Latest Post


 


SANCAnews – Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, penyidikan terhadap pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing terhadap empat laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Karawangan, Jawa Barat dipastikan hanya sampai kepada tiga anggota Polda Metro Jaya yang sudah ditetapkan tersangka saja.

 

"Sementara di dalam mobil cuma dua orang masa mau periksa yang lain," kata Agus kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/4).

 

Terkait ada tidaknya koordinasi ataupun perintah pimpinan tiga tersangka yang diketahui personel Reserse Mobile (Resmob) Polda Metro Jaya itu lapangan sebelum peristiwa pembunuhan menjadi kewenangan penyidik, "Nanti penyidiklah itu yang menentukan," tandas Agus.

 

Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri resmi menetapkan tiga orang anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan unlawful killing alias pembunuhan di luar hukum terhadap enam laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat.

 

Diperjalanan, salah satu tersangka yakni EPZ dinyatakan meninggal dunia, berdasarkan pasal 109 KUHAP, tersangka yang telah dinyatakan meninggal dunia penyidikannya langsung dihentikan. ketiga tersangka ini diduga melanggar Pasal 338 tentang pembunuhan ancaman hukuman 15 tahun penjara Jo pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman penjara 2,8 tahun penjara. (rmol)



 


SANCAnews – Jozeph Paul Zhang, pria yang mengaku nabi ke-26 dan mendapat kecaman banyak kalangan karena dianggap menghina umat Islam masih saja muncul di YouTube.

 

Jozeph Paul Zhang yang kini diburu Mabes Polri masih bisa mengunggah sejumlah video aktivitas zoominarnya di YouTube.

 

Staf pribadi Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ossy Dermawan bahkan geram melihat kemunculan Jozeph. Dia pun mempertanyakan keseriusan negara dalam mencari Jozeph Paul Zhang.

 

“Masak negara kalah sama satu orang pecundang kayak gini,”  tutur wasekjen DPP Partai Demokrat itu lewat akun Twitter pribadi, Selasa (20/4).

 

Dalam sepekan terakhir, sejumlah video masih di-upload di akun Jozeph Paul Zhang, sekalipun pemilik akun tersebut sudah mendapat kecaman dan diburu aparat kepolisian.

 

Dalam video teranyar, Jozeph bahkan menantang Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk berdebat tentang Pancasila. Paul mengklaim dirinya lebih pancasilais dibanding Gus Yaqut yang dianggap telah menuduhnya anti-Pancasila.

 

“Saya lebih pancasilais dari Anda yang shalatnya gila-gilaan. Saya lebih pancasilais daripada Gus Yaqut. Haqul yakin saya lebih pancasilais dari Gus Yaqut," ujarnya dalam sebuah video yang di-upload Selasa malam (20/4) dan telah menghilang dari channel tersebut. (rmol)



 


SANCAnews – Kritikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid terkait hilangnya nama pendiri Nahdlathul Ulama (NU), KH Hasyim Asyhari dan lebih menonjolnya tokoh-tokoh komunis pada Kamus Sejarah Republik Indonesia jilid I, menuai reaksi.

 

Anggota Komisi II fraksi PKS Nasir Djamil menilai, hampir satu dekade ini upaya untuk membelokkan sejarah Indonesia dari kekejaman PKI telah dilakukan. Bahkan, menurutnya, telah berani disampaikan secara terang-terangan.

 

"Boleh jadi karena ada 'dendam' masa lalu di mana saat itu penguasa orde baru benar-benar tidak memberi tempat kepada anak-anak bekas tokoh PKI," kata Nasir Djamil kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Rabu (21/4).

 

Politikus PKS ini menambahkan, semasa Presiden Soeharto, ia memberlakukan penelitian khusus (Litsus) kepada setiap pejabat orang yang akan menduduki posisi di cabang cabang kekuasaan, seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

 

"Saran saya memang kementerian dan lembaga terkait harus memberikan ruang agar upaya pembelokan sejarah, terutama sepak terjang PKI di Indonesia, dapat diluruskan," tuturnya.

 

"Berbeda soal jejak sejarah adalah biasa, tapi kalau ada upaya membelokkan sejarah terutama bagaimana PKI ingin mengudeta pemerintahan yang sah saat itu adalah bentuk lain dari pencukur sejarah," demikian Nasir Djamil. []


 


SANCAnews – PDI Perjuangan (PDIP) memberikan penjelasan soal pertemuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dengan Ketum Megawati Soekarnoputri di tengah isu reshuffle. PDIP mengungkap ada sejumlah hal yang dibahas Megawati dan Nadiem selama dua jam pertemuan.

 

"Bagaimanapun Ibu Megawati dikenal sebagai sosok negarawan dengan pengalaman yang luas. Usia 14 tahun, Ibu Mega sudah menjadi delegasi termuda GNB di Beograd, dan sejak kecil, beliau diajak Bung Karno menerima tokoh-tokoh mancanegara dan tokoh kebangsaan, tokoh agama dan tokoh pergerakan, juga tokoh-tokoh perjuangan," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangannya, Rabu (21/4/2021).

 

"Dengan pengalaman yang sangat luas, terlebih konsistensi perjuangan Bu Mega pada jalan Pancasila, maka wajar jika secara periodik Ibu Mega berdialog dengan Presiden Jokowi dan jajaran pemerintahannya, baik dari kalangan menteri, badan-badan negara maupun pimpinan partai dan pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara," imbuhnya.

 

Hasto mengungkapkan Megawati dan Nadiem Makarim telah beberapa kali bertemu. Pembahasan kedua tokoh itu, menurut Hasto, menyangkut pendidikan nasional.

 

"Pertemuan dengan Pak Nadiem sudah dilakukan beberapa kali, guna membahas politik pendidikan yang bertumpu pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Politik pendidikan untuk meletakkan landasan kebudayaan bagi kemajuan bangsanya melalui penguasaan iptek, politik pendidikan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa. Jadi dialog tersebut memang perlu bagi kepentingan kemajuan dan peningkatan kualitas pendidikan nasional bangsa," ujar Hasto.

 

Pertemuan terbaru Megawati dan Nadiem berlangsung selama dua jam. Banyak hal yang dibicarakan keduanya, yang membentang dari politik pendidikan hingga pengalaman Bung Karno.

 

"Jika ditanya apa saja yang dibahas selama dua jam pertemuan, maka banyak yang dibahas. Dimulai dari politik pendidikan, pentingnya Pancasila, dan juga pendidikan budi pekerti serta kebudayaan. Bu Mega berulang kali menekankan pentingnya pendidikan karakter dan pendidikan yang menggelorakan rasa cinta pada Tanah Air tidak hanya melalui teori, namun juga praktik guna memahami apa itu gotong royong, nasionalisme, dan pengenalan Indonesia yang begitu plural," papar Hasto.

 

"Jadi bukan hanya aspek kognitif saja. Ibu Mega juga banyak menceritakan pengalamannya ketika oleh Bung Karno diminta belajar di Perguruan Cikini yang didirikan oleh para pejuang perempuan," sambung dia. (dtk)



 


SANCAnews – Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN) mendesak dilakukan investigasi terkait hilangnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang diterbitkan Kemdikbud.

 

“Harus diinvestigasi. Fakta ini menjawab pernyataan KH SAS (Said Aqil Siroj) sebelumnya yang mengatakan tidak ada bahaya laten PKI. Dan sekarang sudah dengan fakta nama ulama besar pendiri NU hilang adalah sangat mungkin disengaja dihilangkan,” jelas Ketua Harian PPKN, Tjetjep Muhammad Yasin, kpada Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (21/4).

 

Selain hilangnya nama-nama tokoh NU di Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, pria yang karib disapa Gus Yasin ini mengatakan, justru yang muncul adalah nama-nama tokoh komunis Indonesia.

 

Beberapa nama tokoh komunis yang muncul antara lain Henk Sneevliet, Darsono, Semaoen, hingga DN Aidit. Karena itu Gus Yasin menduga penghilangan nama KH Hasyim Asyari pasti dilakukan dengan sengaja oleh orang-orang yang berhaluan kiri.

 

“PKI dengan ideologi komunisnya jelas merupakan bahaya laten, hanya kader PKI atau kemungkinan anak PKI atau simpatisan PKI atau pengusung ideologi komunis dan orang Syiah yang mengatakan PKI dan ideologi komunis bukan bahaya laten. Sebaliknya, bagi warga Nahdliyin, PKI dan ideologi komunis sampai kapanpun tetap merupakan bahaya laten,” tegasnya.

 

Gus Yasin juga geram dengan pernyataan Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid bahwa naskah Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang tidak memuat KH Hasyim Ansyari, bukan disusun di masa Nadiem Makarim.

 

Menurut Hilmar Farid, naskah kamus itu disusun pada 2017. Bahkan, di masa kepemimpinan Nadiem, kamus itu belum disempurnakan dan belum ada rencana penerbitan.

 

Seperti diketahui, Mendikbud pada 2017 adalah Muhadjir Effendy. Dan Muhadjir Effendy adalah tokoh Muhammadiyah yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).

 

Dari kesalahan dalam Kamus Sejarah Indonesia dan bantahan Hilmar Farid ini, Gus Yasin mencurigai ada upaya jahat yang terstruktur dan masif untuk mengadu domba NU dengan Muhammadiyah, sekaligus upaya membangkitkan PKI yang patut diduga disengaja dilakukan.

 

“Yang mengatakan kamus sejarah dibuat sebelum Menteri Nadiem Makarim yang berarti dibuat di era Menteri Muhadjir Effendy adalah alibi yang patut diduga untuk adu domba NU dan Muhammadiyah. Ini sangat berbahaya,” tandasnya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.