SANCAnews – ”MAKA, berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami
mensomasi Saudara untuk tidak melakukan penebangan pohon-pohon tanpa izin,
pendirian tenda-tenda tanpa izin, dan atau kegiatan apapun tanpa izin di lahan
RTH Blok C 1 yang dapat merusak dari lahan RTH tersebut. Kami memberi waktu
tiga hari kerja agar mengosongkan lahan RTH dari kegiatan apapun. Demikian ini
kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.”
Begitu penutup surat somasi Hartono SH yang mengaku kuasa warga TVM kepada Marah
Sakti Siregar, Ketua Panitia Masjid At
Tabayyun di Taman Villa Meruya, Jakarta Barat.
Surat itu berkop Kantor Hukum Hartono & Rekan No
20/KHHR/J/TV /2021 tertanggal 15 April 2021. Dilayangkan dua hari setelah Tenda Masjid itu didirikan
Panitia Masjid untuk tempat ibadah Salat Taraweh warga Muslim di komplek itu.
Somasi itu tiga lembar, berisi lima point. Point satu,
menuduh Panitia melanggar peraturan karena menebang pohon di lokasi tenda.
Point kedua, menerangkan fungsi RTH dan pohon-pohon itu.
Point ketiga, dia menuduh Panitia Masjid melakukan tindak pidana pelanggaran terhadap tertib
jalur hijau, taman, dan pemakaman dengan mengutip Pergub DKI No 221 tahun 2009.
Point empat, menuduh Panitia tidak meminta izin RT maupun RW
setempat. Point lima, karena pihaknya
sedang menggugat Gubernur DKI -- yang telah memberi izin pembangunan Masjid --
ke PTUN, maka diminta tidak boleh ada kegiatan apapun di atas lahan itu.
Setelah ditelusuri, kuasa Hartono berasal dari hanya 12 warga
di TVM. Uraiannya, enam dari warga Jakarta dan enam penduduk Tanggerang. Empat
di antaranya Ketua RT di wilayah itu. Keseluruhan tidak satu pun pemilik tanah
yang dimaksud.
Adapun Hartono sendiri tidak ditemukan jejak yang
bersangkutan terkait dengan pemilikan tanah tersebut.
Saat digoogling, warga malah menemukan jejak digital yang
bersangkutan sebagai mantan napi kasus penipuan kliennya, divonis penjara oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dari tahun 2014 sampai tahun
2015.
Jejak digital Hartono ini terkonfirmasi lewat beberapa berita
media belum lama ini yang membenarkan itu.
Sehari setelah menerima surat somasi, tanggal 16 April Ketua
Panitia membalas surat Hartono.
Isinya, menyanggah semua tuduhan pengacara itu yang
mengabaikan azas praduga tak bersalah. Point penting surat balasan yang
ditandatangani Marah Sakti Siregar selaku Ketua Panitia Pembangunan Masjid At
Tabayyun, bahwa Hartono telah mencemarkan Panitia Pembangunan Masjid karena menembuskan
surat somasinya kepada 15 instansi pemerintah dan swasta. Padahal, lazimnya
surat somasi disampaikan secara tertutup kepada pihak yang dituju.
"Alasan itulah kami perlu menyiapkan laporan polisi,”
kata Wiwien Sri Sundari, Kepala Humas Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun,
Kamis malam (22/4) di Tenda Taraweh.
Menurut Wiwien, sulit bagi Hartono membantah -- seperti
dilakukan yang bersangkutan belakangan -- mau menghalangi warga Muslim di TVM beribadah di tenda Masjid
yang dijuluki Tenda Arafah.
Fungsi Tenda Masjid itu sudah dipublish luas oleh media pers,
dan masyarakat sudah mengetahuinya.
"Makanya kami pun segera merespons surat somasinya.
Banyak warga Muslim dalam komplek dan sekeliling komplek yang marah. Kami
mencegahnya menyabarkan mereka dengan segera bertindak melakukan perlawanan
hukum,” tambah mantan penyiar senior TVRI itu.
Wiwien menerangkan ultimatum Hartono memang ngawur.
Isinya lebih banyak fitnah. Sebagai contoh, SK Gubernur untuk
membangun Masjid di tanah pemda sudah keluar sejak Oktober tahun lalu. Diikuti
izin dari dinas-dinas terkait yang lain. Juga rekomendasi dari Forum Kerukunan
Umat Beragama.
“Lho, itu payung hukum tertinggi dalam urusan pemanfaatan
tanah di wilayah DKI sampai ada putusan lain yang mengubahnya. Masak karena
gugatan Hartono yang juga baru didaftarkan, dan saya dengar berkali-kali
diminta revisi oleh PTUN bisa membatalkan SK Gubernur. Yang konyol, minta
supaya lahan untuk Masjid status quo dulu sebelum ada putusan pengadilan yang
bersifat tetap. Bukannya terbalik. Yang
menggugat saja sampai ada keputusan
pengadilan yang bersifat tetap baru bertindak. Itu pun bukan dia, tapi hak
aparat penegak hukum,” papar Wiwien.
Betulkah pengembang sudah siapkan lahan lain seluas 312 m2 di
komplek itu juga, seperti klaim Hartono?
"Begitu cerita dia. Faktanya tidak demikian. Lahan yang
dimaksud pengembang sudah lama dikembalikan ke Pemrov DKI. Waktu rapat
sosialisasi warga 3 November 2019, pihaknya yang menjanjikan mengurus itu.
Mengajukan permohonan izin kepada Gubernur. Tapi apa yang dilakukannya?
Bukannya mengurus lahan itu, tetapi dua
tahun sibuk menjegal usaha kami ke sejumlah instansi pemerintah,” sambung
Wiwien.
“Setelah gagal, kami
yang malah diganggu. Sangat tidak fair. Padahal, itu kesepakatan bersama
yang dia hianati. Soal Tenda Arafah ini. Lha, Ketua RW wilayah Jakarta TVM telah membalas surat
pemberitahuan kami. Juga Ketua RT Jakarta. Malah tiap malam ikut shalat
Taraweh. Itu saja sudah menunjukkan pengacara itu alpa melakukan cek dan ricek,
tabayyun,” tambah Wiwien lagi.
Kamis siang kemarin (22/1), seminggu setelah surat somasi
Hartono atau empat hari setelah tenggat waktu dari ultimatumnya berlalu, Tenda
Masjid At Tabayyun tetap digunakan
beribadah oleh warga Muslim. Seharian kemarin tenda itu dikunjungi banyak tamu yang datang
menyampaikan dukungan.
Belum lagi yang mendukung lewat surat maupun pesan di WA.
Tamu terakhir dari LSM Pengacara Jawara Bela Umat (Pejabat) yang dipimpin oleh
KH. Eka Jaya. Ada juga kunjungan pejabat dari
Kantor Urusan Agama Jakarta Barat. (glc)