Latest Post


 

SANCAnews – Langkah Presiden Joko Widodo membentuk Tim Satgas Hak Tagih dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dianggap kurang tepat dan blunder.

 

Pakar politik dan hukum daru Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam menilai pemikiran Jokowi terbalik dan kurang tepat dalam mengeluarkan kebijakan pembentukan tim tagih BLBI.

 

"Menurut saya Jokowi lagi-lagi membuat kebijakan yang kurang tepat dan blunder," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (11/4).

 

Tidak tepatnya itu, kata Saiful, karena Jokowi baru membentuk satgas tersebut setelah Sjamsul Nursalim (SN) dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung (MA) dan terpaksa KPK mengeluarkan SP3.

 

“Tentu publik bertanya-tanya. Apa SN akan begitu saja mengembalikan begitu saja keuangan negara? Ia sudah bebas kok baru ditagih, mestinya sebelum bebas dong ditagihnya, baru kemudian SN akan ketakutan," jelas Saiful.

 

“Saya menduga SN sudah tertawa lebar melihat ini semua,” tutupnya. []



 


SANCAnews – Sebuah video viral di media sosial, pertunjukan live musik terjadi di kawasan Pasar Lama Tangerang, Kelurahan Sukasari, Kota Tangerang, Sabtu (10/04/2021) sekitar pukul 20.00 WIB.

 

Dari akun IG @satusuaraexpress.official, yang dilansir dari @info_ciledug, acara live musik ini diadakan di jalan sekitar kawasan Pasar Lama.

 

Dalam video yang direkam salah satu warga, terlihat beberapa orang sedang bernyanyi membawakan lagu Kangen dari grup band Dewa 19 dengan diiringi beberapa pemain alat musik.

 

Di sekitarnya pun terlihat beberapa orang sedang menikmati lagu yang dibawakan grup band tersebut, namun terlihat beberapa orang yang menonton tidak mengenakan masker.

 

Baca juga:  Odin Bar 5 Kali Langgar Prokes, Ariza: Kami Beri Sanksi, Tak Ada Bekingan Siapa pun!

 

Selain itu ada pula para petugas Satpol PP yang terlihat berjaga di sekitar lokasi diadakannya acara live musik tersebut, dan di sekeliling konser, petugas menaruh cone pembatas jalan. Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pejabat daerah terkait dengan live musik tersebut. []

 



 


SANCAnews – Presiden Joko Widodo seharusnya diperlakukan sama seperti Habib Rizieq Shihab (HRS) karena kembali menimbulkan keramaian publik saat berkunjung ke Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur.

 

Dikhawatirkan kerumunan publik yang terjadi berubah menjadi klaster baru Covid-19 dan terjadi di daerah bencana.

 

Bagi pengamat sosial politik, Muslim Arbi, kerumunan yang terus berulang saat Jokowi melakukan kunjungan daerah patut didalami unsur kesengajaannya. Jika terus dibiarkan, maka dikhawatirkan Indonesia akan semakin lamban keluar dari pandemi.

 

"Kehadiran Jokowi menimbulkan kerumunan, dan negara ini belum bebas covid. Ini jelas-jelas pelanggaran. Jika terus-terus timbulkan kerumunan, ini ada unsur kesengajaan langgar protokol kesehatan," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (11/4).

 

Dia lantas membandingkan dengan Habirb Rizieq Shihab yang menimbulkan kerumunan lalu ditangkap, ditahan, dan diadili atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan. Seharusnya, perlakuan serupa dikenakan kepada Presiden Joko Widodo jika negeri ini dalam satu tujuan bersama keluar dari pandemi.

 

"Ini bukti ketidakadilan yang nyata. Kalau HRS ditangkap dan diadili karena kerumunan, maka Jokowi juga seharusnya sama diperlakukan seperti HRS. Karena prinsip negara hukum, equality before the law,” jelas Muslim.

 

Jika Jokowi tidak diperlakukan yang sama, maka tindakan Jokowi tebar kerumunan merupakan cerminan negara kekuasaan.

 

"Penguasa semaunya dan seenaknya berbuat apa saja. Hukum, keadilan dan UU tunduk di bawah kaki penguasa. Ini potret kerusakan negara di bawa rezim Jokowi," pungkas Muslim. (rmol)



 


SANCAnews – Aktivis Muslim yang juga mujahid 212, Damai Hari Lubis menilai seharusnya Presiden Jokowi dijadikan tersangka sebab sudah beberapa kali melakukan pelanggaran protokol kesehatan covid 19.

 

Yang terbaru, kehadiran Presiden Jokowi di Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali mengundang kerumunan warga. Seperti terlihat dari sejumlah video yang merekam kedatangan Jokowi ke Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur (Flotim).

 

"Seharusnya Jokowi dijadikan TSK OTT atau Orang yang Tertangkap Tangan oleh sebab bukti hukum, dia telah kali keberapa melakukan pelanggaran Prokes Covid 19.", kata Damai Hari Lubis dalam keterangan tertulis kepada redaksi gelora.co, Minggu (11/4/2021).

 

"Setelah Kunjungan di Maumere dan Pernikahan Aurel Seharusnya Jokowi, walau dirinya Presiden, mesti diperlakukan sama seperti Habib Rizieq Shihab (HRS), namun justru fenomena yang nampak,  Jokowi malah kembali menimbulkan keramaian publik (kerumunan) saat berkunjung ke Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur", tegas Damai.

 

"Terlepas dari pada pembelaan kelak atau adanya pembenarannya, ini lain soal itu penyidik atau JPU yang menilainya sesuai regulasi yang ada di KUHAP. Bahkan proses peradilan secara hukum dan kepatutan dan keadilan yang mestinya menentukan,  yang jelas secara rule of law yang digariskan oleh sumber konsitusi kita semua orang equal dihadapan hukum", tambahnya menjelaskan.

 

Namun Damai mempertanyakan apakah Kapolri dan Menkopolhukàm punya nyali dalam menegakkan hukum kepada pimpinannya (presiden).

 

"Ini hal yang serius dalam pelaksanan amanah konstitusi, selain sebagai tanggung jawab moral bernegara para pihak yang berwenang", imbuhnya. []



 


SANCAnews – Kristia Budyarto atau Dede Budyarto, Komisaris Independen Pelni yang membatalkan acara Kajian RamadhanPT Pelni  dan memecat panitia penyelenggara mendapat serangan netizen.

 

Melalui akun Twitternya @kangdede78, Dede Budyarto menyebut akunnya diserang netizen radikal.

 

“Semua akun sosmed saya dihajar gerombolan radikalis. Sudah biasa senyumin aja,” cuit Dede Budyarto pada 10 April 2021.

 

Serangan Netizen pada Dede Budyarto tak hanya soal tuduhannya terhadap beberapa ustad yang diundang dalam acara Kajian Ramadhan, tetapi juga soal kehidupan Dede Budyarto.

 

Salah satunya Yan Harahap, politisi Partai Demokrat itu pun juga menyerang Dede Budyarto.

 

Melalui akunnya @YanHarahap ia mengunggah  cuitan Dede Budyarto dengan menuliskan, "Apa betul, ada Komisaris BUMN di negeri ini, beragama ganda?"

 

Ia menampilkan dua cuitan Dede Budyarto yang satu mengaku beragama dan satunya mengaku sebagai Katolik.

 

Bahkan pemilik akun Opiniku di @Opiniku18 juga mengungkap jawaban Dede Budyarto ketika ditanya soal agamanya.

 

"Bukan ganda, tapi Triple. Ini satunya Down," tulisnya sambil mengunggah cuitan Dede Budyarto tentang "Penyembah Galon," pada 9 April 2021.

 

Sebelumnya tokoh Papua Christ Wamea melalui akunnya @PutraWadapi juga ikut mengomentari soal agama yang dianut Dede Budyarto.

 

Christ Wamena menyebut agama tidak jelas dengan mengunggah dua cuitan tangkapan layar @Kang Dede di twitter.

 

“Bocah ini agamanya tidak jelas kok menuduh ulama yang kompeten radikalisme,” komentar Christ Wamea pada Sabtu 10 April 2021.

 

Selain soal cuitan agama, netizen juga membuka soal perkawinan dan foto-foto Dede Budyarto dengan waria. Beserta chat dengan Waria soal pembayaran 'transaksi' mereka. ***

 

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.