Latest Post

 


SANCAnews – Menteri Sosial RI Tri Rismaharini menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta Selatan, Jumat (30/4).

 

Politisi PDIP itu datang untuk menemui pimpinan KPK dalam rangka melaporkan hasil perbaikan data penerima bantuan sosial (Bansos). Hasilnya, sebanyak 21 juta data ganda dinonaktifkan. (rmol)


 


SANCAnews – Polisi menjelaskan penyidikan kasus terorisme berbeda hukum acaranya dengan kasus pidana lainnya. Hal tersebut disampaikan untuk menanggapi keluhan penasehat hukum eks Sekretaris Umum FPI Munarman, yang mengaku ditolak penjaga Rutan Mapolda Metro Jaya saat hendak menjenguk kliennya.

 

"Penyidikan kasus terorisme itu berbeda hukum acara pidananya dengan kasus biasa. Jadi penyidik mempunyai waktu dalam mendalami. Dalam menelusuri kasus-kasus tersebut untuk konsentrasi, penyidik ingin fokus terhadap kasus tersebut. Jadi saya jawab alasannya (tidak bisa dijenguk) karena hukum acara pidana kasus terorisme itu berbeda," kata Kabag Penum Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (30/4/2021).

 

Ramadhan mengatakan penyidik masih fokus memeriksa Munarman. Dia juga menyebut penyidik terus mendalami keterlibatan Munarman dalam jaringan teroris.

 

"Yang jelas, keterlibatannya adalah aksi terorisme. Sedang didalami keterlibatannya di mana. Mungkin sebelumnya ada peristiwa-peristiwa itu di daerah A, B, C, itu sedang dilakukan pendalaman. Tentunya, penyidik Densus akan melakukan penyelidikan dan penyidikan secara profesional, dan kita tunggu saja apa hasilnya nanti," jelasnya.

 

Sebelumnya, tim kuasa hukum Munarman tidak bisa menjenguk Munarman di Rutan Polda Metro Jaya, Kamis (29/4) kemarin. Mereka mengaku ditolak polisi yang bertugas menjaga rutan.

 

Salah satu pengacara Munarman, Ann Noor Qumar, mengatakan tidak ada penjelasan detail alasan pihaknya tidak diizinkan menjenguk Munarman. Dia hendak membawakan makanan serta koper isi pakaian ganti untuk Munarman.

 

Diketahui, Munarman ditangkap Densus 88 Antiteror Polri lantaran diduga terlibat dalam kegiatan baiat teroris di tiga kota. Penangkapan dilakukan Selasa (27/4), sekitar pukul 15.00 WIB. Polisi juga menggeledah eks markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. (dtk)



 


SANCAnews – Polri telah rampung melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah bahan-bahan yang disita dari bekas markas FPI di Petamburan pasca penangkapan Munarman.

 

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes pol Ahmad Ramadhan mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut bahan yang ditemukan berpotensi menjadi bahan peledak.

 

"Hasil identifikasi tim Puslabfor yang telah melakukan identifikasi menyimpulkan bahwa barang yang ditemukan tersebut adalah bahan kimia yang berpotensi yang digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan peledak (Triaseton Triperoksida) TATP," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jumat 30 April 2021.

 

Ramadhan menegaskan, berdasarkan hasil itu pula pihaknya membantah bahwa bahan tersebut tidak berbahaya dan hanya digunakan untuk membersihkan toilet.

 

Kemudian, berdasarkan hasil pemeriksaan tim Puslabor Polri juga menemukan bahan kimia yang mudah terbakar untuk pembuatan bom molotov.

 

"Dan yg ketiga bahan kimia yg merupakan bahan baku peledak TNT. Jadi, itu tiga yg disimpullkan Puslabfor Polri," tuturya.

 

Sebelumnya, kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar mengklaim bahwa temuan sejumlah bahan berupa cairan Triaseton Triperoksida (TATP) dan bubuk putih saat penggeledahan bekas sekretariat DPP Front Pembela Islam (FPI) sebagai bahan yang tidak berbahaya.

 

Aziz menjelaskan, bahwa berdasarkan informasi yang diterimanya bahan-bahan tersebut hanya untuk pembersih.

 

"Informasinya yang saya dapat itu adalah untuk pembersih wc, toilet, dan tempat wudhu. Seperti itu informasinya dari beberapa pihak," tutur Aziz.

 

Ia membantah jika bahan tersebut dikaitkan dengan pembuatan barang tertentu yang dapat membahayakan.

 

"Nggak nggak ada (bahan berbahaya) di sana, sepengetahuan saya nggak ada. Informasinya seperti itu," ucapnya.

 

Sebagaimana diketahui, Densus 88 Antiteror Polri mengamankan sejumlah barang bukti berupa beberapa botol berisi TATP dalam penggeledahan disebuah gedung bekas markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat.***


 


SANCAnews – Belakangan beredar luas rekaman CCTV di media sosial yang memperlihatkan sosok pria diduga mantan Sekretaris FPI Munarman dan seorang perempuan di sebuah hotel.

 

Rekaman yang beredar luas tersebut pun dianggap perlu diklarifikasi oleh pihak hotel karena menyangkut privasi dan bisa menjadi bahan pergunjingan. Terlebih, tidak ada perbuatan melanggar hukum sebagaimana terekam dalam CCTV yang viral itu.

 

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti dalam keterangannya kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Jumat (30/4).

 

"Sudah semestinya pihak hotel atau asosiasi perhotelan berbicara mengapa rekaman CCTV hotel bisa beredar di tengah masyarakat. Apakah tidak ada jaminan bahwa seluruh rekaman mereka bersifat rahasia?" kata Ray Rangkuti.

 

"Dan sekarang, rekaman yang dimaksud sedemikian rupa dipakai untuk memfitnah dan menyerang pribadi seseorang. Padahal, aktivitasnya di hotel tidak ada yang melanggar aturan," imbuhnya menyesalkan.

 

Atas dasar itu, Aktivis 98' jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini meminta pihak hotel untuk menjelaskan secara clear kepada publik kenapa CCTV bisa menyebar ke medsos. Termasuk, hak privasi pelanggaran hotel bisa diviralkan meskipun tidak ada perbuatan melanggar hukum disitu.

 

"Pihak hotel atau asosiasi perhotelan sudah seharusnya menjelaskan hal ini kepada publik. Tanggungjawab merekalah untuk memastikan privasi pelanggan tetap terjaga," demikian Ray Rangkuti. (*)





SANCAnews – Langkah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Depok menjatuhkan vonis 10 bulan kepada aktivis Syahganda Nainggolan dinilai tidak tepat.

 

Pendiri Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, Rachland Nashidik menilai bahwa vonis terhadap deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu tidak pantas. Seharusnya, menurut Rachland, Syahganda dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

 

“Syahganda divonis 10 bulan penjara. Satu menitpun tidak pantas!” tegasnya lewat akun Twitter pribadi, dikutip dari Rmol, Jumat (30/4).

 

Majelis Hakim sudah menjatuhkan vonis bagi petinggi Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan selama 10 bulan penjara.

 

Syahganda dinilai bersalah terkait penyebaran informasi bohong terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja.

 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ramon Wahyudi.

 

Dalam vonis ini, majelis hakim turut menimbang sejumlah hal yang meringankan dan memberatkan selama Syahganda mengikuti persidangan.

 

Dalam pertimbangan yang memberatkan, hakim menilai Syahganda tidak bijak dalam bermedia sosial padahal status Syahganda adalah dosen.

 

Sementara pertimbangan yang meringankan Syahganda, karena sikap dan sopan santun Syahganda selama persidangan dinilai kooperatif. Vonis ini juga lebih ringan dari tuntutan awal yakni 6 tahun. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.