Latest Post



SANCAnews – Kehadiran Presiden Joko Widodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali mengundang kerumunan warga. Setidaknya gambaran itu muncul dari sejumlah video yang merekam kedatangan Jokowi ke Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur (Flotim).

 

Jokowi memang datang untuk misi mulia, yaitu meninjau langsung penanganan bencana yang terjadi di NTT.

 

Namun demikian, kehadirannya kembali menimbulkan kerumunan orang, sebagaimana sebuah video yang beredar. Video itu merekam Jokowi sedang memberikan jaket kepada seorang pemuda setempat. Namun aksi itu ditonton oleh masyarakat yang berjubel.

 

Pengamat sosial politik, Muslim Arbi pun meminta agar fenomena kehadiran Jokowi yang selalu menimbulkan kerumanan diusut. Sebab, bukan tidak mungkin peristiwa yang berulang tersebut ada unsur kesengajaan.

 

"Kehadiran Jokowi menimbulkan kerumunan, dan negara ini belum bebas covid. Ini jelas-jelas pelanggaran. Jika terus-terus timbulkan kerumunan, ini ada unsur kesengajaan langgar protokol kesehatan," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (11/4).

 

Muslim mengingatkan bahwa peristiwa serupa pernah terjadi di Maumere, NTT beberapa waktu lalu. Di mana Jokowi diadang warga yang berkerumun. Namun Jokowi bukannya langsung pergi untuk menghindari terjadinya kerumunan. Sebaliknya, mantan walikota Solo itu malah tampil dari sunroof mobilnya dan membagikan souvenir.

 

Menurut Muslim, Jokowi memperlihatkan tindakan arogansi kekuasaan karena secara terang-terangan mengajak masyarakat melanggar protokol kesehatan.

 

"Tindakan itu cermin sok kuasa dan semena-mena," pungkas Muslim. []



 


SANCAnews – Keputusan Presiden Joko Widodo membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dinilai sebatas kebijakan halusinasi atau tidak jelas.

 

Penilaian tersebut disampaikan Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Minggu (11/4).

 

Baginya, tim tagih yang berpayung hukum Keputusan Presiden (Keppres) 6/2021 dan bekerja hingga 31 Desember 2023 merupakan bagian dari kebijakan yang tidak jelas juntrungannya. Diduga, tujuannya sebatas untuk menutupi keterpurukan ekonomi tanah air akibat utang yang terus menggunung di era Jokowi.

 

Kebijakan ini, prediksi Iwan Sumule akan berakhir seperti pengumuman Presiden Jokowi yang sesumbar mengantongi data uang milik warga negara yang disimpan di luar negeri dan jumlahnya mencapai Rp 11 ribu triliun. Nyatanya, sampai saat ini tidak ada aliran besar dana tersebut yang masuk ke tanah air sehingga bisa diperuntukkan menambal utang.

 

“Uang Rp 11 ribu triliun yang pernah diungkap Jokowi tak jelas juntrungannya sampai saat ini. Ini negara akan bangkrut, tapi masih saja halu, kebijakan tak jelas,” kesalnya.

 

Iwan Sumule merasa pembentukan tim tagih semakin aneh jika disandingkan dengan keputusan penerbitan SP3 dari KPK kepada tersangka kasus BLBI Sjamsul Nursalim. Sebab, yang bersangkutan justru dibebaskan dan tidak ada penyitaan aset selama kasus bergulir.

 

“Sita paksa aset saja susah, apalagi judulnya hanya mau tagih. Siapa pula yang mau bayar kalau ditagih,” sambung Iwan Sumule.

 

Tim Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI bertugas sampai dengan tanggal 31 Desember 2023. Mereka berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.

 

Pembentukan satgas penanganan hak tagih negara dana BLBI bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien, berupaya hukum dan atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI.

 

Jajaran pengarah dan pelaksana satgas penanganan hak tagih negara dana BLBI ini terdiri dari menteri, pejabat eselon I kementerian/lembaga hingga Kapolri.

 

Berikut susunannya:

 

A. Pengarah

1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

3. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi

4. Menteri Keuangan

5. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

6. Jaksa Agung

7. Kepala Kepolisian Republik Indonesia

 

B. Pelaksana

1. Ketua Satgas: Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan

2. Wakil Ketua Satgas: Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Republik Indonesia

3. Sekretaris: Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

 

Anggota:

1. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

2. Deputi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

3. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan

4. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan

5. Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

6. Deputi Bidang Intelijen Pengamanan Aparatur Badan Intelijen Negara

7. Deputi Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. (rmol)



 


SANCAnews – Sebuah kelompok hak sipil bernama Muslim Advocates menuntut Facebook dan para eksekutifnya karena membuat pernyataan palsu dan menipu di hadapan Kongres Amerika Serikat, New West Records melaporkan, Minggu (11/4/2021).

 

Di Kongres tersebut, CEO Facebook Mark Zuckerberg mengatakan bahwa aplikasi tersebut telah berhasil mencegah konten diskriminatif dengan menghapus ujaran kebencian dan materi lain yang melanggar aturannya.

 

"Zuckerberg dan eksekutif senior lainnya telah terlibat dalam kampanye yang terkoordinasi untuk meyakinkan publik, perwakilan terpilih, pejabat federal, dan pemimpin non-profit di ibu kota negara bahwa Facebook adalah produk yang aman," tulis gugatan yang diajukan di Pengadilan Tinggi Washington DC, Amerika Serikat.

 

Dalam gugatannya, Facebook telah berulang kali diperingatkan tentang ujaran kebencian dan seruan untuk melakukan kekerasan di platformnya.

 

Aplikasi dinilai tidak melakukan tindakan apapun, atau sangat sedikit, dalam mencegah komentar tersebut.

 

Muslim Advocates juga menyebut bahwa pernyataan Zuckerberg yang dinilai menipu ini, telah melanggar aturan dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen District of Columbia dan larangan penipuan di sana.

 

"Setiap hari, orang biasa dibombardir dengan konten berbahaya yang melanggar kebijakan Facebook sendiri tentang ujaran kebencian, penindasan, pelecehan, organisasi berbahaya, dan kekerasan. Serangan penuh kebencian dan anti-Muslim itu sangat menyebar di Facebook," tambah gugatan tersebut.

 

Dalam sebuah pernyataan, Facebook mengatakan tidak mengizinkan ujaran kebencian di platformnya. Mereka juga mengaku secara teratur bekerja sama dengan ahli, organisasi non-profit, dan pemangku kepentingan untuk membantu memastikan Facebook adalah tempat yang aman bagi semua orang.

 

Perusahaan yang berbasis di Menlo Park, California, mengatakan telah berinvestasi dalam teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, yang bertujuan menghapus komentar yang mengandung ujaran kebencian.

 

Bahkan dengan teknologi ini, Facebook mengklaim dapat mendeteksi 97 persen dari keseluruhan komentar yang dihapus.

 

Facebook sendiri menolak menjawab tuduhan gugatan bahwa mereka tidak menghapus ujaran kebencian dan jaringan anti-Muslim di platformnya, bahkan setelah diberitahu tentang keberadaan mereka.

 

Salah satu contoh kasus yang diberikan adalah beredarnya hasil penelitian dari Profesor Megan Squire dari Elon University. Saat itu, Squire menerbitkan penelitian tentang kelompok anti-Muslim di Facebook dan memberi tahu mereka.

 

Namun gugatan menyebut bahwa Facebook tidak menghapus grup sesuai hasil penelitian Squire. Mereka malah mengubah cara untuk mengakses hasil penelitian tersebut. Sehingga, penelitian ini tidak bisa diakses oleh akademisi luar dan hanya bisa dilakukan oleh karyawan Facebook.

 

Kasus lainnya terjadi pada 25 April 2018, di mana Squire melaporkan ke Facebook adanya sebuah grup anti-Muslim bernama 'Purge Worldwide'.

 

Hal ini diketahui dari deskripsi grup yang bertuliskan "Ini adalah kelompok anti Islam A Place untuk berbagi informasi tentang apa yang terjadi di bagian dunia anda."

 

Sayang, Facebook memutuskan bahwa mereka tidak akan menghapus grup tersebut.(sc/sanca)



 

SANCAnews – Langkah Presiden Joko Widodo membentuk Tim Satgas Hak Tagih dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dianggap kurang tepat dan blunder.

 

Pakar politik dan hukum daru Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam menilai pemikiran Jokowi terbalik dan kurang tepat dalam mengeluarkan kebijakan pembentukan tim tagih BLBI.

 

"Menurut saya Jokowi lagi-lagi membuat kebijakan yang kurang tepat dan blunder," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (11/4).

 

Tidak tepatnya itu, kata Saiful, karena Jokowi baru membentuk satgas tersebut setelah Sjamsul Nursalim (SN) dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung (MA) dan terpaksa KPK mengeluarkan SP3.

 

“Tentu publik bertanya-tanya. Apa SN akan begitu saja mengembalikan begitu saja keuangan negara? Ia sudah bebas kok baru ditagih, mestinya sebelum bebas dong ditagihnya, baru kemudian SN akan ketakutan," jelas Saiful.

 

“Saya menduga SN sudah tertawa lebar melihat ini semua,” tutupnya. []



 


SANCAnews – Sebuah video viral di media sosial, pertunjukan live musik terjadi di kawasan Pasar Lama Tangerang, Kelurahan Sukasari, Kota Tangerang, Sabtu (10/04/2021) sekitar pukul 20.00 WIB.

 

Dari akun IG @satusuaraexpress.official, yang dilansir dari @info_ciledug, acara live musik ini diadakan di jalan sekitar kawasan Pasar Lama.

 

Dalam video yang direkam salah satu warga, terlihat beberapa orang sedang bernyanyi membawakan lagu Kangen dari grup band Dewa 19 dengan diiringi beberapa pemain alat musik.

 

Di sekitarnya pun terlihat beberapa orang sedang menikmati lagu yang dibawakan grup band tersebut, namun terlihat beberapa orang yang menonton tidak mengenakan masker.

 

Baca juga:  Odin Bar 5 Kali Langgar Prokes, Ariza: Kami Beri Sanksi, Tak Ada Bekingan Siapa pun!

 

Selain itu ada pula para petugas Satpol PP yang terlihat berjaga di sekitar lokasi diadakannya acara live musik tersebut, dan di sekeliling konser, petugas menaruh cone pembatas jalan. Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pejabat daerah terkait dengan live musik tersebut. []

 


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.