SANCAnews – Sudah 4 tahun silam insiden penyiraman air keras
terhadap indera penglihatan penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Mengenang kejadian pedih itu, Novel bicara memperjuangkan
kebenaran hanya dimiliki oleh orang yang berakal.
"Memperjuangkan kebenaran adalah pilihan orang
berakal," kata Novel Baswedan dalam akun twitter resminya, Minggu
(11/4/2021).
Novel menyadari memperjuangkan kebenaran memang tidak selalu
berhasil bahkan kerap kali berisiko. Kendati demikian, penyidik senior KPK ini
tetap semangat memperjuangkan kebenaran walau hasil dan garis takdir telah
menjadi ketentuan yang Maha Kuasa.
"Memang tidak selalu berhasil, bahkan berisiko. Ketika
paham bahwa hasil dan takdir adalah domain Allah, maka kita akan terus
bersemangat memperjuangkan kebenaran," ungkap Novel sembari menyertakan
tagar #11 April 2017 dan #PanjangUmurPerjuangan.
Diketahui, 11 April 2017, Novel Baswedan disiram air keras
oleh orang tak dikenal saat berjalan pulang dari masjid seusai salat subuh. Dia
pun sempat dirawat secara intensif di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading.
Novel selama ini menangani kasus-kasus besar yang ada di KPK.
Dia merupakan penyidik yang dianggap tidak pandang bulu dalam menangani kasus.
Salah satu kasus besar yang dia tangani adalah kasus korupsi e-KTP
Siraman air keras di mata kiri mengharuskan Novel Baswedan
diterbangkan ke Singapura untuk menjalani perawatan pada 12 April 2017. Novel
dikabarkan operasi di Singapore General Hospital dan sempat memberi keterangan
soal sosok jenderal yang diduga menjadi pelaku teror.
Selang 2 tahun lamanya, polisi menyatakan berhasil
mengamankan pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan yakni Ronny Bugis dan
Rahmat Kadir. Kedua pelaku penyerangan pada Novel adalah anggota polisi aktif.
Mereka pun ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini dan telah divonis 2
tahun penjara.
Berikut perjalanan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan:
31 Juli 2017
Usai memberi keterangan, polisi meminta Novel melapor dan
mengirimkan tim untuk konfirmasi. Setelah itu, Kapolri yang saat itu dijabat
Jenderal Tito Karnavian melaporkan perkembangan dan menunjukkan sketsa pelaku
pada Presiden Joko Widodo.
24 November 2017
Dua sketsa baru wajah pelaku penyerangan ditunjukkan Kapolda
Metro jaya yang saat itu dijabat Inspektur Jenderal Idham Azis. Sketsa
diperoleh dari keterangan dua orang saksi. Pada 22 februari 2018, Novel Baswedan
kembali ke Indonesia dari Singapura langsung menuju KPK.
9 Maret 2018
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk tim
penyelidikan kasus penyerangan Novel Baswedan. Anggota tim adalah Ketua Komnas
HAM Ahmad Taufan Damanik, pejabat terkait, dan ahli hukum.
27 Juli 2018
Setelah absen untuk menjalani proses perawatan mata, Novel
akhirnya kembali aktif di KPK. Novel mengatakan akan bekerja sesuai
kemampuannya.
21 Desember 2018
Tim Pemantau kasus Novel bentukan Komnas HAM merekomendasikan
pembentukan tim gabungan pencari fakta peristiwa dan pelaku kasus Novel.
Presiden diminta memastikan Kapolri membentuk, mendukung, dan mengawasi
pelaksanaan tim gabungan.
11 Januari 2019
Polri akhirnya membentuk tim gabungan pengungkapan kasus
Novel Baswedan. Tim menyertakan unsur polisi, KPK, akademisi, LSM, Komnas JAM,
dan mantan pimpinan KPK. Mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian bertindak
sebagai penanggung jawab.
11 April 2019
Tim gabungan belum bisa mengungkap pelaku dan motif
penyerangan air keras pada Novel Bawedan. Wadah Pegawai (WP) KPK meminta
Presiden membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta Independen.
26 Desember 2019
Polisi menyatakan berhasil mengamankan pelaku penyerangan Ronny
Bugis dan Rahmat Kadir. Kedua pelaku penyerangan pada Novel adalah anggota
polisi aktif. Mereka pun ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.
11 Juni 2019
Sidang tuntutan digelar. Jaksa meyakini keduanya bersalah
melakukan penganiayaan berat terhadap Novel Baswedan. Keduanya terbukti
melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsider. Ronny dan Rahmat diyakini
jaksa bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara yang
memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana melakukan penganiayaan dan
terencana lebih dahulu dengan mengakibatkan luka berat," ujar jaksa saat
membacakan surat tuntutan di PN Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Petojo Utara,
Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (11/6).
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa dengan
hukuman pidana selama 1 tahun," imbuh jaksa. Menurut Novel, tuntutan itu
aneh, janggal dan lucu, seolah JPU pembela terdakwa.
"Terkait dengan tadi yang saya katakan, tuntutan yang
disampaikan oleh jaksa penuntut 1 tahun penjara, ini tergambar sekali bahwa
proses persidangan berjalan dengan aneh. Berjalan dengan banyak kejanggalan dan
lucu saya katakan," kata Novel Baswedan.
Novel melihat penganiayaan yang dialami tergolong
penganiayaan level tinggi. Namun JPU, menurut Novel, justru seolah bertindak
layaknya penasihat hukum.
"Kenapa? Kita bisa melihat serangan kepada saya ini
serangan atau kalau mau dikonstruksikan sebagai suatu perbuatan penganiayaan,
penganiayaan paling tinggi levelnya," ujarnya.
"Dan terkesan penuntut justru malah bertindak penasihat
hukum atau pembela dari terdakwa," sambungnya.
17 Juli 2020
Dua penyerang Novel Baswedan, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis
divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara lebih dari tuntutan
jaksa. Alasannya, hakim menyebut tidak ada alasan pemaaf dan pembenar di
perbuatan keduanya.
"Menimbang bahwa selama pemeriksaan di persidangan telah
terbukti tidak terdapat alasan pemaaf maupun alasan pembenar, yang menghapus
sifat kesalahan maupun sifat melawan hukumnya terdakwa. Sehingga terdakwa harus
dijatuhi pidana untuk memberlakukan perbuatannya secara adil," kata hakim
ketua Djuyamto di PN jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Petojo Utara, Kamis
(16/7).
Penyiram air aki ke Novel, Rahmat Kadir divonis hakim 2 tahun
penjara. Sementara Ronny Bugis divonis hakim 1 tahun 6 bulan penjara.
Vonis yang dijatuhkan hakim ini lebih berat dari tuntutan
jaksa yang sebelumnya menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara untuk keduanya.
Keduanya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP. (dtk)