Latest Post




SANCAnews – Habib Rizieq Shihab merasa bingung lantaran didakwa atas kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebab, ia merasa ada perbedaan mekanisme penanganan hukum untuk kerumunan di Megamendung dan perkara kerumunan lain yang menjeratnya di Petamburan, Jakarta Pusat.

 

"Sebetulnya pidana ini mengejar siapa? Sebab, risikonya saya bisa dipenjara dan risikonya juga kita ini menjadi dipidanakan hanya gara-gara suatu peristiwa yang kita tidak tahu, kenapa tidak ambil peringatan?" kata Habib Rizieq saat menanggapi keterangan saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin 19 April 2021.

 

Dia menyampaikan keheranannya karena pesantren di Megamendung tidak didenda seperti di Petamburan. Sebab, sampai saat ini Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah tidak didenda.

 

"Kenapa pesantren tidak didenda saja Rp50 juta seperti di Jakarta. Sampai saat ini kerumunan Megamendung tidak ada satu pun sanksi hukum, kenapa? Karena spontan. Pidana ini maksudnya ke mana? Apa ada yang mengarahkan?" lanjut dia mempertanyakan.

 

Pun, Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridho yang dihadirkan sebagai saksi jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus itu lantas menanggapi Habib Rizieq. Menurut Agus, kasus ini dibawa ke ranah pidana atas arahan Satgas COVID-19 setempat.

 

"Jadi Satgas yang memang memutuskan untuk diadakan proses pidana," jawab Agus.

 

"Tapi Anda melaporkan saya, tidak? Atau Anda melaporkan kerumunan?" kata Habib Rizieq kembali bertanya.

 

"Kerumunan," jawab Agus.

 

"Jadi Anda laporkan kerumunannya, bukan melaporkan saya. Adapun saya ini urusan penyidik, baik itu kepolisian maupun kejaksaan," lanjut Habib Rizieq.

 

Habib Rizieq menjelaskan, Ponpres Agrokultural Markaz Syariah menolak untuk dilakukan rapid test usai kerumunan. Alasannya, saat itu ponpes tengah lockdown. Maka itu, siapapun tak diizinkan masuk, kecuali warga pesantren tersebut.

 

"Memang pesantren sedang lockdown. Tidak ada boleh yang masuk kecuali warga Markaz Syariah. Siapa itu warga Markaz Syariah? Kiai, santri, dan para guru. Hanya itu saja yang boleh masuk, orang luar tidak boleh masuk," jelasnya.

 

Ia pun meminta maaf kepada Camat Megamendung, yang saat itu sempat ditolak di pesantren ketika hendak melakukan rapid test.

 

"Jadi, saya mohon maaf. Bukan tidak mengizinkan Pak Camat untuk masuk ke pesantren ketika datang untuk rapid test, karena memang pesantren sedang melaksanakan lockdown," imbuh Rizieq.

 

Terkait urusan rapid test, ia mengaku sudah menyerahkan sepenuhnya kepada tim dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C). Kata dia, tim MER-C yang bertugas mengecek kondisi orang-orang yang ada di dalam ponpes selama lockdown.

 

"Kami datangkan, mereka periksa, itu dengan berkala. Sebulan bisa dua kali mereka datang, kalau ada yang sakit atau ada yang reaktif, kami rawat dan sebagainya," katanya. []



 


SANCAnews – Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridhallah mengungkap rapat koordinasi dengan Pemprov Jawa Barat dan kepolisian soal kerumunan Rizieq Shihab di Megamendung. Isi rapat koordinasi itu disampaikan Agus saat bersaksi dalam sidang Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur hari ini.

 

Dalam pertemuan itu, Agus menyampaikan sempat ada perdebatan apakah kerumunan di Megamendung pada 13 November 2020 itu dikenakan sanksi administrasi atau pidana. Setelah berdiskusi, peserta rapat yang hadir sepakat untuk mengambil langkah pidana dalam penyelesaian kasus kerumunan Rizieq Shihab itu.

 

"Kesepakatan bersama saja itu dilaporkan pidana," ujar Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 19 April 2021.

 

Adapun alasan peserta rapat sepakat memidanakan kasus pelanggaran protokol kesehatan itu adalah  untuk memberikan efek jera supaya kasus serupa tidak terulang kembali. Namun Agus mengakui sebelumnya tidak ada kasus pelanggaran prokes yang dipidanakan.

 

Selain itu sewaktu diperiksa di Mabes Polri, Kepala Bidang Ketertiban Umum Satpol PP Kabupaten Bogor Teguh Sugiarto mengatakan pihak yang bertanggung jawab atas kerumunan di Megamendung adalah Rizieq Shihab. Padahal, beberapa pekan sebelumnya saat diperiksa Polda Jawa Barat, Teguh tak menyebut pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa itu.

 

Tim kuasa hukum Rizieq Shihab kemudian mencoba mengorek informasi ihwal adanya dugaan pemaksaan atau pengarahan laporan tersebut. Namun Teguh mengatakan perubahan keterangan di kepolisian itu berdasarkan inisiatifnya sendiri.

 

"Itu pandangan saya sendiri," kata Teguh.

 

Pada hari ini, ada dua perkara Rizieq Shihab yang disidangkan. Humas Pengadilan Negeri Jakarta Timur Alex Adam Faisal mengatakan dua perkara itu adalah kerumunan Petamburan dan kasus kerumunan di Megamendung. Pada sesi pagi hingga siang, Pengadilan menggelar lebih dulu perkara di Megamendung.

 

"Untuk Megamendung ada 4 saksi dari JPU," kata Alex

 

Adapun 4 saksi tersebut adalah Kabid Pengendalian dan Operasional Satpol PP Kabupaten Bogor Teguh Sugiarto, Kasie Trantib Satpol PP Bogor Iwan relawan, Camat Megamendung, Bogor, Jawa Barat Endi Rismawan, Kasatpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridhallah. (glc)



 


SANCAnews – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan masyarakat tidak diperkenankan melaksanakan takbir keliling yang biasa dilakukan pada penghujung bulan Ramadhan.

 

"Takbir keliling tidak kita perkenankan. Silakan takbir di dalam masjid atau musala," ujar Yaqut saat memberikan keterangan pers virtual di Jakarta, Senin (19/4/2021).

 

Yaqut mengatakan sebagaimana dilakukan di beberapa daerah, takbir biasa dilakukan berkeliling dan berpotensi menimbulkan kerumunan dan membuka peluang penularan COVID-19.

 

Dia mengatakan takbir diperkenankan di dalam masjid atau mushala untuk menjaga kesehatan semua pihak, namun tetap dengan pembatasan 50 persen dari kapasitas masjid atau mushala tersebut.

 

Yaqut juga menjelaskan mengenai keputusan pemerintah menerapkan larangan mudik. Dia menyampaikan larangan mudik diterapkan karena mudik hukumnya adalah sunah sementara menjaga kesehatan diri keluarga lingkungan adalah kewajiban.

 

"Jangan sampai yang wajib digugurkan yang sunah. Jadi larangan mudik lebih ditekankan karena kita semua pemerintah ingin melindungi seluruh warga dari penularan COVID-19," kata dia. (sc)



 


SANCAnews – Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo harus benar-benar serius menuntaskan mega skandal BLBI yang telah merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah.

 

Penuntasan skandal BLBI juga menjadi wujud menunaikan janji Jokowi saat kampanye Pilpres 2014 silam dalam hal pemberantasan korupsi.

 

"Mari kita melawan lupa. Kita tagih janji Jokowi saat kampanye Pilpres 2014," kata pengamat ekonomi dan politik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinagoro kepada wartawan, Senin (19/4).

 

Ia menjelaskan, skandal BLBI merupakan salah satu kasus rasuah terbesar yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut juga senapas dengan janji Jokowi-JK saat kampanye Pilpres 2014 untuk menuntaskan kasus korupsi.

 

Penuntasan kasus BLBI urgent mengingat sudah terkuak sejak pemerintahan era Presiden Megawati Soekarnoputri. Sejumlah data pun, kata Sasmito, sudah pernah dipaparkan sejak pemerintahan sebelumnya, termasuk di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

 

Namun sayang, ia melihat kasus BLBI Gate ini terkesan sengaja dilupakan oleh pemerintah. "Kita ingin tegaskan, kasus BLBI Gate memberatkan dan menjadi beban generasi yang akan datang," tuturnya.

 

Ia memaparkan, berdasarkan data sampai akhir periode Presiden SBY, dana APBN sekitar Rp 960 triliun yang bersumber dari pajak yang disetor rakyat sebagian besarnya disalahgunakan. Bahkan ia menduga sekitar Rp 600 triliun uang pajak dipakai membayar subsidi bunga obligasi rekap ex-BLBI.

 

"Saya blak-blakan menyampaikan ini. Justru bank plat merah sesungguhnya sejak diberi subsidi bunga obligasi rekap ex-BLBI adalah penjarah dana publik terbesar dengan ngantongi obligasi rekap fiktif Rp 73 trilun," jelasnya.

 

Oleh karenanya, ia kembali menagih komitmen pemerintah membereskan skandal BLBI ini. Penuntasan kasus tersebut penting lantaran saat ini bangsa Indonesia sedang membutuhkan dana ratusan triliun rupiah untuk recovery ekonomi rakyat di tengah pandemi Covid-19.

 

"Ayo kerja kerja keras dengan jujur, transparan dan akuntable sesuai UU 17/2003 bahwa masyarakat berhak mengetahuinya masalah tata kelola keuangan negara," tandasnya. (rmol)




SANCAnews – Kekecewaan para jurnalis atas insiden pengusiran yang dilakukan tim pengamanan Walikota Medan, Bobby Nasution, belum mereda.

 

Hari ini, Senin (19/4), aksi protes pun kembali dilakukan puluhan jurnalis yang tergabung dalam Forum Jurnalis Medan (FJM) lewat aksi 'tutup mulut' di depan Kantor Walikota Medan, Jalan Kapten Maulana Lubis.

 

Aksi ini dilakukan dengan memampangkan berbagai spanduk bertuliskan kecaman-kecaman atas pelanggaran terhadap UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

 

Hal ini dilakukan karena sejak insiden pengusiran wartawan, belum ada terlihat upaya konkret dari Walikota Medan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

 

"Saat ini Medan sedang darurat kebebasan pers," kata Koordinator aksi, Daniel Pekuwali, dikutip Kantor Berita RMOLSumut.

 

Daniel mengatakan, hal yang menjadi tuntutan mereka adalah agar pemimpin di Kota Medan dapat memberikan kepastian bahwa UU Pers harus dihormati oleh setiap orang. Dengan demikian, maka arus informasi yang menjadi kebutuhan masyarakat dapat berlangsung dengan sehat.

 

"Itu yang menjadi tuntutan kami. Pak Walikota Medan, Bobby Nasution, menyampaikan permohonan maaf dan memastikan adanya perubahan sistem pengamanan di kantornya agar lebih fleksibel kepada insan pers," pungkasnya.

 

Aksi unjuk rasa para jurnalis ini berlangsung dengan tertib dan mematuhi protokol kesehatan. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.