Latest Post


 


SANCAnews – Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tengah menjadi sorotan publik lantaran tak memuat profil pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari.

 

Namun, sejumlah nama tokoh komunis muncul dalam kamus yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu.

 

Dari penelusuran Suaracom, Senin (19/4/2021), beberapa nama tokoh komunis diulas dalam kamus setebal 339 halaman itu.

 

Profil Henk Sneevliet dapat ditemukan dalam kamus di halaman 87. Sneevliet adalah pendiri Indische Social-Democratische Vereniging (ISDV), organisasi beraliran kiri yang menjadi partai komunis pertama di Asia.

 

Selain itu, ada pula profil Darsono atau Raden Darsono Notosudirjo yang ditemukan pada halaman 51. Ia adalah tokoh Sarekat Islam (SI) yang pernah menjabat sebagai Ketua Partai Komunis Indonesia pada 1920-1925.

 

Ada pula profil Semaoen ditemukan di halaman 262. Semaoen menjabat Ketua Partai Komunis Indonesia yang semula bernama ISDV. Ia juga dikelan sebagai aktivis komunis dan pimpinan aksi PKI 1926.

 

Selanjutnya ada profil Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit yang juga pernah menjabat sebagai ketua Partai Komunis Indonesia.

 

Profil DN Aidit ditemukan pada Kamus Sejarah Indonesia halaman 58. DN Aidit membawa PKI sebagai partai terbesar keempat di Indonesia pada Pemilu 1955 dan partai komunis ke-3 terbesar di dunia setelah Rusia dan China.

 

Diprotes NU 

Nahdlatul Ulama memprotes Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim karena pendiri NU, Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari mendadak hilang dari Kamus Sejarah Indonesia Jilid I terbitan Kemendikbud.

 

Ketua Umum NU Circle, R. Gatot Prio Utomo, memprotes keras dan meminta Nadiem bertanggung jawab atas penghilangan jejak sejarah ini.

 

“Kami tersinggung dan kecewa atas terbitnya Kamus Sejarah Indonesia ini. Kamus itu memuat foto Hadratus Syech Hasyim Asy’ari tetapi tidak ada “entry” nama beliau sehingga berpretensi menghilangkan nama dan rekam jejak sejarah ketokohannya," kata Gatot dalam keterangannya, Senin (19/4/2021).

 

"Kami meminta kamus itu direvisi dan ditarik dari peredaran,” ucap pria yang akrab disapa Gus Pu itu menegaskan.

 

Gus Pu menyebut kamus itu terdiri dari dua jilid; Jilid I Nation Formation (1900-1950) dan Jilid II Nation Building (1951-1998).

 

Pada sampul sampul Jilid I terpampang foto Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari, namun secara alfabetis, pendiri Nahdlatul Ulama itu justru tidak ditulis nama dan perannya dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.

 

Kekecewaan semakin memuncak karena hari-hari ini, warga nahdliyin sedang memperingati hari wafatnya Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari yang wafat pada 7 Ramadhan 1366 hijriah. (*)



 


SANCAnews – Ketua Bidang Hukum dan HAM Pengurus Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqoddas menilai langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyerahkan lahan seluas 19 ribu hektare di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan untuk dikelola Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah bermakna politis yang sangat pragmatis.

 

"Jangan dikira bahwa dibalik 19 ribu hektare tanah dari Presiden untuk PP Pemuda Muhammadiyah itu tidak ada makna politiknya sama sekali," ujar Busyro Muqqoddas dalam sebuah acara diskusi daring yang digelar LP3ES, Senin, 19 April 2021.

 

Menurut Busyro, PP Pemuda Muhammadiyah sebagai subjek hukum tidak berhak sama sekali mengelola lahan tersebut. "Tapi juga lebih lebih besar daripada itu, Presiden sama sekali enggak berhak membagi-bagikan seperti itu," ujar bekas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ini.

 

Sikap Presiden Jokowi dalam hal ini, ujar Busyro, tidak bermakna lain selain politis. "Apa maknanya kecuali makna politik yang sangat pragmatis dan tandus hati nurani serta tandus narasi," ujar dia.

 

Hal-hal seperti ini, lanjut Busyro, bisa dibaca sebagai salah satu upaya pemerintah memperlemah kekuatan masyarakat sipil.

 

Sekretaris Jenderal PP Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad Tawalla sebelumnya menyebut pengelolaan lahan itu merupakan bentuk komitmen Presiden Jokowi mendukung agenda ekonomi dan kewirausahaan Pemuda Muhammadiyah.

 

Lahan tersebut, kata Dzulfikar, nantinya akan dimanfaatkan dan dikembangkan untuk pengelolaan sampah mandiri, pengembangan peternakan, dan pengembangan hidroponik. "Berbasis pemberdayaan masyarakat," kata Dzulfikar seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Rabu, 24 Maret 2021.

 

Pemberian konsesi lahan yang bisa dikelola secara mandiri oleh PP Pemuda Muhammadiyah ini disebut telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pemberian konsesi Lahan TORA, menurut Dzulfikar, telah melalui koordinasi dengan Mensesneg Pratikno dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto hingga Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Sigit Hardwinarto, sehingga ditentukan bahwa lahan yang dipilih ada di wilayah Sumatera Selatan. “Dari sini berulah kemudian jelas arahan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), serta menunjuk lokasi HPK yang ada di Sumatera Selatan,” ujar Dzulfikar. []

 



 


SANCAnews – Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah merasa heran terhadap maraknya penistaan agama yang terjadi pada era Presiden Joko Widodo. Terbaru, Jozeph Paul Zhang yang mengaku nabi ke-26 dan mengolok-olok ajaran Islam.

 

"Di era rezim Jokowi ini kasus penistaan agama marak seperti ada pembiaran. Kadang aparat mengabaikannya, kondisinya mirip tahun 60-an ketika PKI berkuasa," kata Anton dalam keterangan tertulis, Senin (19/4).

 

Di Indonesia sendiri, kata Anton telah mengatur bagi siapapun yang melakukan penistaan agama. Pasalnya, penistaan terhadap agama ini dapat dikategorikan dengan kejahatan yang serius yang sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial.

 

"Kasus penistaan agama masuk crime indeks serius karena derajat keresahan sosialnya sangat tinggi," tandas Anton.

 

Anton kemudian menyoroti kerjasama harmonis antara Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) alias China. Ia menganggap, dibalik kerjasama tersebut, bangsa Indonesia justru merugi alias buntung.

 

Anton tambah heran, meskipun dinilai tidak menguntungkan, namun Indonesia masih tetap menjalin kerjasama.

 

"Tiap NKRI buka kerja sama mesra dan luas dengan negara komunis (China) pasti RI yang rugi. Belajar dari pengalaman tersebut maka RI dilarang buka kerjasama dengan negara-negara komunis termasuk RRT cukup jalin hubungan diplomatik saja," saran dia. (*)



 


SANCAnews – Direktur Habib Rizieq Shihab Center H. Abdul Chair Ramadhan merespons kasus kerumunan HRS di Petamburan, Jakarta Pusat.

 

Menurut Abdul, dalam asas legalitas dijelaskan bahwa Undang-undang harus dirumuskan secara terperinci dan cermat. Hal tersebut didasarkan pada pinsip nullum crimen, nulla poena sine lege certa.

 

"Konsekuensi dari prinsip ini adalah bahwa rumusan perbuatan pidana harus jelas, tidak bersifat multitafsir yang bertentangan kepastian hukum," kata Abdul dalam keterangannya kepada , Senin (19/4) sore.

 

Abdul yang juga ahli pidana itu menegaskan, istilah kerumunan acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan yang berbarengan acara pernikahan putri Habib Rizieq, bukan perbuatan pidana.

 

Pasalnya, kata dia unsur delik harus ada dalam rumusan undang-undang, "Pelanggaran terhadap prokes (protokol kesehatan, red) sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang, tidak menjadi unsur delik," ujar Abdul.

 

Ditinjau dari ajaran kausalitas (sebab akibat), lanjut dia, berkerumunnya banyak orang saat itu, karena acara Maulid Nabi Muhammad SAW.

 

Konsekuensinya, sanksi hukum terhadap kerumunan a quo dikenakan, kata dia, berdasar hukum kausalitas acara Maulid Nabi Muhammad SAW adalah bersifat melawan hukum.

 

"Kesimpulannya memidana IB HRS dkk sebab alasan kerumunan Maulid Nabi Muhammad SAW, itu sama saja dengan mengkriminalisasi Maulid Nabi Muhammad SAW," kata Abdul.

 

Saat ini Habib Rizieq tengah menjalani sidang dalam sejumlah kasus di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.

 

Dia didakwa atas tiga perkara, yaitu perkara Nomor 221/Pid.B/2021/PN.Jkt. Tim terkait kasus kerumunan di Petamburan.

 

Selanjutnya perkara dengan nomor 225/Pid.B/2021/PN.Jkt. Tim terkait tes usap di RS Ummi.

 

Kemudian, perkara Nomor 226/Pid.B/2021/PN.Jkt. Tim terkait kasus kerumunan di Megamendung. (glc)



 


SANCAnews – Dalam buku kamus sejarah Indonesia tidak milik Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan tidak termaktub nama pahlawan Islam sekaligus Pendiri NU KH Hasyim Asy'ari.

 

Terungkapnya fakta itu menuai polemik di kalangan masyarkat terutama kalangan warga NU.

 

Sekertaris Jenderal DPP PKB Hasanuddin Wahid menyampaikan, PKB melayangkan sikap protes lantaran nama KH Hasyim Asy’ari tidak masuk dalam kamus Sejarah Indonesia.

 

"PKB protes keras karena KH Hasyim Asy'ari gak tertulis dalam kamus sejarah indonesia terbitan dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud. Sementara Abu Bakar Ba'asyir yang ditahan negara malah ada,” kata politisi yang karib disapa Cak Udin, Senin (19/4).

 

Pihaknya menambahkan, KH Hasyim Asy/ari merupakan pahlawan nasional sekaligus pendiri NU. Namun demikian, Kemendikbud dalam kamus sejarah Indonesia-nya tidak memasukkan nama KH Hasyim Asy’ari.

 

"Pahlawan nasional sekaligus pendiri NU tidak diakui oleh buku terbitan Kemendikbud sementara tokoh yang dianggap penyokong radikalisme malah mendapat tempat di buku terbitan Kemendikbud. Ada yang aneh dengan Kemendikbud hari ini,” tegasnya.

 

"Sungguh akan menjadi pengkaburan sejarah dan berbahaya bagi pengetahuan generasi muda Indonesia karena dicekoki olehbuku yang tampak tuna sejarah,” imbuhnya.

 

Cak Udin mendesak Kemendikbud tidak menerbitkan kamus Sejarah Indonesia tersebut kepada para pelajar Indonesia, "Tidak menerbitkan buku-buku seperti buku kamus sejarah di atas,” tandasnya. (glc)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.