Latest Post




SANCAnews – Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas, menilai bahwa Jozeph Paul Zhang terkesan menantang dan tak kenal takut karena dia yakin tak akan diapa-apakan lantaran Kapolri beragama Kristen.

 

Ya, Anwar Abbas kini angkat bicara terkait pernyataan kontroversial YouTuber Jozeph Paul Zhang yang mengaku sebagai Nabi ke-26 dan pernyataan lainnya yang dinilai telah menistakan agama Islam.

 

Menurutnya, Jozeph telah melanggar aturan-aturan yang sangat fundamental dan mendasar sehingga menyebabkan kegaduhan di Indonesia.

 

Adapun hal itu disampaikan oleh Anwar Abbas saat menjadi narasumber di acara “Apa Kabar Indonesia” bertajuk “Buronan Polisi: Jozeph Bisa Dideportasi?” pada Selasa, 20 April 2021 lalu.

 

“Orang yang namanya Paul Zhang ini, ribut kita semua itu, negara lain pun ribut dibuatnya karena terjadi pelanggaran-pelanggaran yang sangat fundamental dan mendasar,” ujar Anwar Abbas dalam tayangan video di kanal YouTube tvOneNews, sebagaimana dikutip dari Pikiran Rakyat pada Kamis, 22 April 2021.

 

Anwar Abbas menjelaskan bahwa seorang Nabi bagi pemeluk agama adalah orang yang sangat dihormati sehingga apabila ada orang yang menghinanya, tentu kemarahan akan memuncak.

 

“Karena yang namanya agama itu sesuatu yang kita anggap suci, yang namanya Nabi itu bagi pemeluk agama adalah orang-orang yang sangat dihormati,” terang Anwar.

 

“Jadi, kalau seandainya agama dan Nabi dihina, dicela, dicerca, ya tentu saja kemarahan akan memuncak dan akibatnya, stabilitas dalam negeri akan menjadi terganggu,” sambungnya.

 

Lebih lanjut, Anwar Abbas menilai bahwa Jozeph Paul Zhang terkesan tak kenal takut dan malah menantang karena ia yakin dirinya tidak akan diapa-apakan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo.

 

“Saya melihat Bapak Kapolri yang sangat sensitif sekali soal hal ini. Kalau dalam video yang saya baca dan dengar itu, Paul Zhang ini yakin dia tidak akan diapa-apakan karena Kapolrinya Kristen.”

 

Meski demikian, Anwar Abbas meyakini bahwa Listyo Sigit Prabowo akan bersikap tegas atas pelanggaran yang dilakukan oleh Jozeph Paul Zhang.

 

“Kesimpulan saya, ayo mari kita sama-sama buktikan bahwa Kapolri tidak seperti yang dia asumsikan,” katanya.

 

“Kenapa saya percaya? Karena saya sudah pernah berdiskusi dengan beliau dan beliau ini sangat menghormati nilai-nilai atau norma-norma untuk saling menghormati antarumat beragama,” pungkas Anwar Abbas. []



 


SANCAnews – Ujaran Jozeph Paul Zhang belum usai. Kini Jozeph Paul Zhang menyindir keimanan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas lemah.

 

Jozeph Paul Zhang jadi tersangka penistaan agama. Namun Jozeph Paul Zhang belum ada rasa takut untuk menghadapinya.

 

Jozeph Paul Zhang bahkan menyatakan belum ada hukum yang mengatur tentang larangan menjadi nabi. Jozeph Paul Zhang sebelumnya mengaku Nabi ke-26 setelah menghina Nabi Muhammad cabul.

 

“Saya boleh-boleh saja mengaku nabi ke-26, 27, 28, 29, suka-suka saya! Semua orang boleh saja mengaku menjadi nabi,” ujar Jozeph Paul Zhang dalam akun Youtubenya.

 

“Emang ada larangan menjadi nabi? Kayaknya belum ada undang-undang yang melarang menjadi nabi,” lanjutnya.

 

Jozeph Paul Zhang mengatakan, seandainya iman seseorang sudah tinggi, maka ucapan yang dia sampaikan seharusnya tak membuat mereka sakit hati.

 

Sebab sejauh ini kepercayaannya juga sering diusik dan dihina, tapi dia mengaku biasa-biasa saja.

 

“Kenapa mesti sakit hati dengan yang saya ucapkan? siapa yang sakit hati? Menteri Agama kah? berarti Menteri Agama kadar keimanannya lemah sekali.”

 

“Wah cetek sekali itu kalau Gus Yaqut sakit hati, kalau ketua MUI bilang sakit hati, wah cetek sekali iman kalian. Tuhan Yesus disakiti, dihina tidak pernah sakit hati, halelujah, itulah Tuhan yang saya sembah,” tegasnya.

 

Lebih jauh, Jozeph Paul Zhang mengatakan seandainya saat ini dia tinggal di Indonesia, mungkin ada ormas Islam (ormas) seperti FPI yang membakar rumahnya. Itulah mengapa, dia bersyukur bisa tinggal di luar negeri.

 

“Kalau saya di dalam (wilayah Indonesia) ngomong sudah diciduk. Di depan sudah intel nongkrongin, FPI nongkrongin, bagus intel palingan dicokok gini saja, kalau FPI dibakar rumahnya, itu kan fakta teman-teman yang dicokok,” urainya.

 

Diketahui, sejak beberapa hari terakhir, Jozeph Paul Zhang ramai menjadi perbincangan publik. Sebab, secara terbuka dia menyebut Nabi Muhammad cabul dan mengaku tak akan masuk surga. Bahkan, dia juga melabeli dirinya sebagai nabi ke-26.

 

Dalam sebuah video yang diunggah di saluran YouTube miliknya, Jozeph membagikan video rekaman dalam forum diskusi virtual bertajuk ‘Puasa Lalim Islam’. Adapun video tersebut berdurasi cukup panjang, yakni tiga jam lebih dua menit.

 

Pada salah satu percakapakan dan yang membuat heboh banyak orang, Jozeph menantang publik dengan membuat sayembara yang bisa melaporkannya ke polisi terkait penisataan agama.

 

“Yang bisa laporin gua ke polisi, gua kasih uang lo. Yang bisa laporin gua penistaan agama, nih gua nih nabi ke-26, Josep Fauzan Zhang, meluruskan kesesatan ajaran nabi ke-25 dan kecabulannya yang maha cabululllah.”

 

“Kalo Anda bisa laporin atas penistaan agama, gua kasih loh satu laporan Rp1 juta, maksimum 5 laporan supaya jangan bilang gua ngibul kan. Jadi kan Rp5 juta, di wilayah polres berbeda,” kata Jozeph pada video yang kemudian viral dan menuai kecaman tersebut. (glc)





 

SANCAnews – Jaksa penuntut umum dan penasihat hukum Habib Rizieq Shihab dkk berdebat dalam sidang kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. Perdebatan itu muncul saat jaksa membahas AD/ART FPI ketika memeriksa saksi dari Kemendagri.

 

Awalnya, jaksa menanyakan ASN Kemendagri yang membidangi pendaftaran ormas, Abda Ali, soal pemeriksaannya dengan penyidik. Saat itu, Ali mengatakan diperiksa penyidik soal status kelembagaan FPI.

 

"Waktu itu saya diperiksa penyidik menanyakan status kelembagaan FPI," kata Abda Ali dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jalan Dr Sumarno, Cakung, Jaktim, Kamis (22/4/2021).

 

Ali membeberkan bahwa masa berlaku surat keterangan terdaftar (SKT) ormas atas nama FPI hanya sampai 20 Juni 2019. FPI juga terdaftar sebagai ormas yang tidak berbadan hukum.

 

"Bahwa FPI itu betul terdaftar di Kemendagri sampai dengan 20 Juni 2019 sebagai ormas yang tidak berbadan hukum," ujarnya.

 

Ali juga menyebut ada upaya FPI untuk mengurus masa berlaku SKT tersebut. Namun, lanjutnya, berkas itu ditolak karena ada syarat yang belum terpenuhi dalam AD/ART.

 

"Masih status ditolak karena persyaratan pendaftaran organisasinya belum memenuhi ketentuan Permendagri 57/2017, Pak," jelasnya.

 

Jaksa juga sempat menanyakan soal visi misi dan AD/ART FPI lebih lanjut. Sejurus kemudian, penasihat hukum lantas mengajukan keberatan karena tidak berkaitan dengan masalah pelanggaran COVID-19. Hakim ketua Suparman Nyompa pun menengahi perdebatan kedua belah pihak.

 

"Tadi dia terangkan mengenai terakhir terdaftar SKT FPI berakhir 20 Juni 2019, ini ada masalah lembaga sosial masyarakat. Nanti kita dengar apanya kan ada terkait FPI yang pernah dinaungi terdakwa," ucap hakim.

 

Salah satu penasihat hukum Habib Rizieq menyebut pertanyaan jaksa soal AD/ART FPI termasuk membuang waktu. Perdebatan antara jaksa dan penasihat hukum pun kembali terjadi.

 

"Dakwaan berkaitan penyelenggaraan Maulid dan pernikahan, dakwaan juga terkait prokes. Jadi apa hubungannya, ini kan membuang-buang waktu," ucap salah satu penasihat hukum Habib Rizieq.

 

"Bukan membuang waktu, Pak. Dalam dakwaan kami ada, dan dokumen dalam pelaksanaan kegiatan berlogo FPI," jelas jaksa.

 

Hakim pun kembali menenangkan kedua belah pihak. Jaksa kemudian dipersilakan melanjutkan pertanyaan karena masih masuk dalam dakwaan.

 

"Jelas ya ada di dakwaan kelima," ujar hakim.

 

Diketahui, Habib Rizieq didakwa melakukan penghasutan terkait kerumunan di Petamburan. Atas perbuatannya itu, Habib Rizieq didakwa pasal berlapis.

 

Berikut pasal yang menjerat Habib Rizieq dalam persidangan perkara penghasutan terkait kerumunan di Petamburan:

 

1. Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;

2. Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;

3. Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;

4. Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan

5. Pasal 82A ayat (1) juncto 59 ayat (3) huruf c dan d UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat (1) KUHP. (dtk)


 


SANCAnews – Ketum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri bertemu dengan Mendikbud Nadiem Makarim di tengah isu reshuffle kabinet. Usai pertemuan, PDIP, melalui Sekjen Hasto Kristiyanto, memuji-muji Nadiem. PDIP ingin menyelamatkan Nadiem agar tak di-reshuffle?

 

"Wajar juga muncul interpretasi ada hubungan perjumpaan Nadiem tersebut dengan Bu Mega yang notabene Ketua Umum PDI Perjuangan, yang menjadi partai penyokong utama pemerintahan Jokowi," kata Direktur Eksekutif The Political Literacy, Gun Gun Heryanto, kepada wartawan, Kamis (22/4/2021).

 

Gun Gun menyakini di balik pertemuan Megawati dan Nadiem, PDIP memiliki tujuan tertentu. Dugaan sederhana dari Gun Gun, PDIP ingin menunjukkan sikap pedulinya kepada Nadiem.

 

"Tapi, tentu parpol selalu punya intensi atau tujuan saat mengundang seseorang secara khusus," sebut Gun Gun.

 

"Apakah ini menunjukkan sikap 'care' PDIP pada Nadiem? Bisa jadi iya, mengingat, kalau tidak ada hubungan emosional atau personal, siapapun yang ada di jajaran kabinet, apalagi ramai mau di-reshuffle dan bukan bagian dari partainya, ya tentu PDIP juga tak akan peduli memberi 'panggung' di rumah mereka bukan," papar dia menambahkan.

 

Gun Gun menjelaskan, apa yang dia sampaikan merupakan analisis dari aspek komunikasi. Anggota Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia itu menilai PDIP sedang mencoba mempertahankan citra Nadiem.

 

"Ini semacam pembacaan konteks komunikasi saja dari manajemen impresi yang ditunjukkan PDIP. Coba cermati soal care dan manajemen impresi PDIP," sebut Gun Gun

 

Seperti diketahui, Megawati bertemu dengan Nadiem di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Menten, Jakarta Pusat, di tengah isu reshuffle. PDIP mengklaim Megawati dan Nadiem yang bicara soal reshuffle, melainkan perihal pendidikan nasional.

 

PDIP menyebut Nadiem memiliki gagasan pendidikan yang berakar pada pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Gagasan itu dinilai perlu didukung. PDIP juga memuji-muji Nadiem.

 

"Jika ditanya bagaimana kami memandang kinerja Mendikbud sejauh ini, apa yang dicanangkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim dengan pendidikan yang memerdekakan dan berakar pada falsafah pemikiran Ki Hadjar Dewantara perlu mendapat dukungan. Partai tidak melihat menteri sebagai individu," ucap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/4).

 

"Partai melihat menteri sebagai pembantu presiden yang harus menjalankan kebijakan presiden, yang berfokus pada upaya menjalankan konstitusi dan UU dengan selurus-lurusnya. Terlebih pendidikan juga harus mengedepankan objektivitas, rasionalitas, dan semangat juang untuk menguasai ilmu pengetahuan. Atas pemaparan Menteri Pendidikan, bagaimana pendidikan juga membumikan Pancasila sangat menarik dan penuh dengan inovasi dan terobosan," sambung dia. (glc)



 


SANCAnews – Hilangnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asyari dalam Kamus Sejarah Republik Indonesia jilid I bukan perkara sederhana.

 

Karena itu, keteledoran yang telah dilakukan pihak Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid tidak seharusnya selesai dengan permohonan maaf.

 

Demikian disampaikan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Kamis (22/4).

 

"Fakta hilangnya KH Hasyim Asyari dalam buku Sejarah adalah perkara besar. Tidak boleh selesai dengan minta maaf," tegas Mardani.

 

Anggota Komisi II DPR RI fraksi PKS ini menilai perlu dilakukan investigasi menyeluruh terkait motif di balik hilangnya nama pahlawan nasional sekaligus pendiri ormas NU tersebut.

 

Sebab, fakta sejarah bahwa ulama berperan besar dalam kemerdekaan Republik Indonesia tidak boleh dihapus, "Jadi, perlu diinvestigasi apa maksud dan siapa master mindnya," pungkasnya. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.