SANCAnews – Muhammad Bobby Afif Nasution Wali Kota Medan yang
dicap 'Wali Kota rasa Presiden' masih enggan temu pengunjuk rasa setelah
insiden pengusiran wartawan saat hendak mewawancarai.
Massa dari Forum Jurnalis Medan (FJM) kembali melakukan
aksi unjuk rasa damai ke kantor Wali
Kota Medan di Jalan Kapten Maulana Lubis, Rabu (21/4/2021) siang.
Ini adalah kali keempat para jurnalis berunjuk rasa. Pada
unjuk rasa sebelumnya jurnalis melakukan aksi damai dengan melakban mulut
sebagai simbol protes pembungkaman terhadap kemerdekaan pers.
Aksi ini adalah buntut protes dugaan perintangan dan
intimidasi kepada dua jurnalis oleh oknum petugas pengamanan saat menunggu Wali
Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution di balai kota beberapa waktu lalu.
Kali ini, FJM tetap menggelar aksi kreatif. Massa membawa
payung hitam dan poster tanda protes. Massa juga melakukan aksi tabur bunga.
“Payung hitam dan tabur bunga adalah bentuk duka mendalam
atas matinya demokrasi dan kebebasan pers di Kota Medan,” ungkap Donny Aditra,
koordinator aksi dalam keterangan tertulis yang diterima Indozone, Rabu
(21/4/2021).
Aksi ini kata Donny, adalah bentuk akumulasi kemarahan dari
para jurnalis yang selama ini resah dengan arogansi tim pengamanan Wali Kota
Medan.
Selain yang menjadi korban di balai kota, para jurnalis
lainnya kerap mendapat penghalangan saat melakukan peliputan kegiatan Wali Kota
Medan.
"Perintangan tugas jurnalistik merupakan bentuk
pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ungkap Donny.
Atas dugaan pelanggaran yang terjadi, tentu oknum pengamanan
yang terlibat bisa saja dikenakan sanksi sesuai pasal 18 ayat 1 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
yaitu Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan
yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat
(2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah).
Hingga unjuk rasa keempat, massa FJM tetap menunggu iktikad
baik dari Bobby Nasution selaku Wali Kota Medan. Massa tetap menuntut supaya
Bobby melakukan permintaan maaf kepada seluruh jurnalis secara terbuka. Selain
itu, Bobby juga diminta mengevaluasi sistem pengamanan, baik di Pemko Medan
atau pun sekelilingnya.
“Bobby harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh
anak buahnya. Ini evaluasi penting bagi Bobby sebagai Wali Kota Medan. Kami
juga mengecam segala bentuk arogansi yang dilakukan oleh oknum pengamanan,”
pungkasnya.
Unjuk rasa yang dilakukan cukup singkat itu belum juga
membuahkan hasil. Bobby Nasution sampai saat ini belum juga menemui massa.
Aksi yang dilakukan para jurnalis tetap mematuhi protokol
kesehatan di tengah pandemik COVID-19. Massa tetap menjaga jarak dan memakai
masker.
Kronologis intimidasi jurnalis
Dugaan intimidasi dan pengusiran kepada Rechtin Hani Ritonga
(Harian Tribun Medan) dan Ilham Pradilla (Suarapakar.com), terjadi saat
keduanya sedang menunggu untuk melakukan wawancara cegat (doorstop) kepada Wali
Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution di Kantor Pemkot Medan, Rabu
(14/4/2021) sore sekira pukul 16.30 WIB.
Mereka ingin meminta tanggapan soal Tambahan Penghasilan
Pegawai (TPP) staf administrasi di SMP yang ada di Kota Medan. Sejak Januari,
uang itu tak kunjung dibayarkan kepada mereka.
Keduanya menunggu Wali Kota Medan di depan pintu masuk lobi
depan balai kota. Selang beberapa saat menunggu, keduanya didatangi oleh oknum
personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang mengatakan mereka tidak
boleh mewawancarai Wali Kota Medan.
Oknum personel Satpol PP itu juga mengatakan, untuk melakukan
wawancara harus memiliki izin. Petugas Satpol PP itu juga berdalih jika itu
adalah arahan dari Paspampres.
Karena berpikir berada di tempat umum kantor pelayanan publik
dan tidak ada yang salah, setelah mendengar perkataan personel Satpol PP
keduanya tetap menunggu di tempat tersebut untuk melakukan wawancara guna
memenuhi kerja-kerja jurnalistiknya.
Sekira pukul 17.20 WIB, Hani dan Ilham mendekat ke pintu lobi
karena mereka melihat ada tanda-tanda Wali Kota Medan akan turun keluar pintu.
Namun di saat yang sama perintangan kembali dialami keduanya, bahkan berujung
pengusiran.
Kali ini oknum Paspampres serta personel polisi mengusir
mereka. Oknum Paspampres dan polisi juga mengatakan terkait soal izin
wawancara.
Selain perkataan itu, saat bersamaan, Hani juga diintimidasi
karena salah satu oknum Paspampres membentaknya untuk mematikan dan meminta
menghapus rekaman percakapan mereka. Ilham juga diminta mematikan rekaman video
dari telepon genggamnya. Hani dan Ilham memilih untuk meninggalkan lokasi
sehingga berujung pada terhambatnya kerja jurnalistik keduanya. []