Latest Post


 


SANCAnews – Hilangnya Pancasila dan bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi dalam Peraturan Pemerintah (PP) 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan mengingatkan bangsa Indonesia pada hilangnya frasa “agama” dalam draf “Peta Jalan Pendidikan 2020-2035” yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

 

Atas alasan itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai bahwa dugaan ada kesengajaan dari sejumlah kalangan merupakan hal yang tidak mengherankan.

 

“Mungkin, ada sejumlah ahli di Kemendikbud yang berpandangan bahwa agama, Pancasila, dan bahasa Indonesia tidaklah penting. Saya juga mengetahui ada pandangan bahwa pelajaran agama, menjadi beban bagi dunia pendidikan,” tegasnya kepada wartawan, Selasa (20/4).

 

Fadlin Zon mengakui bahwa dirinya memang tidak tahu secara pasti apakah hilangnya frasa agama, mata kuliah Pancasila, serta mata kuliah bahasa Indonesia merupakan kesengajaan, atau sekadar produk kecerobohan pemerintah belaka, “Yang jelas, kesalahan ini fatal!” tegasnya.

 

Mantan wakil ketua DPR RI itu mengatakan, jika merujuk pada Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945, maka jelas dimandatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan UU.

 

“Jadi, pemerintah wajib menyelenggarakan sebuah ‘pendidikan nasional’,” ujarnya.

 

Apa yang dimaksud sebagai “pendidikan nasional” itu bukan saja mencakup skalanya, yaitu sebuah pendidikan yang diselenggarakan secara nasional, dari Sabang sampai Merauke; namun juga mencakup sifatnya, yaitu sebuah pendidikan yang memiliki ciri kebangsaan (nation).

 

Di poin kedua inilah letak posisi vital “agama”, Pancasila, serta bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan Indonesia.

 

“Ketiganya adalah ciri dari pendidikan nasional kita. Tanpa ketiganya, pendidikan yang diselenggarakan pemerintah jadi kehilangan sifat kenasionalannya,” tegasnya. (rmol)



 


SANCAnews – Penceramah Ustaz Haikal Hasan menyoroti Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang dikeluarkan Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Haikal menemukan beberapa tokoh komunis muncul dalam kamus setebah 339 halaman tersebut.

 

"Buku Kamus Sejarah Kemendikbud baru: Hal.51: Darsono Notosudirjo-Komunis. Hal.58: DN.Aidit-Komunis. Hal.87: Henk Sneevliet-Komunis. Hal.262:Samaoen-Komunis," tulis Haikal Hassan di akun Twitternya, Selasa (20/4/2021).

 

Ada empat tokoh komunis yang profilnya termaktub dalam kamus sejarah itu di antaranya Darsono atau Raden Darsono Notosudirjo yang ditemukan pada halaman 51. Darsono adalah tokoh Sarekat Islam (SI) yang pernah menjabat sebagai Ketua Partai Komunis Indonesia pada 1920-1925.

 

Kemudian Henk Sneevliet yang profilnya dapat ditemukan dalam kamus di halaman 87. Sneevliet adalah pendiri Indische Social-Democratische Vereniging (ISDV), organisasi beraliran kiri yang menjadi partai komunis pertama di Asia.

 

Selanjutnya, Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit yang juga pernah menjabat sebagai ketua Partai Komunis Indonesia. Profil DN Aidit ditemukan pada Kamus Sejarah Indonesia halaman 58.

 

Terakhir profil Semaoen ditemukan di halaman 262. Semaoen menjabat Ketua Partai Komunis Indonesia yang semula bernama ISDV. Semaoen juga dikelan sebagai aktivis komunis dan pimpinan aksi PKI 1926.

 

Haikal pun sempat mempertanyakan di mana keberadaan profil pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syech KH Hasyim Asy'ari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I itu.

 

"Pendiri NU, HadratusSyaikh KH.Hasyim Asy'ari. Halaman berapa????" kata Haikal.

 

"Ini kenapa pada diam? Ada apa dg bangsa ini? Cari dalangnya!" tambah Haikal.

 

Menjawab sejumlah tudingan terkait hilangnya profil KH Hasyim Asyari, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan bahwa buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tidak pernah diterbitkan secara resmi.

 

"Dokumen tidak resmi yang sengaja diedarkan di masyarakat oleh kalangan tertentu merupakan salinan lunak (softcopy) naskah yang masih perlu penyempurnaan. Naskah tersebut tidak pernah kami cetak dan edarkan kepada masyarakat," kata Hilmar dalam siaran persnya.

 

"Naskah buku tersebut disusun pada tahun 2017, sebelum periode kepemimpinan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. Selama periode kepemimpinan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, kegiatan penyempurnaan belum dilakukan dan belum ada rencana penerbitan naskah tersebut," tambah dia. []



 


SANCAnews – Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon meradang. Dia mendesak agar dilakukan investigasi atas hilangnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang diterbitkan Kemdikbud.

 

Fadli Zon tak habis pikir bagaimana sosok sekaliber Hadaratissyaikh Hasyim Asyari menghilang dari buku tersebut. Dia menduga ada yang ingin membelokkan sejarah.

 

“Harus segera dibuat investigasi kenapa tokoh penting KH Hasyim Asy’ari pencetus Resolusi Jihad bisa hilang, sementara yang komunis bisa ada. Ini masalah serius. Ada yang hendak membelokkan sejarah,” kata Fadli dalam akun Twitter, Selasa (20/4/2021).

 

Protes keras sebelumnya dilayangkan sejumlah kalangan termasuk NU atas hilangnya nama Mbah Hasyim. NU pun meminta Mendikbud Nadiem Makarim bertanggung jawab atas lenyapnya jejak sejarah tersebut.

 

Kemendikbud telah merespons berbagai protes itu. Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemdikbud Hilmar Farid mengatakan, Kemendikbud selalu berefleksi pada sejarah bangsa dan tokoh-tokoh yang ikut membangun Indonesia, termasuk KH Hasyim Asy’ari dalam mengambil kebijakan di bidang pendidikan dan kebudayaan.

 

Menurutnya, museum Islam Indonesia Hasyim Asy'ari di Jombang juga didirikan oleh Kemendikbud. Bahkan, dalam rangka 109 tahun Kebangkitan Nasional, Kemendikbud menerbitkan buku KH. Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri.

 

Mengenai Kamus Sejarah Indonesia Jilid I , buku itu disebutnya tidak pernah diterbitkan secara resmi. Dokumen tidak resmi yang sengaja diedarkan di masyarakat oleh kalangan tertentu merupakan salinan lunak (softcopy) naskah yang masih perlu penyempurnaan. "Naskah tersebut tidak pernah kami cetak dan edarkan kepada masyarakat,” katanya. []



 


SANCAnews – Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tengah menjadi sorotan publik lantaran tak memuat profil pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari.

 

Namun, sejumlah nama tokoh komunis muncul dalam kamus yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu.

 

Dari penelusuran Suaracom, Senin (19/4/2021), beberapa nama tokoh komunis diulas dalam kamus setebal 339 halaman itu.

 

Profil Henk Sneevliet dapat ditemukan dalam kamus di halaman 87. Sneevliet adalah pendiri Indische Social-Democratische Vereniging (ISDV), organisasi beraliran kiri yang menjadi partai komunis pertama di Asia.

 

Selain itu, ada pula profil Darsono atau Raden Darsono Notosudirjo yang ditemukan pada halaman 51. Ia adalah tokoh Sarekat Islam (SI) yang pernah menjabat sebagai Ketua Partai Komunis Indonesia pada 1920-1925.

 

Ada pula profil Semaoen ditemukan di halaman 262. Semaoen menjabat Ketua Partai Komunis Indonesia yang semula bernama ISDV. Ia juga dikelan sebagai aktivis komunis dan pimpinan aksi PKI 1926.

 

Selanjutnya ada profil Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit yang juga pernah menjabat sebagai ketua Partai Komunis Indonesia.

 

Profil DN Aidit ditemukan pada Kamus Sejarah Indonesia halaman 58. DN Aidit membawa PKI sebagai partai terbesar keempat di Indonesia pada Pemilu 1955 dan partai komunis ke-3 terbesar di dunia setelah Rusia dan China.

 

Diprotes NU 

Nahdlatul Ulama memprotes Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim karena pendiri NU, Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari mendadak hilang dari Kamus Sejarah Indonesia Jilid I terbitan Kemendikbud.

 

Ketua Umum NU Circle, R. Gatot Prio Utomo, memprotes keras dan meminta Nadiem bertanggung jawab atas penghilangan jejak sejarah ini.

 

“Kami tersinggung dan kecewa atas terbitnya Kamus Sejarah Indonesia ini. Kamus itu memuat foto Hadratus Syech Hasyim Asy’ari tetapi tidak ada “entry” nama beliau sehingga berpretensi menghilangkan nama dan rekam jejak sejarah ketokohannya," kata Gatot dalam keterangannya, Senin (19/4/2021).

 

"Kami meminta kamus itu direvisi dan ditarik dari peredaran,” ucap pria yang akrab disapa Gus Pu itu menegaskan.

 

Gus Pu menyebut kamus itu terdiri dari dua jilid; Jilid I Nation Formation (1900-1950) dan Jilid II Nation Building (1951-1998).

 

Pada sampul sampul Jilid I terpampang foto Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari, namun secara alfabetis, pendiri Nahdlatul Ulama itu justru tidak ditulis nama dan perannya dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.

 

Kekecewaan semakin memuncak karena hari-hari ini, warga nahdliyin sedang memperingati hari wafatnya Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari yang wafat pada 7 Ramadhan 1366 hijriah. (*)



 


SANCAnews – Ketua Bidang Hukum dan HAM Pengurus Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqoddas menilai langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyerahkan lahan seluas 19 ribu hektare di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan untuk dikelola Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah bermakna politis yang sangat pragmatis.

 

"Jangan dikira bahwa dibalik 19 ribu hektare tanah dari Presiden untuk PP Pemuda Muhammadiyah itu tidak ada makna politiknya sama sekali," ujar Busyro Muqqoddas dalam sebuah acara diskusi daring yang digelar LP3ES, Senin, 19 April 2021.

 

Menurut Busyro, PP Pemuda Muhammadiyah sebagai subjek hukum tidak berhak sama sekali mengelola lahan tersebut. "Tapi juga lebih lebih besar daripada itu, Presiden sama sekali enggak berhak membagi-bagikan seperti itu," ujar bekas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ini.

 

Sikap Presiden Jokowi dalam hal ini, ujar Busyro, tidak bermakna lain selain politis. "Apa maknanya kecuali makna politik yang sangat pragmatis dan tandus hati nurani serta tandus narasi," ujar dia.

 

Hal-hal seperti ini, lanjut Busyro, bisa dibaca sebagai salah satu upaya pemerintah memperlemah kekuatan masyarakat sipil.

 

Sekretaris Jenderal PP Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad Tawalla sebelumnya menyebut pengelolaan lahan itu merupakan bentuk komitmen Presiden Jokowi mendukung agenda ekonomi dan kewirausahaan Pemuda Muhammadiyah.

 

Lahan tersebut, kata Dzulfikar, nantinya akan dimanfaatkan dan dikembangkan untuk pengelolaan sampah mandiri, pengembangan peternakan, dan pengembangan hidroponik. "Berbasis pemberdayaan masyarakat," kata Dzulfikar seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Rabu, 24 Maret 2021.

 

Pemberian konsesi lahan yang bisa dikelola secara mandiri oleh PP Pemuda Muhammadiyah ini disebut telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pemberian konsesi Lahan TORA, menurut Dzulfikar, telah melalui koordinasi dengan Mensesneg Pratikno dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto hingga Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Sigit Hardwinarto, sehingga ditentukan bahwa lahan yang dipilih ada di wilayah Sumatera Selatan. “Dari sini berulah kemudian jelas arahan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), serta menunjuk lokasi HPK yang ada di Sumatera Selatan,” ujar Dzulfikar. []

 


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.