Latest Post


 


SANCAnews  Juru Bicara (Jubir) Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjutak dinilai telah merendahkan Habib Rizieq Shihab.

 

Hal ini terjadi pada mulanya ketika dirinya mengucapkan dirgahayu Kopassur ke-69 melalui situs jejaring Facebook.

 

“Dirgahayu Kopassus. Berani, benar, Berhasil. Berani, Benar, Berhasil,” ujar Dahnil, dikutip dari beritahits, Sabtu, 17 April 2021.

 

Kemudian, salah seorang warganet mengomentari unggahan tersebut dengan membahas aksi TNI yang turunkan spanduk Habib Rizieq Shihab.

 

“Kemarin mereka turunin spanduk IB padahal selama ini IB bersama TNI, gimana menurut anda?” tanya warganet.

 

Menanggapi pertanyaan tersebut, Dahnil mengatakan bahwa Habib Rizieq Shihab bukan lah siapa-siapanya. Justeru, kata Dahnil, mengatakan bahwa dirinyalah yang membantu Habib Rizieq.

 

“Dia siapa? Bukan siapa-siapa bagi saya justru saya yang bantu dan bela imamu dulu. Tapi sebaliknya dia tak pernah berkontribusi untuk membantu saya. Persamaannya saya pernah lawan Ahok sama dengan dia, dan dia pernah dukung PS sama dengan saya,” jawab Dahnil.

 

“Selebihnya saya bantu hak-hak dia, tapi dia tak pernah bantu hak-hak saya, itu terang jelas ya,” kata dia.

 

Lebih lanjut, ia menilai bahwa Habib Rizieq merupakan bukan ulama yang menyerukan kebenaran, “Ulama yang menyerukan kebenaran banyak sekali. Bukan ulama yang memaki orang sana-sini, menuduh sana-sini, provokasi, dll. Itu bukan ulama,” tulis Dahnil, dikutip gelora.co Sabtu, 17/4/2021.

 

Namun, setelah ditelusuri, komentar tersebut sudah tak ada, namun tangkapan layar komentar tersebut beredar di media sosial. Dahnil pun ditanyakan mengenai komentar tersebut melalui jejaring Twitter.

 

Namun, Dahn hanya memberikan kutipan dari Ali Bin Abu Thalib. “Ilmu akan menghidupkan jiwa,” tukasnya.

 

Jawaban Dahnil pun kemudian mendapat komentar pedas dari warganet simpatisan Habib Rizieq Shihab salah satunya @Dw*******7.

 

“Manusia ga tahu berterimakasih, sebentar lagi paling dipecat sama Prabowo Subianto. Sok-sokan bicara ilmu seperti sudah berilmu saja. Maaf ente gak ada apa-apanya sama HRS soal keilmuan. Jadi gak usah sombong dengan merendahkan HRS,” tulis @Dw*******7.





 

SANCAnews   Abdullah Hehamahua malah bersyukur mendapat cap 'teroris' dari Ali Mochtar Ngabalin. Abdullah menilai justru Ngabalin lebih 'teroris' ketimbang dirinya. Maksudnya?

 

"Saya 'teroris'? Itulah istilah yang diberikan oleh penjajah Belanda ke para pejuang Indonesia mulai dari Teuku Umar di Aceh sampai dengan Pattimura di Maluku," kata Abdullah yang merupakan Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) ini menanggapi komentar Ngabalin, lewat keterangan tertulis yang diterima detikcom, Sabtu (17/4/2021).

 

Bila makna 'teroris' adalah orang-orang yang menentang penjajahan, Abdullah malah bersyukur mendapat label itu.

 

"Jadi jika itu yang dimaksud adinda Ngabalin tentang 'teroris', alhamdulillah saya diberi gelar 'teroris' olehnya," kata Abdullah.

 

Dia mengetahui, Ngabalin dulu adalah kader Pelajar Islam Indonesia (PII), sedangkan Abdullah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dia menyebut Ngabalin lebih radikal ketimbang dirinya.

 

"Jika saya seorang teroris maka adinda Ngabalin lebih teroris lagi. Sebab, mereka yang aktif di organisasi pemuda, pelajar, dan mahasiswa pasti tahu bahwa kader PII lebih galak dari kader HMI," kata Abdullah.

 

Dia kemudian bercerita mengenai aktivitas masa lalunya bersama Ngabalin, yakni pada masa jelang reformasi. Saat itu, Ngabalin mengajak Abdullah bertemu Prabowo Subianto namun tidak jadi berjumpa. Kemudian, Ngabalin mengajak Abdullah ke Sri Bintang Pamungkas, fungsionaris PPP yang disebut Hehamahua paling radikal pada saat itu.

 

Selain itu, Abdullah juga membandingkan keislaman Ngabalin dengan Jokowi. Ini diutarakannya sebagai tambahan penjelasan atas protes terhadap analogi pertemuan TP3-Jokowi bak pertemuan Musa-Firaun. Ada pula analogi yang pernah dia dengar dari politikus PDIP bahwa Jokowi seperti Umar bin Khattab, Abdullah tidak memprotes analogi itu, padahal Jokowi dan Umar bin Khattab dinilainya berbeda, termasuk berbeda dalam hal keislaman.

 

"Apakah saya ada protes terhadap analogi tersebut? Tidak. Wong membandingkan keislamannya adinda Ngabalin saja, Jokowi kalah total, apalagi dibandingkan dengan Umar ibnu Khattab. Padahal Umar itu, kata Rasulullah SAW, sangat ditakuti iblis. Bahkan, beberapa saran dan idenya dibenarkan Allah SWT sehingga turun dalam bentuk wahyu yang tercantum dalam Al Quran," kata Abdullah.

 

Sebelumnya, Ngabalin yang merupakan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut Abdullah sebagai teroris sebagai tanggapan atas sikap Abdullah yang menganalogikan pertemuan TP3 dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bak pertemuan Musa dengan Firaun.

 

"Kalau Musa AS setelah dewasa merantau ke Madyan, setelah 10 tahun dia kembali ke Mesir dan dengan mukjizat sebagai seorang nabi. Nah, kawan ini lari ke Malaysia, Hehamahua ini lari ke Malaysia dan pulang menjadi sosok yang menyihir anak-anak muda menjadi radikal dan ekstrem. Itu makanya Abang tulis, dia pulang ke Malaysia--dalam tanda petik--sebagai teroris," kata Ngabalin, kepada wartawan, Jumat (16/4) kemarin. []


 



SANCAnews   Ekonom senior Dr. Rizal Ramli kembali menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Sales Promotion Girl (SPG) dari Bank Dunia dan IMF.

 

Kali ini, Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu menyebut Sri Mulyani SPG Bank Dunia dan IMF karena pemerintah Indoesia meminta bantuan IMF dan Bank Dunia dalam kelola beban utang.

 

"Dasar SPG Bank Dunia/IMF," tulis dia lewat akun Twitter @RamliRizal menyertakan emotikon tertawa ramah, Sabtu (17/4).

 

Rizal Ramli mewanti-wanti, dengan melibatkan Bank Dunia dan IMF dalam urusan keuangan dalam negeri, Indonesia berpeluang seperti krisis 1998.

 

"Undang IMF lagi, ekonomi Indonesia akan semakin hancur seperti 1998!" ujar RR sapaan akrabnya mengingatkan.

 

Kritik RR yang menyebut Menteri Sri Mulyani sebagai SPG Bank Dunia juga pernah disampaikan atas kebijakan pemerintah menaikkan yield atau imbal hasil dari Surat Utang Negara (SUN) yang tinggi. Hal itu dinilai menguntungkan lembaga pemberi pinjaman internasional, salah satunya Bank Dunia.

 

Lebih lanjut, di mata RR penambahan utang adalah jurus aji mumpung yang diperlihatkan Sri Mulyani memanfaatkan badai Covid-19. Ini juga semakin memperkuat dugaan bahwa Sri Mulyani hanya berperan sebagai SPG bagi lembaga pengucur utang seperti IMF dan Bang Dunia.

 

Pada acara Komite Pembangunan/Development Commitee (DC) World Bank Spring Meeting 2021 belum lama ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap IMF dan Bank Dunia dapat mendukung negara-negara di seluruh dunia mengelola beban utangnya secara efektif.

 

"Kami membutuhkan pengawasan dan bimbingan yang lebih besar dari Bank Dunia dan IMF untuk mengatasi masalah utang dan mengurangi tekanan yang meningkat," ujar Sri Mulyani. (rmol)



 


SANCAnews  Ketua presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) se-Jawa mengecam terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang di dalamnya tidak menjadikan Pancasila sebagai pelajaran wajib bagi siswa pendidikan dasar dan menengah serta mahasiswa pendidikan tinggi.

 

"PP 57/2021 yang telah menghapus pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan dan mata kuliah wajib di Perguruan Tinggi adalah berbahaya," kata KAMI se-Jawa dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/4).

 

Presidium KAMI se-Jawa yang terhimpun di dalamnya KAMI Jateng Mudrick SM Sangidu, KAMI Yogyakarta Ustaz Syukri Fadholi, KAMI Jatim Daniel M Rasyid, KAMI Jabar Syafril Sjofyan dan KAMI DKI Jakarta Djuju Purwantoro itu melihat keluarnya PP tersebut merefleksikan sikap tidak bertanggung jawab Pemerintah terhadap penghayatan dan pengamalan Pancasila sebagai Ideologi negara.

 

Disamping itu, menghapus Pancasila dari pendidikan adalah sikap yang gegabah dan sangat membahayakan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 

"Menunjukkan Pemerintah meremehkan sejarah Pancasila sebagai sumber nilai moral dan dasar negara," tandas KAMI se-Jawa.

 

Untuk itu, KAMI se-Jawa meminta agar Presiden Joko Widodo segera menghentikan semua upaya untuk melemahkan Pancasila sebagai dasar negara dan atau ingin menggantinya. Juga menghentikan semua kebijakan negara yang akan membahayakan negara keutuhan NKRI dan atau berpotensi membawa negara ke arah pecah-belah dan kehancurannya.

 

"KAMI meminta agar Presiden mencabut atau membatalkan PP 57/2021 atau merevisi Pasal 40 dengan memasukkan kembali Pancasila sebagai pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan," demikian KAMI se-Jawa. (rmol)



 


SANCAnews  Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Pertama buka suara soal Peraturan Presiden (PP) No 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

 

PP ini tidak lagi mencantumkan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Standar Nasional Pendidikan.

 

Haris Pertama menyinggung Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang bertanggung jawab terkait hal tersebut.

 

Dirinya meminta Nadiem untuk mundur dari Mendikbud dan mengurusi Gojek saja, karena telah mencetuskan hal kontroversial semacam itu.

 

"Jadi Menteri Pendidikan kok gak paham masalah bangsa saat ini. Sudah tau bangsa ini sedang bermasalah dengan ideologi, masa kurikulum Pancasila menghilang," ucapnya dikutip dari akun Twitter @knpiharis, Sabtu, 17 April 2021.

 

"Mundur saja sudah pak menteri, urus Gojek saja," sambung Haris Pertama.

 

Menurutnya, karena Nadiem telah menghabiskan sebagian besar waktu untuk menyelesaikan pendidikan di luar negeri, Mendikbud tersebut tidak mengerti betapa pentingnya pelajaran Pancasila di Indonesia.

 

"Nadiem Makarim lulusan luar negeri makanya dia ga paham bahwa Kurikulum Pancasila sangatlah penting dalam menjaga moral dan ideologi para penerus bangsa ini," ucapnya.

 

Haris Pertama menegaskan bahwa ajaran Pancasila itu adalah absolut dan tidak boleh diganggu gugat.

 

"Ideologi Pancasila itu harga mati, jangan ditawar-tawar lagi. Belajar Pancasila dulu itu Menteri Pendidikan agar jangan dia rusak masa depan bangsa ini. Hafal ga ???," katanya.

 

Penting untuk diketahui, PP tersebut ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 30 Maret 2021 dan diundangkan oleh Menkumham Yasonna Laoly pada 31 Maret 2021.

 

PP ini menjelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan digunakan oleh pemerintah untuk jalur pendidikan formal hingga nonformal.

 

"Standar Nasional Pendidikan digunakan pada Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat pada Jalur Pendidikan formal, Jalur Pendidikan nonformal, dan Jalur Pendidikan informal," demikian bunyi Pasal 2 ayat (1).

 

Dalam Pasal 40 ayat (3), PP ini menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam standar nasional pendidikan pada kurikulum pendidikan tinggi.

 

Sedangkan dalam UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pancasila dan bahasa Indonesia masuk dalam kurikulum pendidikan tinggi. Berikut ini bunyi pasalnya:

 

PP 57/2021 (PP Terbaru)

 

Pasal 40

(3) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:

a. pendidikan agama;

b. pendidikan kewarganegaraan; dan

c. bahasa.

 

UU 12/2012 (UU Pendidikan Tinggi)

 

Pasal 35

Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah:

a) agama;

b) Pancasila;

c) kewarganegaraan; dan

d) bahasa Indonesia.***


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.