Latest Post


 


SANCAnews – Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono membenarkan tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror menangkap mantan Sekretaris Umum (Sekum) Front Pembela Islam (FPI) Munarman.

 

“Iya (ditangkap) di salah satu perumahan daerah Cinangka, Pamulang,” kata Argo saat dikonfirmasi, Selasa (27/4).

 

Argo menegaskan, Munarman ditangkap oleh tim Densus 88 lantaran diduga kuat menggerakan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme, “Dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme,” tandasnya.

 

Sementara itu, salah satu tim kuasa hukum Habib Rizieq Shihab, Aziz Yanuar menyampaikan penjemputan Munarman oleh Densus dilakukan di kediaman pribadi Munarman Modern Hils, Pamulang, Tangerang Selatan.

 

"Iya, nanti kita sampaikan lebih lanjut. Iya, masih belum dibawa, masih ada pihak polisi di sini," kata Aziz Yanuar, saat dimintai konfirmasi soal penangkapan Munarman. (rmol)




SANCAnews – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tidak menahan dua tersangka kasus unlawful killing terhadap empat laskar Front Pembela Islam (FPI) dalam peristiwa 'Km 50'.

 

Polri yakin kedua oknum anggota Polda Metro Jaya berinisial F dan Y itu tidak akan melarikan diri.

 

"Dua tersangka atas nama F dan Y belum dilakukan penahanan. Alasan (tidak ditahan) yang bersangkutan kooperatif. Yang bersangkutan tidak dikhawatirkan melarikan diri," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa (27/4/2021).

 

Selain itu, Ramadhan mengungkapkan, F dan Y tidak akan menghilangkan barang bukti. Dia juga menegaskan keduanya masih merupakan anggota aktif di Polda Metro Jaya, "Dan yang bersangkutan tidak dikhawatirkan untuk menghilangkan barang bukti," jelasnya.

 

"Tidak bertugas. Tapi yang bersangkutan masih aktif, masih hadir di Polda Metro Jaya. Jadi kewajibannya sebagai personel Polda Metro Jaya tetap hadir. Berarti bukannya di rumah, tetap hadir di Polda Metro Jaya," sambung Ramadhan.

 

Sebelumnya, Polri mengungkap identitas dan peran dua polisi yang melakukan unlawful killing terhadap empat anggota laskar Front Pembela Islam (FPI). Dua oknum polisi itu berinisial F dan Y.

 

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan membeberkan peran kedua oknum penembak laskar FPI itu. Menurutnya, F adalah sosok yang menembak laskar FPI di dalam mobil dan Y merupakan sopir yang mengendarai mobil.

 

"Dia kan yang hadir di dalam mobil itu. Sudah diketahui siapa yang nembak. Yang satu dikenakan (Pasal) 338. Yang satu itu.... Pokoknya salah satu dari mereka yang (Pasal) 338. Yang F (yang menembak). Yang Y (Pasal) 56. Dia driver," ucap Ramadhan saat dihubungi, Selasa (27/4).

 

Bareskrim Polri juga telah melimpahkan berkas perkara kasus unlawful killing terhadap empat laskar FPI dalam kasus Km 50 ke Kejaksaan. Dalam kasus ini, terdapat dua tersangka yang merupakan oknum anggota Polda Metro Jaya, yakni F dan Y.

 

"Kami sampaikan kemarin hari Senin, 26 April 2021, pukul 13.00 WIB penyidik Dittipidum Bareskrim Polri telah melaksanakan tahapan penyidikan, yaitu penyerahan berkas perkara kasus Km 50, kasus meninggalnya 4 orang laskar FPI yang diduga dilakukan oleh Saudara F dan Y," jelas Ramadhan. (dtk)





SANCAnews – TNI AL hingga saat ini masih melakukan upaya evakuasi dan pengangkatan tubuh kapal selam KRI Nanggala-402 yang tenggelam di kedalaman 838 meter dari permukaan laut di perairan utara Bali.

 

Disampaikan Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf TNI AL (Asrena KSAL), Laksamana Muda Muhammad Ali, pencarian dan evakuasi KRI Nanggala-402 dibantu kapal milik Pemerintah Singapura.

 

Alat Remote Operated underwater Vehicle (ROV) MV Swift Rescue milik Singapura berhasil menangkap citra bawah laut yang menangkap gambar torpedo dan hydrophone KRI Nanggala-402.

 

“Update terbaru, kita sudah menemukan, mengangkat pakai ROV, hydrophone KRI Nanggala ditemukan torpedo juga, dari beberapa foto yang diambil,” ucap Asrena KSAL saat jumpa media, Selasa (27/4).

 

Ali mengatakan, untuk mengangkat bagian besar KRI Nanggala-402 perlu bantuan alat khusus. Karena ROV milik Singapura hanya mampu mengangkat benda dengan berat maksimal 150 kg.

 

“Torpedonya belum diangkat, sebisa mungkin kita akan angkat bagian-bagian kecil, kerena kemampuan ROV itu hanya 150 kg,” tandasnya. (rmol)




SANCAnews – Sejumlah aktivis dan tokoh nasional berkumpul di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan, Senin sore (26/4).

 

Mereka berkumpul untuk mengeluarkan petisi dukungan terhadap aktivis senior Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dkk agar dibebaskan dari segala bentuk tuduhan politis.

 

Selaras dengan itu, aktivis Pro Demokrasi (Prodem) mengajak seluruh aktivis hingga tokoh untuk memberikan dukungan pada sidang Syahganda Nainggolan dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Negeri pada Kamis (29/4).

 

"Kami sampaikan pengumuman, kawan kami Syahganda Kamis, 29 April 2021 lusa esok akan divonis Majelis Hakim di PN Depok. Kami harap semua tokoh dan aktivis untuk datang ke pengadilan nanti," ujar aktivis Prodem Andrianto kepada saat jumpa pers Petisi Aktivis Pro Demokrasi bertajuk "Demokrasi Harus Diselamatkan! Bebaskan Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat!".

 

Andrianto berharap pada putusan nanti, Majelis Hakim bisa membebaskan Syahganda Nainggolan dari tuntutan enam tahun yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya. Pasalnya, tuntutan dari Jaksa itu dinilai tidak logis.

 

"Kami juga harap kita semua para tokoh yang juga hadir disini untuk memberikan support moral pada Syahganda, semoga semua bersedia untuk mendatangi PN Depok di hari Kamis itu harapan kami," tuturnya.

 

Atas dasar itu, Andrianto menilai kehadiran para tokoh dan aktivis tersebut bisa menjadi jaminan bagi Syahganda, agar bisa menjadi tahanan luar.

 

"Pertama ada jaminan dari keluarga, kedua jaminan dari tokoh, khususnya kami semua di sini, dan ada jaminan uang. Semoga dengan jaminan para tokoh ini rekan kita bisa diberikan tahanan luar oleh hakim," pungkasnya.

 

Sekadar informasi, dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Syahganda Nainggolan dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) enam tahun penjara.

 

Syahganda didakwa menyebarkan berita bohong soal Omnibus Law sehingga menimbulkan aksi unjuk rasa. Jaksa berpendapat, dia dinyatakan terbukti melakukan hasutan melalui akun media sosialnya. (rmol)



 

SANCAnews – Insiden tenggelamnya kapal selam Nanggala-402 yang menewaskan 53 awak menjadi momentum bagi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mundur.

 

Disampaikan anggota DPR RI Fraksi PAN, Ahmad Yohan, kedua sosok tersebut sudah tidak tepat memimpin institusi pertahanan RI.

 

"Kalau ada faktor human error, soal manajemen teknis dan soal infrastruktur kemiliteran yang tidak layak, dua orang ini paling bertanggung jawab. Mundur saja kalau tidak mampu mengurusnya. Belajar malu dong seperti orang Jepang," kata Ahmad Yohan dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/4).

 

Yohan menjelaskan, KRI-Nanggala 402 merupakan kapal tua buatan Jerman thun 1977 dan dikirim ke Indonesia tahun 1981. Dengan kata lain, usia Nanggala-402 sudah berusia 44 tahun.

 

“Usia 44 tahun untuk ukuran manusia ya performa sudah turun dong. Meski diawetkan berkali-kali, sudah di-docking ulang kali, namanya barang tua ya tetap saja tidak awas,” tegas Yohan.

 

Fakta alutsista Tanah Air yang banyak berusia tua ini juga tak sejalan dengan semangat sebagai poros maritim dunia yang digaungkan pemerintah. Jika cita-cita tersebut benar-benar ingin diwujudkan, kata dia, harus didukung dengan alutsista mumpuni dan berusia remaja.

 

Selain itu, ia juga menyinggung kinerja Menhan Prabowo yang belakangan justru fokusnya bergeser. Alih-alih memperkuat alutsista pertahanan negara, Ketua Umum Partai Gerindra itu justru sibuk mengurusi lumbung pangan.

 

"Mestinya urus sistem dan infrastruktur pertahanan nasional, malah urus food estate. Inikan tidak makesense. Prabowo juga lebih sibuk rekrut 100 body guard untuk keamanan dirinya yang tak ada korelasi dengan tupoksinya," kritiknya.

 

Pun demikian dengan Panglima TNI Marsekal Hadi. Ia menilai, selama ini Panglima lebih sibuk mengurusi organisasi masyarakat (Ormas) dibanding fokus ke profesional kemiliteran.

 

"Penertiban Ormas itu tugas Polri. Terkecuali Polri tidak mampu. Kalau Menhan dan Panglima TNI malfunction, untuk apa dipertahankan. Mundur saja kalau begitu," tandasnya. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.