Latest Post


 

 

SANCAnews – Gempa Malang 6,1 M membuat kerusakan di fasilitas publik maupun permukiman warga di Blitar. BPBD Kabupaten Blitar mencatat ada 11 korban mengalami luka akibat tertimpa atap rumah yang ambrol.

 

Kepala BPBD Blitar Achmad Cholik mengatakan 11 warga yang terluka itu merupakan warga dari sembilan Kecamatan. Yakni Kecamatan Bakung dan Wonodadi masing-masing dua orang. Sedangkan warga dari Kecamatan Wates, Sutojayan, Doko, Selorejo, Kesamben dan Kademangan masing-masing satu warganya dilaporkan terluka.

 

"Lukanya ada yang ringan jadi dirawat di puskesmas setempat. Kalau yang agak berat dirujuk ke rumah sakit tadi karena perlu dijahit lukanya. Tapi semua sudah pulang sekarang," kata Cholik dikonfirmasi detikcom, Sabtu (10/5/2021).

 

Mereka yang terluka, lanjut dia, karena tertimpa atap rumah atau plafon yang ambrol dari atas. Ada juga yang tertimpa genteng yang melorot ketika berada di luar rumah.

 

Sedangkan kerusakan rumah dan gedung fasilitas publik imbas gempa Malang terjadi di delapan kecamatan. Yakni Kecamatan Kesamben, tiga rumah rusak di desa Bumirejo, Tepas dan Kesamben. Serta di RS Wafa Husada Kesamben. Di Kecamatan Kanigoro, tujuh rumah rusak dan gedung DPRD Kabupaten Blitar rusak parah. Di Kecamatan Bakung, kerusakan parah terjadi di gedung kantor KUA. Kecamatan Sutojayan dilaporkan tiga rumah warga rusak.

 

"Kerugian material diperkirakan ratusan juta. Karena kerusakan parah itu untuk rumah warga ada yang Rp 30 juta, ada yang sampai Rp 70 juta. Belum lagi kerusakan di gedung dewan," imbuhnya.

 

Sementara kerusakan di wilayah Kota Blitar dilaporkan terjadi di dua kecamatan. Yakni Kecamatan Sananwetan, ruang Cepaka RSUD Mardi Waluyo serta sekolah MI Hidayatullah Jalan Kalimantan. Sedangkan di Kecamatan Kepanjenkidul, sebuah rumah di Kelurahan Ngadirejo roboh.

 

"Alhamdulillah kota kami tidak menerima laporan adanya korban jiwa. Untuk kerusakan belum ada tambahan selain yang saya sebut tadi," pungkas Kepala BPBD Kota Blitar, Hakim Sisworo. (dtk)


 
 


SANCAnews – Gempa yang terjadi di Samudera Hindia bagian Selatan Jawa, atau tepatnya di dekat Kabupaten Malang, Jawa Timur, kembali terjadi.

 

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Bambang Setiyo Prayitno mengatakan, terjadi gempabumi susulan beberapkali setelah kejadian pertama yang memiliki kekuatan magnitudo 6,1.

 

Namun, gempabumi susulan kali ini tidak begitu besar, sehingga tidak terlalu dirasakan oleh warga sekitar yang berada di wilayah Kabupaten Malang dan juga beberapa wilayah lainnya di Jawa Timur.

 

"Berdasarkan hasil monitoring, kami update bahwa hingga detik ini sudah terjadi gempa susulan sebanyak tiga kali dengan mangitudo 3,1; 3,8; dan 3,6," ujar Bambang dalam jumpa pers virtual pada Sabtu sore (10/4).

 

Selain itu, Bambang juga menerangkan soal dampak yang dialami warga dari gempabumi tektonik ini. Di mana, ada rumah warga yang rusak namun belum bisa didata jumlahnya.

 

"Ada beberapa lokasi yang mengalami kerusakan. Namun ini tingkat kerusakan sangat dipengaruhi kualitas bangunan dari masyarakatnya," ucapnya.

 

"Kalau kualitas bangunannya bagus tentu tidak terlalu berdampak. Dan kerusakan juga berpengaruh pada faktor geologis setempat," demikian Bambang menambahkan. (rmol)



 

 

SANCAnews – Sejumlah pertanda alam dirasakan warga di Sidoarjo hingga Pasuruan, sebelum gempa M 6,1 di Malang Selatan. Pertanda alam ini meliputi awan gelap diikuti hujan deras, hingga petir dan kilat yang saling menyambar.

 

Salah seorang warga Sidoarjo, Icha mengatakan sebelum gempa terjadi, dirinya merasa ada suatu pertanda dari alam. Pertanda ini meliputi hujan deras, petir yang terus bergemuruh dengan kilat yang tampak menyambar dari langit.

 

"Tadi sebelum gempa sempat hujan deras. Cuaca di Sidoarjo juga buruk, terdengar suara petir bersahutan kira-kira 10 menit, hingga kilat yang terus menyambar di langit," kata Icha kepada detikcom di Surabaya, Sabtu (10/4/2021).

 

Icha menambahkan, tak berselang lama setelah hujan berhenti, Lindu atau gempa kecil terasa di wilayahnya. Dirinya pun langsung keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Para tetangga juga terlihat keluar rumah.

 

Tak hanya Icha, Istiqomah warga Pandaan, Pasuruan juga merasakan pertanda alam lewat cuaca buruk yang terjadi.

 

"Hujan sejak habis zuhur sekitar jam 12an lebih. Hujannya deras dan petir terus-menerus. Tapi saya nggak berani keluar rumah waktu ada petir," tambahnya. (*)



 

 

SANCAnews – Pascagempa Malang 6,1 M yang mengguncang sebagian besar wilayah Jatim, netizen merekam munculnya sinar aneh di langit. Apakah sinar aneh itu terkait dengan gempa Malang?

 

Beberapa netizen mem-posting munculnya sinar berwarna-warni di balik gumpalan awan setelah gempa Malang. Mereka mempertanyakan fenomena ini apakah adakah kaitannya dengan gempa Malang 6,1 M yang berpusat di selatan Kabupaten Malang.

 

Kepala Stasiun Geofisika Malang Ma'muri mengatakan pihaknya hanya menerima laporan munculnya sinar aneh itu dari wilayah Blitar. Namun, secara keilmuan, peristiwa gempa bumi tidak bisa dikaitkan dengan fenomena yang muncul di langit.

 

"Nggak nyambung ya, tidak ada kaitannya antara gempa yang baru terjadi dan sinar itu. Karena gempa disebabkan oleh aktivitas di dalam bumi. Sementara sinar itu terbentuk karena faktor cahaya matahari dengan awan yang berada di atas bumi atau di langit," papar Ma'muri saat dihubungi detikcom, Sabtu (10/4/2021).

 

Ma'muri mengakui ada laporan terjadi hujan sangat lebat di wilayah Kabupaten Blitar. Di antaranya di Kecamatan Selorejo yang berbatasan dengan wilayah Karangkates, Kabupaten Malang. Awan-awan tebal masih terbentuk di wilayah itu sehingga menutup sebagian sinar matahari yang sudah mulai bergeser ke arah barat. Karena gempa 6,1 M terjadi pada pukul 14.00.15 WIB.

 

"Sinar yang tampak itu cahaya matahari yang tertutup oleh awan tebal. Sehingga ada celah di awan yang meneruskan cahaya matahari. Bisa jadi seperti pelangi, karena faktor pembiasan matahari oleh titik-titik hujan," jelasnya.

 

Posisi awan dan matahari, lanjutnya, sangat jauh di atas sana. Sehingga akan terlihat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Ma'muri menegaskan sinar itu bisa dikatakan pelangi. Karena tidak hanya sinar merah yang tampak, tapi juga jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu.

 

"Karena awan yang terbentuk awan gelap. Mungkin ada hujan kecil di sekitar situ atau embun sehingga terbentuklah pelangi. Karena pelangi terbentuk oleh pembiasan cahaya matahari oleh titik-titik hujan," pungkas Ma'muri. (*)



 

 

SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menghilangkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Kali ini, kementerian yang didirikan oleh Presiden pertama RI Soekarno tersebut dilebur Jokowi ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

 

Dikutip dari laman Inspektorat Utama Kemenristek/BRIN, Sabtu (10/4/2021), Kemenristek didirikan pertama kali di tahun 1962 dengan nama Kementerian Urusan Riset Nasional oleh Soekarno. Menteri Urusan Riset Nasional pertama kali dijabat oleh Soedjono Djoened Poesponegoro.

 

Pada pemerintahan Presiden Soeharto, tepatnya di periode pertama, Kementerian Urusan Riset Nasional sempat dihapus. Dalam data Sekretariat Kabinet (Setkab), pada Kabinet Pembangunan I yang dibentuk Soeharto pada masa periode pertamanya, tak ada nomenklatur jabatan Menteri Urusan Riset Nasional.

 

Akhirnya, pada Kabinet Pembangunan II, Soeharto kembali membentuk kementerian tersebut dengan nama Menteri Negara Riset. Dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 9 tahun 1973, Menteri Negara Riset dijabat oleh Soemitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo Subianto.

 

Pada Kabinet Pembangunan III yakni periode 1978-1983, Soeharto mengubah lagi nomenklaturnya menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Ristek) yang dijabat oleh Bacharuddin Jusuf (B.J) Habibie.

 

Lalu, pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1988), Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi merangkap Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Nomenklatur itu bertahan sampai 21 Mei 1998. Namun, Habibie digantikan oleh Rahardi Ramelan pada 16 Maret 1998.

 

Pada masa pemerintahan Presiden B.J Habibie, yakni Kabinet Reformasi Pembangunan (23 Mei 1998-20 Oktober 1999, nomenklatur Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BPPT masih bertahan, dan kala itu dijabat oleh Zuhal.

 

Kemudian, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Oktober 1999-Juli 2001), nomenklatur Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BPPT diubah, yakni hanya menjadi Menteri Riset dan Teknologi.

 

Lalu, pada tahun 2002 sesuai Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara perihal Penamaan Instansi Pemerintah, kantor Menteri Negara disebut dengan Kementerian Riset dan Teknologi.

 

Pada tahun 2005, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 institusi ini disebut Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT). Pada tahun 2009, nomenklaturnya kembali menjadi Kementerian Riset dan Teknologi seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden 47/2009 yang diteken oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

 

Kemudian, pada periode pertama Presiden Jokowi, tepatnya pada tahun 2014. nomenklatur Kementerian Riset dan Teknologi kembali berubah menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Perubahan ini merupakan konsekuensi dari penggabungan urusan pendidikan tinggi ke kementerian ini yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Lalu, pada tahun 2019, Jokowi kembali mengotak-atik lembaga yang mengurusi pendidikan ini. Jokowi melebur kembali Pendidikan Tinggi ke Kemendikbud di Kabinet Indonesia Maju. Kemenristek kemudian digabungkan dengan BRIN, menjadi Kemenristek/BRIN yang dipimpin oleh Bambang Brodjonegoro sebagai Menristek/Kepala BRIN.

 

Kini, Jokowi melebur Kemenristek ke Kemendikbud. Sementara itu, BRIN dikabarkan akan berdiri sebagai satu lembaga sendiri. (dtk)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.