden Gus Dur, Adhie Massardi; pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Paskah Irianto; mantan anggota Komisi III DPR RI Ahmad Yani; Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono; dan politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik.

 

Selanjutnya ada tokoh masyarakat, yakni Ariady Achmad, Abdul Rasyid, Asrianty Purwantini, Radhar Tri Darsono, Bambang Isti Nugroho, Harlans Muharraman Fachra, Rizal Darma Putra, Wahyono, dan Andrianto.

 

Oky telah menyerahkan surat permohonan penangguhan penahanan untuk terdakwa Jumhur Hidayat ke Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dan bersedia membayar Rp 10 juga sebagai jaminan uang untuk penangguhan penahanan Jumhur.

 

Kepada para tokoh yang memberi penjaminan tersebut, Jumhur menyampaikan ucapan terima kasihnya.

 

“Saya terima kasih kepada mereka, berarti mereka percaya saya tidak akan macam-macam,“ demikian Jumhur. (rmol)



 


SANCAnews – Persoalan Papua yang kini kembali memanas usai berulahnya Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) harusnya ditangani langsung oleh Presiden Joko Widodo.

 

Hal tersebut disampaikan Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera merespons usulan Direktur Eksekutif Jenggala Center, Syamsuddin Radjab agar Wakil Presiden ke-10 RI, Jusuf Kalla ikut terlibat.

 

"Mestinya bukan Pak JK, tapi Pak Jokowi sendiri yang memulai dialog dengan masyarakat Papua. Tingkat penerimaan Pak Jokowi tinggi sekali di Papua," kata Mardani kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Selasa (4/5).

 

Menurut Mardani, mantan Walikota Solo itu tinggal merendahkan hati dan dialog dengan masyarakat Papua yang kini masih mengalami konflik. Masyarakat Papua, kata anggota Komisi II DPR RI fraksi PKS ini, hanya membutuhkan aksi konkret dari Jokowi. 

 

"(Jokowi) cuma perlu kerendahan hati dialog dengan masyarakat Papua. Yang diperlukan masyarakat Papua hanya sebuah aksi dan itu datangnya dari Pak Jokowi. Bukan Pak JK," pungkasnya. []

 


 


SANCAnews – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Jakarta, Selasa, membantah kabar yang menyebut dirinya memaklumi korupsi selama itu demi kemajuan.

 

Klarifikasi itu diberikan oleh Mahfud, karena mantan menteri riset dan teknologi (menristek) Muhammad A S Hikam sempat jadi korban kabar keliru tersebut.

 

"Pak Hikam percaya bahwa saya bilang untuk mencapai kemajuan ekonomi pemerintah boleh membiarkan korupsi? Itu semua permainan medsos (media sosial) yang omong kosong, Pak. Tak ada itu," kata Mahfud melalui keterangan tertulis sebagai bentuk klarifikasi kepada A S Hikam.

 

Mahfud kemudian menjelaskan ada pihak-pihak yang memelintir pernyataannya saat ia membuka diskusi/webinar bertajuk "Ekonomi dan Demokrasi" pada Sabtu minggu lalu (1/5).

 

"Saya berbicara itu didengar oleh Saiful Mujani, Faisal Basri, dan Halim Alamsyah sebagai narasumber webinar Demokrasi dan Ekonomi. Juga didengar oleh ratusan peserta webinar. Saya yang membuka webinar itu. Terlalu amat bodohlah kalau saya bilang begitu," ucap Mahfud menegaskan.

 

Mahfud menjelaskan, korupsi yang meluas di Indonesia memang banyak sebabnya, bisa jadi kata dia karena demokrasi di Indonesia yang sudah kebablasan. Korupsi dibangun melalui jalan demokrasi alias menggunakan mekanisme demokrasi.

 

Oleh karena itu Mahfud menilai hal yang mesti dilakukan saat ini adalah menyehatkan demokrasi agar bisa mengurangi korupsi dan mempercepat kemajuan ekonomi.

 

"Jangan seperti sekarang, demokrasinya membuat korupsi terjadi di berbagai lini. Korupsi sekarang dapat dikatakan dibangun melalui proses dan cara yang demokratis. Itu rasanya membuat kita sesak dan hampir putus asa," kata dia.

 

Meski begitu Mahfud meminta agar masyarakat tak kecewa dan putus asa terkait tingginya korupsi di Indonesia. Yang mesti dilakukan saat ini menurut dia adalah dengan terus berjuang danmelawan korupsi dan menyehatkan demokrasi.

 

Mahfud mengamini korupsi di Indonesia telah masuk ke semua lini. Namun karena Indonesia adalah negara merdeka maka meskipun banyak korupsi tetapi angka kemiskinan menurun secara konsisten.

 

"Meski banyak korupsi, berkah kemerdekaan itu telah menurunkan angka kemiskinan secara konsisten dari waktu ke waktu, apalagi jika tidak ada korupsi," kata Mahfud.

 

"Alasannya, karena negara kita merdeka maka negara kita mengalami kemajuan dalam jumlah turunnya angka kemiskinan secara konsisten dari waktu ke waktu," kata dia. []



 


SANCAnews – Tingkat pengangguran muda di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Hal ini dikatakan Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal dalam diskusi bertajuk Teknologi Digital dan Solusi Ketenagakerjaan', Senin (3/5/2021).

 

Faisal menyebutkan, proporsi pengangguran berusia muda di Indonesia hampir menyentuh angka 20 persen pada 2020. Sementara di negara lain, seperti Filipina, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Malaysia masih berada di bawah 15 persen.

 

Ia menilai, tingginya angka pengangguran muda di Indonesia menunjukkan masih banyaknya masalah dalam penciptaan lapangan pekerjaan di Indonesia.

 

Salah satu faktor yang mempengaruhi hal ini menurut Faisal yaitu ketidaksesuaian atau mismatch antara penciptaan lapangan kerja dengan kualifikasi lulusan baru yang terjadi sebelum pandemi covid-19.

 

Faisal menjelaskan pengangguran berusia di antara 20 hingga 29 tahun memang sudah mengalami peningkatan sebelum adanya pandemi Covid-19.

 

Hal ini disebut juga tergambar dari data pengangguran terbuka (TPT) yang menunjukan persentase penganggur muda didominasi oleh mereka yang memiliki pendidikan menengah ke atas. []



 


SANCAnews – Penyidik senior KPK Novel Baswedan mendengar kabar tidak lolosnya sejumlah pegawai KPK dan dirinya melalui tes alih status sebagai ASN. ICW menduga siasat itu sebagai cara untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas.

 

"ICW beranggapan ketidaklulusan sejumlah pegawai dalam tes wawasan kebangsaan telah dirancang sejak awal sebagai episode akhir untuk menghabisi dan membunuh KPK," kata peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Selasa (5/4/2021).

 

"Betapa tidak, sinyal untuk tiba pada kesimpulan itu telah terlihat secara jelas dan runtut, mulai dari merusak lembaga antirasuah dengan UU KPK baru, ditambah dengan kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri, dan kali ini pegawai-pegawai yang dikenal berintegritas disingkirkan," ungkapnya.

 

ICW juga menduga upaya pelemahan KPK itu tak lepas dari peran Presiden Jokowi dan DPR. Hal itu buntut dari revisi UU KPK dengan memasukkan aturan alih status pegawai menjadi ASN.

 

"Kondisi karut-marut ini juga tidak bisa begitu saja dilepaskan dari peran Presiden Joko Widodo dan segenap anggota DPR RI," ujarnya.

 

Tak hanya itu, dugaan upaya pelemahan KPK ini juga buntut dari kebijakan Komisioner KPK yang mengesahkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 yang memasukkan asesmen tes wawasan kebangsaan. ICW menduga kejadian pemecatan terhadap pegawai berintegritas menambah satu masalah usai dilakukannya revisi UU KPK.

 

"Praktik buruk ini sebenarnya kian melengkapi wajah suram KPK di bawah komando Firli Bahuri. Mulai dari ketidakmauan memboyong Harun Masiku ke proses hukum, menghilangkan nama-nama politisi dalam dakwaan korupsi bansos, melindungi saksi perkara suap benih lobster, membocorkan informasi penggeledahan, sampai pada akhirnya melucuti satu per satu penggawa KPK," sambungnya.

 

ICW yakin revisi UU KPK justru malah melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi, "Untuk itu, akhirnya kekhawatiran masyarakat atas kebijakan Presiden Joko Widodo dan DPR yang memilih merevisi UU KPK serta mengangkat komisioner penuh kontroversi terbukti. Alih-alih memperkuat, yang terlihat justru skenario untuk mengeluarkan KPK dari gelanggang pemberantasan korupsi di Indonesia," imbuh Kurnia.

 

Sebelumnya, penyidik senior KPK Novel Baswedan mendengar kabar tidak lolosnya sejumlah pegawai KPK melalui tes alih status sebagai ASN. Novel sendiri juga sebagai bagian dari pegawai yang tidak lolos.

 

"Cuma itulah aku paham, tapi nanti begitu disampaikan itu benar baru bisa dikonfirmasi kan, tapi rasanya kayak begitu sih," kata Novel, Selasa (4/5/2021).

 

"Mereka maunya begitu tapi itu kan sudah lama, upaya-upaya cuma yang berbeda yang diduga berbuat pimpinan KPK sendiri, kan lucu," imbuhnya.

 

Novel mempersilakan publik nantinya mengkroscek nama-nama pegawai yang tidak lolos itu. Menurut Novel, profil orang-orang itu sangat tidak layak bila disebut tidak lolos tes ASN.

 

"Mau dikaitkan dengan kemampuan akademis, mereka hebat-hebat. Mau dikaitkan dengan nasionalisme, mereka orang-orang yang selama ini bela negaranya kuat, antikorupsinya kuat, integritasnya bagus-bagus, radikalisme nggak nyambung karena heterogen," papar Novel Baswedan.

 

Diketahui, beredar kabar sejumlah pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan, tidak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan untuk alih status sebagai ASN. Hasil itu sudah dikantongi KPK, tapi sampai saat ini belum disampaikan ke publik.

 

"KPK benar telah menerima hasil asesmen wawasan kebangsaan yang diserahkan pihak BKN (Badan Kepegawaian Negara) RI tanggal 27 April 2021," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada wartawan, Senin (3/5/2021).

 

"Namun mengenai hasilnya, sejauh ini belum diketahui karena informasi yang kami terima, data dimaksud belum diumumkan," tambah Ali. (glc)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.