SANCAnews – Menteri Pendidikan Nadiem Makarim akhirnya
mengajukan revisi PP 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan kepada
Presiden Joko Widodo setelah banjir kritik karena aturan itu tidak memuat
kurikulum pendidikan Pancasila dan pendidikan Bahasa Indonesia.
Menyikapi pengajuan tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI
Abdul Fikri Faqih hanya berharap Nadiem tidak sengaja menghilangkan pendidikan
Pancasila dan pendidikan Bahasa Indonesia ke dalam draf PP 57/2021 tersebut,
sehingga bersurat kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan revisi.
“Ini bisa saja disengaja. Itu yang dikhawatirkan, saya kira
mudah-mudahan tidak sengaja. Kalau tidak sengaja berarti sungguh sangat tidak
teliti, betapa negara ini dikelola dengan cara membuat regulasi yang tidak
teliti,” ujar Fikri Faqih kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (18/4).
Legislator dari Fraksi PKS ini menambahkan, seharusnya anak
buah Nadiem di Kemendikbud mengoreksi dan memeriksa kembali draf peraturan
tersebut, sehingga tidak harus bolak-balik melakukan revisi karena ada unsur
kontroversial di dalamnya.
Apalagi, sambung Fikri Faqih, di setiap kementerian ada biro
hukum yang kerjanya mencermati semua peraturan perundangan yang ada.
“Ini kan turunan UU 20 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Tetapi, di UU lain UU 12/2012 tentang Perguruan Tinggi, juga sudah diatur
mestinya UU itu menjadi konsideran. Tapi nyatanya PP 57 ini muncul tanpa
menyebut konsideran UU 12/2012, sehingga rawan berbenturan,” ucapnya.
"Kalau UU 12/2012 jelas, pendidikan Pancasila jelas
Bahasa Indonesia jelas, tapi kenapa tidak diambil saja kemudian memperkuat di
PP ini, ini masalahnya,” sambung Fikri Faqih.
Sebagai menteri, seharusnya Nadiem teliti dalam membuat
regulasi untuk dunia pendidikan yang akan berdampak luas bagi seluruh kalangan
masyarakat.
Selain dua masalah tersebut, Fikri Faqih mengingatkan bahwa
Nadiem terancam akan diprotes kembali oleh masyarakat jika di dalam PP 57/2021
tidak ada pendidikan iman dan taqwa. Untuk itu, dia meminta Nadiem melakukan
revisi secara menyeluruh.
“Jadi kalau ada masukan, mestinya dikaji ulang semuanya.
Jangan hanya masukannya ini, hanya dijawab itu saja, enggak bisa begitu,
harusnya kementerian, oh iya jangan-jangan ada lagi,” tandasnya. []