Latest Post




SANCAnews – Tim kuasa hukum mendatangi Rutan Polda Metro Jaya untuk membesuk eks Sekretaris Umum FPI Munarman, tersangka kasus dugaan terorisme. Namun kedatangan mereka ditolak penjaga rutan.

 

Salah satu pengacara Munarman, Ann Noor Qumar, mengatakan hari ini merupakan upaya kedua pihaknya untuk menjenguk kliennya. Namun kedua upaya tersebut tetap berakhir sia-sia.

 

"Jawaban petugas tetap tidak bisa (jenguk)," kata Qumar di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (29/4/2021).

 

Menurut Qumar, petugas jaga Rutan memberikan jawaban yang berbeda saat menolak upaya tim pengacara menjenguk Munarman. Dia mengaku pada kunjungan pertama pihak rutan meminta pengacara mengantongi izin dari Densus 88 Mabes Polri.

 

Setelah mengantongi surat rekomendasi dari Densus, namun pengacara tetap tidak bisa menjenguk Munarman di Rutan Polda Metro Jaya.

 

"Hari kedua tim kita sedang koordinasi dengan Densus terus diarahkan dan dibolehkan memberikan pakaian dan makanan tapi pada saat kita tiba di Rutan Narkoba ini tidak diperkenankan," ujar Qumar.

 

Qumar mengatakan tidak ada penjelasan detail alasan pihaknya tidak diizinkan menjenguk Munarman. Dia menyebut persoalan izin menjenguk Munarman menjadi wewenang dari petugas rutan.

 

"Alasan tim yang jaga di sini apapun arahannya setinggi apa pun pangkatnya yang berkuasa di tahanan ini adalah perwira jaga yang saat ini bertugas. Yang artinya kita menunggu apa arahannya? Mereka memberikan jawaban tidak bisa dijenguk saat ini. Kita tanyakan apa alasan hukumnya? Mereka tidak memberikan alasan hukum," jelas Qumar.

 

"Mereka bilang Pak Munarman baru proses penangkapan, yang faktanya kalau kasus biasa penangkapan itu 1x24 jam kalau tidak ada buktinya harus dibebaskan. Kalau untuk kasus teroris kan memang ada waktu yang lebih. Tapi dari secara faktual beliau sudah ditahan, dititip di rutan narkoba. Kita hanya menjenguk," sambungnya.

 

Qumar mengaku hari ini timnya mencoba melihat secara langsung keadaan Munarman di Rutan Polda Metro Jaya. Dia turut membawa makanan serta koper isi pakaian ganti untuk Munarman.

 

"Kami hari kedua ini hadir meminta izin untuk dipertemukan dengan beliau dalam kapasitas, satu, untuk menjenguk dulu. Dua, kita membawa pakaian ganti dan makanan. Karena pada saat beliau dibawa dari rumah ditangkap itu beliau sampai menggunakan alas kaki pun tidak diberikan kesempatan itu. Artinya kami sangat menyayangkan sikap itu," jelasnya.

 

Sebelumnya, Munarman ditangkap Densus 88 Antiteror lantaran diduga terlibat dalam kegiatan baiat teroris di tiga kota. Penangkapan dilakukan Selasa (27/4) sekitar pukul 15.00 WIB. Densus 88 Antiteror juga menggeledah eks markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. (dtk)





SANCAnews – Politisi Partai Demokrat Taufiqurrahman angkat bicara mengenai penangkapan mantan Sekretaris Umum FPI, Munarman oleh Densus 88.

 

Menurut Taufiq, pemerintah terus menerus 'menghajar' oposisi karena menangkap banyak oposisi, mulai dari Rizieq Shihab kini Munarman ikut diciduk.

 

Melalui akun Twitter miliknya @taufiqrus, Taufiq mengungkit deretan kasus 'penyerangan' terhadap oposisi yang dilakukan pemerintah.

 

Mulai dari kasus penembakan enam laskar FPI, penangkapan sejumlah pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), yakni Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan hingga Anton Permana.

 

Terakhir terkait kasus penahanan eks pentolan FPI Rizieq Shihab yang didakwa dengan banyak kasus pidana.

 

"6 warga sipil ditembak mati di KM 50, Jumhur-Syahganda-Anton Permana-Habib RIzieq dipidanakan, sekarang Munarman mau dihabisi juga. Kurang apalagi sih menghajar oposisi?" kata Taufiq seperti dikutip Beritahits.id, Kamis (29/4/2021).

 

Taufiq mengungkit soal sikap pemerintah yang dinilainya selalu menzalimi para oposisi.

 

"Mau sampai kapan terus-terusan menjadi zalim? Ingat tak ada pesta yang tak usai, hati-hati bung!" tegasnya.


Taufiqurahman sebut penangkapan Munarman merupakan aksi zalimi oposisi (Twitter/taufiqrus)



Polisi Kantongi Bukti

 

Munarman ditangkap Densus 88 Antiteror di rumahnya di Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan, sekira pukul 15.30 WIB sore, Selasa (27/4/2021).

 

Dia ditangkap lantaran diduga terlibat dalam kegiatan baiat anggota terorisme di tiga kota beberapa tahun lalu.

 

Selain menangkap Munarman, Densus 88 juga melakukan penggeledahan di rumah Munarman di Pamulang, Tangsel dan ditemukan 70 item barang bukti.

 

Penggeledahan juga dilakukan di markas FPI Pertamburan, Polri menemukan sejumlah barang bukti beberapa cairan kimia dan serbuk yang diduga menjadi komponen bahan peledak.

 

Cairan kimia dan serbuk yang ditemukan mirip dengan barang bukti saat penangkapan dan penggeledahan terduga teroris di Condet, Jakarta Timur dan Bekasi, Jawa Barat, pada 29 Maret 2021 lalu. (sc)



 


SANCAnews – Pekikan takbir menggema di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Kamis (29/4). Tepatnya setelah Ketua Majelis Hakim, Ramon Wahyudi menjatuhkan vonis 10 bulan penjara bagi terdakwa Syahganda Nainggolan.

 

"Takbir.. Allahu Akbar..," kata seorang peserta sidang dari luar ruangan Cakra dan diikuti peserta lainnya. Takbir terdengar menggema keras hingga dua kali setelahnya.

 

Selepas sidang, peserta dan simpatisan yang sepanjang persidangan menonton dari luar ruangan langsung masuk ke dalam.

 

Beberapa tokoh Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) seperti Ahmad Yani dan Gde Siriana juga tampak mengikuti jalannya persidangan bersama peserta lain.

 

Dalam persidangan ini, majelis hakim memvonis Syahganda selama 10 bulan penjara.

 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 bulan," kata Ramon seperti diberitakan Kantor Berita RMOL Jakarta.

 

Syahganda dinilai bersalah terkait penyebaran informasi bohong terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja

 

Dalam vonis ini, majelis hakim juga menimbang sejumlah hal yang meringankan dan memberatkan selama Syahganda mengikuti persidanhan.

 

Majelis hakim mempertimbangkan keberatan lantaran Syahganda dinilai tidak bijak dalam bermedia sosial padahal status Syahganda adalah dosen.

 

Sementara pertimbangan yang meringankan Syahganda, karena sikap, dan sopan santun Syahganda selama persidangan dinilai kooperatif. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 6 tahun. (rmol)



 


SANCAnews – Situasi tertutup seolh menyelimuti gedung Pengadilan Negeri Depok jelang sidang putusan vonis kepada aktivis senior Syahganda Nainggolan pada hari ini, Kamis (29/4).

 

Sebagaimana diberitakan Kantor Berita RMOL Jakarta,  pintu PN Depok ditutup dan hanya menyisakan untuk pejalan kaki. Ternyata kondisi ini dikarenakan komplek PN Depok saat ini sedang melakukan lockdown mini. "Iya kantor lagi lockdown,” kata Humas PN Depok Ahmad Fadil.

 

Lockdown dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 sesuai dengan Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung RI 8/2020, di mana operasional kantor PN Depok akan berhenti sementara selama 5 hari sejak tanggal 27 April 2021 sampai dengan 3 Mei 2021.

 

Bahkan saat redaksi ingin masuk, sempat ditahan oleh petugas keamanan di depan pagar PN Depok, "Lagi lockdown mas," kata salah seorang petugas keamanan.

 

Menurut rencana, persidangan bakal dimulai pada pukul 13.00 WIB, dengan jumlah peserta sidang yang dibatasi.

 

"Hari ini juga hanya sidang Syahganda, karena agenda sudah putusan kami melakukan pembatasan pengunjung," kata Fadil.

 

Jaksa Penuntut Umum menuntut Syahganda Nainggolan dengan hukuman 6 tahun penjara.

 

Tuntutan didasarkan pada keyakinan bahwa Syahganda menyebarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran yang berujung kericuhan demo omnibus law RUU Cipta Kerja di Jakarta.

 

"Memutus, menyatakan terdakwa Syahganda Nainggolan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyiarkan berita ataupun berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dalam dakwaan pertama penuntut umum," ujar jaksa Syahnan Tanjung dalam persidangan di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Kamis (1/4).

 

Syahganda diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Jaksa menuntut terdakwa 6 tahun penjara dan membebankan biaya perkara Rp 5 ribu.

 

Sementara itu kuasa hukum Syahganda, Djuju Purwantoro berharap kliennya divonis bebas oleh hakim karena tak bersalah dalam kasus ini.

 

Baginya apa yang didakwakan JPU sangat sumir, lemah dan tidak terbukti di persidangan.

 

Sebab kicauan Syahganda di Twitter seperti didakwakan Pasal 14 ayat 1,2 dan 15 UU Peraturan Hukum Pidana, menyiarkan berita bohong tidak jelas.

 

“Faktanya tidak menimbulkan keonaran (secara materiil). Justru SN tidak didakwa dengan UU ITE yang cuitnya (omnibus law) melalui Twitter," sambungnya. (rmol)



 


SANCAnews – Video kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT) diputar dalam sidang lanjutan Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).

 

Pengacara Rizieq membandingkan video itu dengan kerumunan Rizieq di Petamburan dan Megamendung.

 

Ada dua video yang diputarkan kubu Rizieq, salah satunya kejadian kerumunan saat kunjungan kerja Jokowi di NTT.

 

Ahli epidemiologi yang dihadirkan jaksa dalam sidang pun lantas dimintai tanggapan terkait kerumunan di Maumere dengan di Petamburan dan Megamendung.

 

"Masalah kerumunan di NTT dan kolam renang, tadi Saudara ahli diperlihatkan video oleh jaksa terkait kerumunan di Megamendung dan Petamburan yang Saudara bilang berpotensi meningkatkan penyebaran wabah COVID.

 

Setelah melihat video tersebut, apa yang Saudara ahli ketahui dan berpendapat terkait persoalan tadi?" tanya salah satu penasihat hukum Rizieq dalam sidang di PN Jaktim, Kamis (29/4/2021).

 

Ahli epidemiologi, Hariadi Wibisono, menjelaskan pandangannya secara umum. Menurutnya, baik kerumunan di Petamburan dan Megamendung maupun kerumunan dalam video yang diperlihatkan kubu HRS sama-sama menimbulkan risiko penularan COVID-19.

 

"Sama-sama meningkatkan risiko terjadi penularan karena posisinya rapat dan tidak menggunakan masker dengan benar," ujar Hariadi.

 

Hal senada juga disebutkan ahli epidemiologi, Panji Fortuna. Dia menjelaskan mengenai adanya protokol kesehatan yang terabaikan dalam kasus kerumunan yang ada.

 

"Saya akan menggunakan penggaris yang sama 3C dan 3M. Kalau di 2 video tadi, 3C-nya close contact berdekatan walau di yang kolam renang tidak sedekat, seerat dua event yang lain karena kan ada bannya besar.

 

Ada kerumunan crowding kelihatannya ketiganya kelihatannya terjadi di luar ruang. 3M menggunakan masker di kolam renang tidak pakai masker, pakai juga percuma. Kerumunan di Maumere tidak terlalu jelas, tapi saya yakin ada yang tidak pakai masker. Saya yakin beberapa yang tidak terlihat tidak pakai masker dan cuci tangan tidak bisa saya nilai di sana," jelasnya.

 

Selain itu, kubu Rizieq juga membandingkan kasus di Petamburan dan Megamendung dengan video TikTok berisikan dugaan kerumunan yang melibatkan Wali Kota Bogor, Bima Arya. Panji menegaskan setiap kerumunan yang diduga melanggar prokotol kesehatan dapat dikenai tindakan.

 

"Itu jaraknya tidak ada, saya kurang bisa melihat pakai masker atau tidak, kalau tidak pakai masker itu bisa dipermasalahkan karena harus menerapkan 3M," ujarnya.

 

Kubu Rizieq pun menyimpulkan bahwa pelanggaran protokol kesehatan tidak bisa dibedakan penangananya, baik itu dilakukan pejabat maupun masyarakat umum.

 

"Artinya punya potensi yang sama dan tidak membedakan di manapun berada kerumunan tetap kerumunan," ucap kubu Rizieq.

 

Di sela-sela skors sidang diskors, salah satu penasihat hukum Rizieq, Sugito Atmo Pawiro, menjelaskan maksud pihaknya membandingkan kasus Petamburan dan Megamendung dengan kunjungan kerja Jokowi di NTT dan video TikTok Bima Arya. Menurutnya, kasus-kasus kerumunan tersebut tetap bisa menimbulkan kasus COVID-19.

 

"Kami juga menanyakan, apakah dalam hal yang terkait dalam potensi penularan COVID-19 mengenal kasta, kedudukan, membedakan rakyat jelata dengan pejabat? Ahli epidemiologi mengatakan bahwa COVID-19 tidak mengenal kasta," ujar Sugito.

 

"Akhirnya kami juga memperlihatkan video pembanding yang oleh ahli juga disampaikan itu juga berisiko sama untuk meningkatkan penularan COVID-19, itu video pertama yang terkait kerumunan di bandara waktu Presiden Jokowi di Maumere. Terus yang kedua terkait dengan Bima Arya. Itu juga berisiko meningkatnya penularan wabah COVID-19," tambahnya. (dtk)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.