Latest Post


 


SANCAnews – Pendukung Habib Rizieq Shihab (HRS) terus menggaungkan dukungan meski sang junjungan kini tengah berada di dalam tahanan.

 

Yang teranyar, beredar video yang menampilkan ceramah seorang pria bersorban yang bernama Habib Umar bin Abdul Aziz Shahab.

 

Di dalam ceramahnya itu, Umar menyampaikan bahwa HRS tidak selayaknya ditahan. Ia menyebut bahwa perlakuan pemerintah terhadap HRS tidak berperikemanusiaan.

 

Menurutnya, Tuhan akan mengampuni dosa Jokowi dan para pejabat lainnya jika bersedia lengser dari jabatan dan membebaskan HRS.

 

"Kalau itu Jokowi mau tobat, kalau pemerintahan yang ada di atas, pejabat-pejabat itu mau tobat, Allah akan terima. Allah akan terima! Allah akan terima!" ujar Umar, dalam video yang ditayangkan kanal YouTube LDTV, sebagaimana disimak pada Rabu (14/4/2021).

 

Umar kemudian mengulang-ulang perkataannya soal tobat, Jokowi, dan HRS, "Kalau mereka-mereka yang sudah mendzalimi itu bebaskan Habib RIzieq, Allah akan menerima taubatnya. Tapi dia harus lengser. Dia harus turun. Dia harus taubat. Alah akan terima taubatnya. Tidak pandang bulu Allah, siapapun hambanya, akan terima taubatnya. Itu Jokowi, itu presiden kita, kalau dia mau lengser, kemudian dia minta Allah untuk mengampuni dia, Allah akan mengampuni dia. Tapi lengser dulu, bebaskan Habib Rizieq," katanya sambil teriak-teriak.

 

Selepas itu, Umar kemudian mengajak jamaah pengikutnya untuk berdoa bersama. Di dalam doanya, lagi-lagi ia menyampaikan hal yang sama.

 

"Wahai Allah, yang Maha Pengasih Maha Penyayang, doa kami kabulkan, ya Allah. Selamatkan, dan bebaskan, Habibana Rizieq," katanya.

 

Lantas ia pun mengajak jamaahnya untuk mendoakan Jokowi supaya lengser dan bertobat.

 

"Nanti malam, kalau ada waktu bermunajat, berdoa, ajak semua yang ada di masjid, ajak berdoa, supaya Jokowi lengser dan bertobat. Bukan cuma minta dia lengser, tapi lengser dan bertobat. Sesudah bertobat, insya Allah, Allah ampunin dosanya," katanya. []



 


SANCAnews – Anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 Laskar FPI, Abdullah Hehamahua menceritakan momen ketika pihaknya bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara, 9 Maret 2021 lalu.

 

Dalam pertemuan guna membahas 6 Laskar FPI yang ditembak polisi itu, Hehamahua mengatakan pihaknya seperti Musa mendatangi Firaun.

 

Cerita tersebut dikisahkan oleh Hehamahua dalam video bincang-bincang berjudul "Penembakan FPI dan Habib Rizieq Balas Dendam 9 Naga Kekalahan Ahok?" yang disiarkan saluran YouTube USTADZ DEMOKRASI.

 

Hehamahua bercerita dari mulai penelusuran kasus, berlangsungnya sumpah Mubahalah, sampai TP3 6 Laskar FPI dipanggil ke istana.

 

"Tanggal 8 ada telefon dari Istana ke Sekretaris TP3, Marwan Batubara, bahwa istana siap menerima, besoknya tanggal 9 jam 10," ungkapnya seperti dikutip Suara.com, Rabu (14/4/2021).

 

Kedatangan TP3 tersebut harus memenuhi syarat, di antaranya melakukan tes antigen di rumah sakit yang telah ditentukan yakni daerah Menteng.

 

Hehamahua kemudian mengatakan, pertemuan tersebut bak Nabi Musa mendatangi langsung Firaun guna menyampaikan kebenaran.

 

"Singkatnya besok kami datang, kami sepakat datang seperti Musa datang ke Firaun," ujarnya tegas.

 

Meski begitu, dia mengaku bukan bermaksud menganggap Jokowi sebagai Firaun. Hanya saja, dia sama-sama penguasa seperti Firaun.

 

"Tidak berarti Jokowi itu firaun, tapi kita menempatkan posisi dia penguasa seperti ketika Firaun jadi peguasa, dan kami seperti musa yang perjuangkan kepentingan rakyat, bangsa, kemudian menegakkan keadilan," sambung Eks Penasihat KPK itu.

 

Lebih lanjut, Hehamahua menceritakan momen ketika TP3 6 Laskar FPI sudah ada di istana dan bertemu pihak Jokowi.

 

Dia mengatakan, pertemuan tersebut berlangsung secara singkat dan masing-masing anggota TP3 6 Laskar FPI cuma diberi waktu tiga menit untuk berbicara.

 

Hehamahua kemudian menyinggung apa yang dipaparkan oleh Amien Rais dan Marwan Batubara dalam kesempatan tersebut.

 

"Pak Amien (Amien Rais) menyebutkan tentang dua ayat Alquran, tentang membunuh orang mukmin tanpa hak, maka sama dengan membunuh semua umat manusia, hukumnya neraka," tukasnya.

 

"Pak Marwan minta dua hal, pertama persoalan ini harus dilakukan secara terbuka, yang kedua dibawa ke pengadilan HAM. Bukan pengadilan biasa," sambungnya menjelaskan.

 

Merespons TP3 6 Laskar FPI, Hehamahua menuturkan tentang apa yang dilakukan oleh Jokowi. Kata dia, Jokowi memperlihatkan sebuah kotak dari Komnas HAM dan laporan di meja.

 

Hehamahua juga mengatakan bahwa Jokowi mengaku akan menangani kasus ini secara profesional dan terbuka.

 

"Jokowi mengangkat tangan begini, beliau kasih lihat kotak dari Komnas HAM, dan di mejanya ada laporan, bahwa pemerintah akan melaksanakan penanganan kasus ini secara transparan, profesional terbuka," ujarnya menirukan Jokowi.

 

"Yang kedua Jokowi kalau TP3 punya data silakan," tandasnya.

 

Hehamahua kemudian mengungkit ucapan Mahfud MD tentang rekomendasi Komnas HAM yang menyebut kejadian itu tidak masuk pelanggaran HAM berat. []



 

SANCAnews – Sejumlah tokoh seperti Amien Rais, Marwan Batubara hingga eks pimpinan KPK Abdullah Hehamahua sempat mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kasus penembakan enam laskar FPI bisa dibawa ke pengadilan HAM internasional.

 

Cerita pertemuan singkat antara Anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 Laskar FPI dan Jokowi yang terjadi di Istana Negara, 9 Maret 2021 lalu itu dibeberkan Abdullah Hehamahua, dalam video bincang-bincang berjudul "Penembakan FPI dan Habib Rizieq Balas Dendam 9 Naga Kekalahan Ahok?" yang disiarkan saluran YouTube USTADZ DEMOKRASI.

 

Saat membahas kasus laskar FPI yang mati ditembak itu, Abdullah Hehamahua menganggap pihaknya seperti Musa mendatangi Firaun. Bahkan, dia pun mengungkapkan jika Amien Rais sempat mengutip dua ayat Alquran di depan Jokowi.

 

Dalam wawancara itu, Abdullah awalnya bercerita soal penelusuran kasus, berlangsungnya sumpah Mubahalah, sampai TP3 6 Laskar FPI dipanggil ke istana.

 

"Tanggal 8 ada telepon dari Istana ke Sekretaris TP3, Marwan Batubara, bahwa istana siap menerima, besoknya tanggal 9 jam 10," kata Abdullah seperti dikutip Suara.com, Rabu (14/4/2021).

 

Kedatangan TP3 tersebut harus memenuhi syarat, di antaranya melakukan tes antigen di rumah sakit yang telah ditentukan yakni daerah Menteng.

 

Dia menambahkan, pertemuan tersebut bak Nabi Musa mendatangi langsung Firaun guna menyampaikan kebenaran.

 

"Singkatnya besok kami datang, kami sepakat datang seperti Musa datang ke Firaun," kata dia.

 

Meski begitu, dia mengaku bukan bermaksud menganggap Jokowi sebagai Firaun. Hanya saja, dia sama-sama penguasa seperti Firaun.

 

"Tidak berarti Jokowi itu firaun, tapi kita menempatkan posisi dia penguasa seperti ketika Firaun jadi peguasa, dan kami seperti musa yang perjuangkan kepentingan rakyat, bangsa, kemudian menegakkan keadilan," sambung Eks Penasihat KPK itu.

 

Lebih lanjut, Hehamahua menceritakan momen ketika TP3 6 Laskar FPI sudah ada di istana dan bertemu pihak Jokowi.

 

Dia mengatakan, pertemuan tersebut berlangsung secara singkat dan masing-masing anggota TP3 6 Laskar FPI cuma diberi waktu tiga menit untuk berbicara. 


Hehamahua kemudian menyinggung apa yang dipaparkan oleh Amien Rais dan Marwan Batubara dalam kesempatan tersebut.

 

"Pak Amien (Amien Rais) menyebutkan tentang dua ayat Alquran, tentang membunuh orang mukmin tanpa hak, maka sama dengan membunuh semua umat manusia, hukumnya neraka," katanya menirukan perkataan Amien Rais.

 

"Pak Marwan minta dua hal, pertama persoalan ini harus dilakukan secara terbuka, yang kedua dibawa ke pengadilan HAM. Bukan pengadilan biasa," imbuhnya.

 

Merespons TP3 6 Laskar FPI, Abdullah menuturkan tentang apa yang dilakukan oleh Jokowi. Kata dia, Jokowi memperlihatkan sebuah kotak dari Komnas HAM dan laporan di meja.

 

Dia juga mengatakan bahwa Jokowi mengaku akan menangani kasus ini secara profesional dan terbuka.

 

"Jokowi mengangkat tangan begini, beliau kasih lihat kotak dari Komnas HAM, dan di mejanya ada laporan, bahwa pemerintah akan melaksanakan penanganan kasus ini secara transparan, profesional terbuka," ujarnya menirukan Jokowi.

 

"Yang kedua Jokowi kalau TP3 punya data silakan," tandasnya.

 

Selain itu, Hehamahua juga mengungkit ucapan Mahfud MD tentang rekomendasi Komnas HAM yang menyebut kejadian itu tidak masuk pelanggaran HAM berat. []



 


SANCAnews – Isu reshuffle kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo semakin kencang seiring terbentuknya Kementerian Investasi.

 

Selain itu, Kemenristek resmi dibubarkan dan bergabung dengan Kemendikbud menjadi Kemendikbud-Ristek.

 

Soal isu reshuffle itu, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, Presiden Jokowi harus melakukan perombakan dengan memilih fikur yang sesuai bidang dan tidak lagi didasari pada politik transaksional.

 

"Jangan politik dagang sapi lagi, sudah periode kedua," ketus Mardani dalam cuitan akun Twitternya, Rabu (14/4).

 

Bagi Mardani, merombak dan memilih orang untuk ditempatkan di kursi menteri adalah hak prerogatif kepala negara.

 

Tetapi, sambung anggota Komisi II DPR RI ini, sudah seyogyanya Presiden Jokowi mempertimbangkan kemampuan dan efektivitas kerja dalam merombak kabinet kali ini.

 

"Pesan untuk Pak Jokowi, walau angkat menteri hak prerogatif presiden tetap prinsip tata kelola dan efektivitas pemerintahan mesti jadi pertimbangan," pungkasnya. (rmol)


 



SANCAnews – Penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dengan  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyisakan satu tanda yanya besar. Khususnya tentang pengakuan Menristek/KaBRIN Bambang Brodjonegoro yang kecewa karena Peraturan Presiden (Perpres) BRIN tidak pernah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

 

Padahal, dengan diundangkannya Perpres tersebut, organisasi di bawah Kemenristek itu dapat berjalan mulus mengupayakan inovasi teknologi dalam negeri.

 

Bagi ahli filsafat, Rocky Gerung, pernyataan Bambang Brodjonegoro ini merupakan pengungkapan sebuah rahasia negara. Yang intinya semakin meyakinkan publik bahwa presiden memang sebatas petugas partai.

 

“Itu sebetulnya menunjukkan, dari awal kita tahu sebetulnya Presiden itu memang cuma petugas partai,” tegasnya dalam diskusi yang diunggah di akun Youtube Rocky Gerung Official berjudul ‘MENKUMHAM MBALELO KE JOKOWI. MALAH KEMENRISTEK YANG DIBUBARKAN’, Selasa (13/4).

 

Singkatnya, jika pemilik partai menyatakan ketidaksukaan dengan seseorang di kabinet, maka presiden wajib untuk tunduk. Hal ini nantinya akan berimplikasi pada ketidaksukaan personal itu dan berimplikasi pada rusaknya aturan bernegara.

 

“Bagaimana mungkin presiden menandatangani satu keputusan pembentukan sebuah lembaga, dan tidak mau diundangkan. Yang mesti diganti kan bukan Bambang Brodjonegoro, ya mesti diganti Menkumham, karena dia yang menentang presiden kan,” tanyanya.

 

Tapi partai yang tahu kelemahan presiden kemudian menyandera dengan kepentingannya.

 

Sebenarnya, kata Rocky, masalah ini seperti orang yang berebut kue yang sudah tinggal sedikit, karena sudah tidak adalagi kue besar yang mau dibagi. Semua departemen sudah dibagi habis, sehingga caranya tinggal membubarkan kementerian agar bisa diganti nomenklaturnya.

 

“Jadi persiapan itu sebetulnya terbaca dari awal ketika kita tahu bahwa 'oh ternyata memang tidak mau ditandatangani, tidak mau diundangkan aturan itu’. Aturan pembuatan badan riset inovasi negara itu tuh,” tegasnya.

 

“Dan akhirnya, ini yang kita duga dari dulu bahwa itu akan terjadi saling amputasi istana. Jadi saya juga senang karena Bambang Brodjonegoro akhirnya membuka pengetahuan dia tuh,” demikian Rocky Gerung.  (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.