Latest Post


 


SANCAnews – Penembakan mati 6 anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang dilakukan oleh polisi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 7 Desember 2020 lalu, hingga kini masih terus diselidiki.

 

Sejumlah pihak meyakini bahwa ada motif politik tertentu di balik peristiwa yang dianggap sebagai unlawful killing tersebut.

 

Salah satunya adalah Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Laskar FPI, Abdullah Hehamahua.

 

Menurut Abdullah, secara garis besar, kasus penembakan mati 6 anggota laskar FPI tersebut bersifat politis, dan bukan kriminal murni. Ia mengaitkan kasus tersebut dengan kepulangan Rizieq Shihab (HRS) dari Arab Saudi.

 

Menurut pengakuannya saat bertemu dengan HRS di Mekkah, Arab Saudi pada tahun 2019, saat itu pemerintah Indonesia tengah melarang HRS keluar dari Arab.

 

"Kenapa tiba-tiba di tahun 2020 pemerintah begitu welcome terhadap Habib Rizieq? Ini kan jadi pertanyaan," katanya.

 

Bukti bahwa kasus tersebut politis, kata mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, dapat dilihat dari rangkaian kegiatan FPI dan Rizieq semenjak pulang dari Arab. Bahkan ia yakin, benang merah kasus penembakan tersebut dapat ditarik hingga ke soal kekalahan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Pilgub DKI 2017.

 

"Nikahan itu aparat pemerintah tahu, intel tahu, kenapa tidak diantisipasi? Ini kan semacam dijebak. Lalu terjadi kasus pelanggaran prokes. Bayar cash Rp50 juta. Ini soal politik, karena 2017, dalam teori politik apapun, Ahok harus menang jadi gubernur," kata Abdullah.

 

Pelanggaran HAM Berat 

Lebih lanjut, Abdullah mengatakan bahwa kasus tersebut termasuk pelanggaran HAM berat.

 

Menurut pengakuannya, 6 anggota laskar FPI tersebut mengalami luka yang tidak mungkin dilakukan polisi di dalam mobil.

 

"Saksi (mengatakan), ketika jenazah dimandikan, rata-rata ada dua peluru, sebelah kiri jantung, kemaluan dianiaya siksa, bagian belakang luka bekas, dan bagian depan luka bakar. Kalau Komnas HAM mengatakan di dalam mobil, bagaimana menganiaya di dalam mobil?" katanya.

 

Abdullah menyebut, polisi sendiri tanpa sadar telah mengakui bahwa anggotanya memang telah melakukan pelanggaran HAM berat. Hal tersebut terlihat di dalam berkas tuntutan pihak kepolisian.

 

"Dalam tuntuan kepolisian menyatakan Pasal 338 (pembunuhan) dan 351 (penganiayaan yang mengakibatkan kematian), berarti secara tanpa sadar polisi mengakui ada pelanggaran HAM berat karena ada penganiayaan," katanya.

 

Sebelum menyampaikan itu semua, Abdullah terlebih dahulu mengecam tindakan penembakan mati 6 anggota Laskar FPI tersebut.

 

"Kucing meninggal saja saya sedih. Ada yang menganiaya saya marah. Ini enam orang. Anak muda yang mempunyai potensi menjadi calon pemimpin masa depan,” katanya. []



 


SANCAnews – Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) laskar FPI, Abdullah Hehamahua, menyebut pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana beberapa waktu lalu ibarat Nabi Musa mendatangi Firaun. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengkritik keras ucapan Hehamahua itu.

 

Ketua PBNU Robikin Emhas awalnya menjelaskan Indonesia berdiri atas kesepakatan bersama. Kesepakatan itu, katanya, berasal dari lintas agama hingga suku.

 

"NKRI dirikan oleh para pendiri bangsa berdasarkan kesepakatan. Itulah mengapa Indonesia disebut juga sebagai negara kesepakatan (darul 'ahdi). Siapa yang bersepakat? Seluruh komponen bangsa. Lintas etnis dan suku, juga budaya dan bahasa," kata Robikin kepada wartawan, Rabu (14/4/2021).

 

Kesepakatan tersebut, menurut Robikin, harus dijalankan secara bersama. Kesepakatan hidup bersama itu tak hanya berhenti pada generasi saat ini, namun ke depan.

 

"Kesepakatan merupakan janji. Dan janji dalam pandangan Islam adalah utang yang mesti dibayar. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus harus memegang kesepakatan para pendiri bangsa sebagai bentuk penunaikan janji," ujarnya.

 

Robikin menjelaskan status pemerintahan Indonesia adalah sah secara Islam. Pemerintah yang dipilih melalui pemilihan ini, menurut Robikin, sah dalam pandangan Islam.

 

"Lalu bagaimana status NKRI menurut pandangan Islam? Jawabannya jelas, sah. Dan karena status NKRI sah menurut pandangan Islam, maka pemerintahan yang dibentuk melalui mekanisme pemilihan yang sah juga sah," ucapnya.

 

Robikin pun mengkritik keras jika TP3 menganggap pertemuan dengan Jokowi bak bertemu dengan Firaun. Menurut Robikin, TP3 tak boleh menyamakan Presiden dengan Firaun.

 

"Nah, karena Presiden terpilih secara sah maka keliru kalau mengalogikan pertemuan dimaksud seperti bertemu Firaun. Perlu ditegaskan, sebagai negara bangsa (nation state) Indonesia bukan negara kafir (darul kuffar). Demikian halnya, presiden dan pemerintah yang ada juga bukan thoghut. Karena itu tidak boleh mengasosikannya sebagai Firaun," ujarnya.

 

Sebelumnya, Abdullah Hehamahua menyebut pertemuan dengan Jokowi di Istana beberapa waktu lalu ibarat Nabi Musa mendatangi Firaun. Pernyataan Abdullah Hehamahua itu disampaikan dalam channel YouTube Ustadz Demokrasi seperti dilihat, Rabu (14/4).

 

"Kemudian tanggal 8 ada telepon dari Istana ke Sekretaris TP3 Pak Marwan Batubara bahwa Istana siap menerima besoknya tanggal 9 jam 10. Disebutkan 10 orang kemudian harus antigen dan antigen itu harus di rumah sakit yang ditetapkan yaitu di rumah sakit bunda di daerah Menteng," kata Abdullah Hehamahua.

 

Pertemuan TP3 dan Jokowi pun akhirnya berlangsung. Abdullah Hehamahua menyebut pertemuan itu seperti Musa mendatangi Firaun.

 

"Singkatnya besoknya kami datang, kami sepakat bahwa kita datang seperti Musa datang kepada Firaun," ujar Abdullah Hehamahua.[]



 


SANCAnews – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumatera Utara (Sumut) mengkritik pengamanan yang dilakukan terhadap Wali Kota Medan Bobby Nasution. PWI mengingatkan pengamanan Bobby tidak boleh menghalangi wartawan yang hendak mewawancarai Bobby.

 

"Tidak boleh polisi, Paspampres menghalangi tugas jurnalistik wartawan," kata Ketua PWI Sumut, Hermansjah, kepada wartawan, Kamis (15/4/2021).

 

Hal itu disampaikan Herman karena adanya wartawan yang dihalangi untuk mewawancarai Bobby di kantor Wali Kota Medan. Wartawan itu disebut dihalangi oleh Satpol PP, polisi, hingga Paspampres yang berada di kantor Wali Kota Medan.

 

Ada juga video yang menunjukkan wartawan di area Kantor Wali Kota Medan diminta oleh seorang polisi agar tak berada di bagian depan gedung. Selain itu, ada seseorang yang menggunakan pakaian safari meminta agar dirinya tak direkam.

 

"Ini kan bermula dari adanya wartawan yang dihalangi mulai dari Satpol PP, polisi, dan Paspampres katanya di Pemko. Kita kan belum tahu, belum mengkonfirmasi ke Bobby apakah itu atas permintaan beliau atau tidak," ucapnya.

 

Herman mengingatkan tidak ada yang menghalangi tugas wartawan. Dia menegaskan tugas wartawan dilindungi undang-undang.

 

"Karena wartawan bekerja juga dilindungi UU," ucapnya.

 

Menurut Herman, wartawan harusnya diberikan akses untuk bisa bertemu dengan Bobby sebagai narasumber. Apalagi, katanya, Bobby merupakan Wali Kota Medan.

 

"Wartawan butuh narasumber, yakni Wali Kota. Seharusnya dia (Bobby) juga kalau nggak mau (wawancara) doorstop, buat kegiatan yang bisa menemukan Bobby dengan wartawan, seperti coffee morning, misalkan," tutur Herman.

 

Dia membandingkan pengamanan Bobby sebagai Wali Kota Medan dengan Edy Rahmayadi sebagai Gubernur Sumut. Herman meminta Bobby bisa lebih terbuka seperti Edy, "Harusnya Wali Kota meniru apa yang dilakukan Gubernur," jelasnya. []



 


SANCAnews – Sikap arogan ditunjukkan petugas Satpol PP, Polisi dan Paspampres yang bertugas di Balai Kota Medan. Mereka mengusir wartawan yang sehari-hari betugas di Balai Kota.

 

Dikutip dari medanbusinessdaily, Peristiwa itu terjadi, Rabu (14/4/2021) sore. Awalnya wartawan yang mengetahui keberadaan menantu Presiden Jokowi di kantor menunggu di depan pintu masuk lobi utama.

 

Tidak lama berselang datang sejumlah Satpol PP berpakaian lengkap. Mereka menanyakan keperluan awak media menunggu Bobby Nasution. Awalnya, awak media menjelaskan ingin wawancara. Waktu wawancara pun hanya beberapa menit saja. "Di luar aja. Jangan di sini," kata anggota Satpol PP bertubuh tegap.

 

Lantaran diusir, awak media menjelaskan bahwa kedatangan cuma untuk sekadar wawancara saja. "Kami disuruh Paspampres. Gak etis di sini. Di luar aja," kata Satpol PP itu.

 

Namun awak media menjelaskan, bahwa menghalang-halangi tugas pers ada hukum pidananya. Sebab, jurnalis bekerja dilindungi undang-undang. Mendengar penjelasan itu, Satpol PP tadi pergi. Tak lama berselang, datang petugas kepolisian. Polisi yang memegang handy talky itu juga mengusir awak media. Alasannya tidak ada seorang pun yang boleh menunggu Wali Kota Medan di depan pintu masuk. Karena tak ingin ribut, awak media kembali menjelaskan bahwa kehadiran di Balai Kota cuma sekadar ingin wawancara. "Kan udah dibilang Satpol PP tadi," kata polisi tersebut.

 

Tak lama berselang, datang pria berkemeja safari yang katanya petugas Paspampres. Lelaki itu juga mengusir awak media. Dia juga memaksa awak media mematikan handphone. Tidak boleh satu pun orang yang merekam-rekam di areal Balai Kota. "Dimatiin dulu lah (handphonenya), dimatiin. Biar sama-sama enak. Saya pun orang intelijen," sergah laki-laki berbaju safari tersebut.

 

Lantaran tak ingin memperpanjang keributan, awak media kemudian meninggalkan lokasi. []



 


SANCAnews – Gempa bumi kembali terjadi di wilayah Indonesia. Kali ini, bencana gempa terjadi di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (15/4).

 

Dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa terjadi jelang Magrib atau sekitar pukul 17.36 WIB.

 

"Gempa magnitudo 5,5," demikian keterangan BMKG di akun Twitternya, Kamis (15/4).

 

Adapun titik gempa tersebut berada di koordinat 10.59 Lintang Selatan, 116.99 Bujur Timur atau 204 km Tenggara Sumbawa Barat.

 

Gempa tersebut berada di kedalaman 10 km dan tidak berpotensi tsunami.

 

Hingga kini, belum ada laporan lebih lanjut mengenai dampak kerusakan maupun korban jiwa terhadap bencana alam tersebut. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.