Latest Post


 

SANCAnews – Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKNU), H Tjetjep Muhammad Yasin SH, MH, mengaku geram dengan penyusunan buku ‘Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan II’ yang menafikan tokoh-tokoh NU. Menurutnya, ini masalah serius, sangat berbahaya.

 

“Terus terang kami geram. Apa maksudnya? Kami khawatir ini modus mengadu domba NU Muhammadiyah. Karena, katanya, buku itu dibuat pada zaman Menteri Muhajir, tokoh Muhammadiyah. Kami yakin, ini bukan kerjaan menteri. Karena tim penyusunnya jelas, Dirjen Kebudayaan juga jelas,” demikian disampaikan Gus Yasin panggilan akrab H Tjetjep Muhammad Yasin kepada duta.co, Rabu (21/4/21).

 

Gus Yasin juga menyorot modus operandinya, kisah mencuatnya buku ‘Kamus Sejarah Indonesia’ ini. Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, buku itu disusun pada tahun 2017, sebelum periode kepemimpinan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim.

 

“Artinya, tahun 2017 itu mendikbudnya Prof Muhajir Effendy (2016 –2019). Lalu, naskah buku diupload tahun 2019. Saya khawatir ini modus operandi untuk mengacak-acak hubungan NU-Muhammadiyah. Sementara yang menandatangani Kata Pengantar buku tersebut jelas, adalah Hilmar Farid selaku Dirjen Kebudayan Kemendikbud RI. Jadi, dia harus bertanggungjawab,” urai Gus Yasin.

 

Alumni PP Tebuireng ini sepakat dengan pernyataan sikap PP Tebuireng, yang menyebut masalah ini bukan sekedar salah atau alpa belaka. Ini sudah terstruktur, ada unsur kesengajaan untuk melenyapkan tokoh-tokoh yang sudah berjibaku untuk negeri ini.

 

“Karena itu, kami (PPKN red.) akan bersurat ke Presiden, DPR RI, agar Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid dipanggil untuk mempertanggungjawabkan semuanya. Ini bahaya sekali,” tambahnya.

 

Masih menurut Gus Yasin, kalau benar Hilmar Farid itu aktivis PRD, condong ke ekstrem kiri, maka, tidak salah kalau kegaduhan di media sosial saat ini, selalu dikaitkan dengan bahaya komunisme.

 

“Dan ini sekaligus menepis omongan Kiai Said Aqiel Sirodj (Ketua Umum PBNU red.) yang hanya sibuk dengan isu Wahabi, sehingga ancaman PKI dinafikan,” pungkasnya.

 

Seperti terbaca duta.co, tim penyusun buku ini adalah Dian Andika Winda, Dirga Fawakih, Ghamal Satya Mohammad, Saleh As’ad Djamhari, Teuku Reza Fadeli dan Tirmizi. Buku juga juga disertai dua pengantar, pertama pengatar dari Direktur Sejarah Triana Wulandari, kedua dari Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid. (*)


 


SANCAnews – Anggota Komisi I DPR Fadli Zon menyoroti video yang menampilkan Hilmar Farid--saat ini Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)--ketika diwawancarai soal sejarah Kiri di Indonesia. Fadli Zon menyebut Hilmar Farid terkesan menyalahkan Orde Baru soal PKI.

 

Video yang dimaksud yakni berjudul 'Kaum Kiri dalam Historiography Orde Baru' yang diunggah salah satu akun YouTube pada Desember 2011.

 

Video berdurasi 5 menit 3 detik tersebut menampilkan wawancara Hilmar Farid yang saat itu menyandang atribusi sejarawan Universitas Indonesia Hilmar Farid. Hilmar Farid diwawancarai tentang sepak terjang kalangan Kiri dan kasus tahun 1965 yang berdampak dalam perjalanan kebangsaan Indonesia.

 

Wawancara Hilmar Farid ini diunggah Mustofa Nahrawardaya kemudian dikomentari Fadli Zon. Fadli Zon mengkritik pernyataan Hilmar Farid dalam wawancara tersebut.

 

"Dalam soal PKI, Dirjen Kebudayaan ini jelas bela sejarah versi PKI, menyalahkan Orde Baru dan TNI. Tak akui PKI lakukan kudeta, malah PKI sebagai korban," kata Fadli Zon dalam cuitan yang dibagikan kepada wartawan, Rabu (21/4/2021).

 

Fadli Zon juga menyoroti pernyataan Hilmar Farid soal jenderal-jenderal korban peristiwa tersebut. Menurutnya, Hilmar Farid ingin membelokkan sejarah.

 

"Ia tidak sebut G30S/PKI tapi G30S saja. Ia coba menepis penyiksaan terhadap para jenderal di Lubang Buaya dengan hasil visum. Ia mau belokkan sejarah," ujarnya.

 

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid turut menyoroti Hilmar Farid. Sorotan Hidayat menanggapi cuitan Aidul Fitriciada yang membalas akun Kholis Malik yang bercuit berita Hilmar Farid soal penjelasan hilangnya nama KH Hasyim Asy'ari di Kamus Sejarah Nasional.

 

"Lho ada apa Prof dengan rekam jejak ideologi Dirjen, anak buah Menteri Nadiem? Apakah klarifikasinya atas tidak tercantumnya kiprah & jasa Hadhratusy Syaikh KH Hasyim Asyari (Pendiri NU, Bapak Bangsa) tidak memadai? Karena tak jelaskan mengapa Buku Kamus itu malah sebut banyak tokoh-tokoh PKI?" kata Hidayat Nur Wahid membalas cuitan Aidul Fitriciada.

 

Hilmar Farid sudah dihubungi perihal video lawas wawancara soal orde baru dan PKI ini namun belum merespons. Pesan yang dikirimkan pukul 12.48 WIB hanya dibaca saja. (dtk)


 


SANCAnews – Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy enggan banyak berkomentar soal penyusunan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang tidak memuat tokoh pendiri NU Hasyim Asy'ari yang disebut dilakukan di eranya.

 

Ia menyatakan masalah itu sepenuhnya diketahui oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid.

 

Hal ini diungkap Muhadjir menyusul pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim yang menyebut penyusunan kamus tersebut dilakukan sebelum dia menjabat sebagai Menteri, yakni pada 2017. Itu berarti di masa Muhadjir menjabat Mendikbud.

 

"Yang tahu duduk masalahnya Pak Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan," kata Muhadjir melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Rabu (21/4).

 

Muhadjir, yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), tak merespons lebih jauh terkait polemik buku ensiklopedia tokoh sejarah itu.

 

Sebelumnya, Nadiem mengatakan kamus sejarah yang saat ini menuai kontroversi itu disusun sebelum dirinya menjabat sebagai Mendikbud.

 

"Kamus sejarah ini disusun tahun 2017 sebelum saya menjabat," ungkap Nadiem dalam unggahan video di Instagramnya @nadiemmakarim, Rabu (21/4). []



 


SANCAnews – Habib Rizieq Shihab (HRS) mengakui telah membuat surat pernyataan resmi melarang pihak RS Ummi Bogor mengumumkan hasil tes swab PCR-nya pada bulan November 2020 lalu, .

 

Hal ini disampaikan Habib Rizieq saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (21/4).

 

Habib Rizieq mengaku surat penolakan dibuat saat dirinya diminta Satgas Covid-19 Kota Bogor memberikan hasil swab test.

 

"Iya saya buat surat. Iya saya yang tanda tangan. Saya yang melarang tim medis maupun dokter untuk membuka hasil lab atau hasil pemeriksaan saya kepada pihak mana pun," kata Rizieq.

 

Pernyataan tersebut disampaikan Habib Rizieq setelah jaksa penuntut umum (JPU) menunjukkan surat pernyataan penolakan HRS kepada saksi dr Nerina Mayakartifa, terkait hasil swab test.

 

HRS mengatakan tidak ada yang boleh membuka hasil pemeriksaan Covid-19 miliknya tanpa izin.

 

"Kalau izin saya, silakan untuk dibuka. Tadi sudah disampaikan oleh dokter Sarbini bahwa saya dilindungi UU Kesehatan, UU Kedokteran," lanjutnya.

 

Habib Rizieq menjelaskan alasannya merahasiakan hasil tes swab PCR-nya karena khawatir dipolitisir oleh sejumlah pihak.

 

"Saya tidak mau data-data saya dipolitisir oleh siapa pun. Sebetulnya kalau pihak luar datang baik-baik, saya berikan," jelas Rizieq.

 

Habib Rizieq  juga mengatakan banyak hoaks terkait kondisi dirinya kala itu sehingga justru memperburuk kondisi fisiknya yang sedang dirawat inap.

 

"Tapi kalau kemudian diteror dengan buzzer. Dikatakan Habib Rizieq sudah mampus, kritis, koma. Ini apa?" tutur Habib Rizieq. []



 


SANCAnews – Muhammad Bobby Afif Nasution Wali Kota Medan yang dicap 'Wali Kota rasa Presiden' masih enggan temu pengunjuk rasa setelah insiden pengusiran wartawan saat hendak mewawancarai.

 

Massa dari Forum Jurnalis Medan (FJM) kembali melakukan aksi  unjuk rasa damai ke kantor Wali Kota Medan di Jalan Kapten Maulana Lubis, Rabu (21/4/2021) siang.

 

Ini adalah kali keempat para jurnalis berunjuk rasa. Pada unjuk rasa sebelumnya jurnalis melakukan aksi damai dengan melakban mulut sebagai simbol protes pembungkaman terhadap kemerdekaan pers.

 

Aksi ini adalah buntut protes dugaan perintangan dan intimidasi kepada dua jurnalis oleh oknum petugas pengamanan saat menunggu Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution di balai kota beberapa waktu lalu.

 

Kali ini, FJM tetap menggelar aksi kreatif. Massa membawa payung hitam dan poster tanda protes. Massa juga melakukan aksi tabur bunga.

 

“Payung hitam dan tabur bunga adalah bentuk duka mendalam atas matinya demokrasi dan kebebasan pers di Kota Medan,” ungkap Donny Aditra, koordinator aksi dalam keterangan tertulis yang diterima Indozone, Rabu (21/4/2021).

 

Aksi ini kata Donny, adalah bentuk akumulasi kemarahan dari para jurnalis yang selama ini resah dengan arogansi tim pengamanan Wali Kota Medan.

 

Selain yang menjadi korban di balai kota, para jurnalis lainnya kerap mendapat penghalangan saat melakukan peliputan kegiatan Wali Kota Medan.

 

"Perintangan tugas jurnalistik merupakan bentuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ungkap Donny.

 

Atas dugaan pelanggaran yang terjadi, tentu oknum pengamanan yang terlibat bisa saja dikenakan sanksi sesuai pasal 18  ayat 1 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers yaitu Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah).

 

Hingga unjuk rasa keempat, massa FJM tetap menunggu iktikad baik dari Bobby Nasution selaku Wali Kota Medan. Massa tetap menuntut supaya Bobby melakukan permintaan maaf kepada seluruh jurnalis secara terbuka. Selain itu, Bobby juga diminta mengevaluasi sistem pengamanan, baik di Pemko Medan atau pun sekelilingnya.

 

“Bobby harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh anak buahnya. Ini evaluasi penting bagi Bobby sebagai Wali Kota Medan. Kami juga mengecam segala bentuk arogansi yang dilakukan oleh oknum pengamanan,” pungkasnya.

 

Unjuk rasa yang dilakukan cukup singkat itu belum juga membuahkan hasil. Bobby Nasution sampai saat ini belum juga menemui massa.

 

Aksi yang dilakukan para jurnalis tetap mematuhi protokol kesehatan di tengah pandemik COVID-19. Massa tetap menjaga jarak dan memakai masker.

 

Kronologis intimidasi jurnalis 

Dugaan intimidasi dan pengusiran kepada Rechtin Hani Ritonga (Harian Tribun Medan) dan Ilham Pradilla (Suarapakar.com), terjadi saat keduanya sedang menunggu untuk melakukan wawancara cegat (doorstop) kepada Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution di Kantor Pemkot Medan, Rabu (14/4/2021) sore sekira pukul 16.30 WIB.

 

Mereka ingin meminta tanggapan soal Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) staf administrasi di SMP yang ada di Kota Medan. Sejak Januari, uang itu tak kunjung dibayarkan kepada mereka.

 

Keduanya menunggu Wali Kota Medan di depan pintu masuk lobi depan balai kota. Selang beberapa saat menunggu, keduanya didatangi oleh oknum personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang mengatakan mereka tidak boleh mewawancarai Wali Kota Medan.

 

Oknum personel Satpol PP itu juga mengatakan, untuk melakukan wawancara harus memiliki izin. Petugas Satpol PP itu juga berdalih jika itu adalah arahan dari Paspampres.

 

Karena berpikir berada di tempat umum kantor pelayanan publik dan tidak ada yang salah, setelah mendengar perkataan personel Satpol PP keduanya tetap menunggu di tempat tersebut untuk melakukan wawancara guna memenuhi kerja-kerja jurnalistiknya.

 

Sekira pukul 17.20 WIB, Hani dan Ilham mendekat ke pintu lobi karena mereka melihat ada tanda-tanda Wali Kota Medan akan turun keluar pintu. Namun di saat yang sama perintangan kembali dialami keduanya, bahkan berujung pengusiran.

 

Kali ini oknum Paspampres serta personel polisi mengusir mereka. Oknum Paspampres dan polisi juga mengatakan terkait soal izin wawancara.

 

Selain perkataan itu, saat bersamaan, Hani juga diintimidasi karena salah satu oknum Paspampres membentaknya untuk mematikan dan meminta menghapus rekaman percakapan mereka. Ilham juga diminta mematikan rekaman video dari telepon genggamnya. Hani dan Ilham memilih untuk meninggalkan lokasi sehingga berujung pada terhambatnya kerja jurnalistik keduanya. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.