Latest Post


 

 

SANCAnews – Pascagempa Malang 6,1 M yang mengguncang sebagian besar wilayah Jatim, netizen merekam munculnya sinar aneh di langit. Apakah sinar aneh itu terkait dengan gempa Malang?

 

Beberapa netizen mem-posting munculnya sinar berwarna-warni di balik gumpalan awan setelah gempa Malang. Mereka mempertanyakan fenomena ini apakah adakah kaitannya dengan gempa Malang 6,1 M yang berpusat di selatan Kabupaten Malang.

 

Kepala Stasiun Geofisika Malang Ma'muri mengatakan pihaknya hanya menerima laporan munculnya sinar aneh itu dari wilayah Blitar. Namun, secara keilmuan, peristiwa gempa bumi tidak bisa dikaitkan dengan fenomena yang muncul di langit.

 

"Nggak nyambung ya, tidak ada kaitannya antara gempa yang baru terjadi dan sinar itu. Karena gempa disebabkan oleh aktivitas di dalam bumi. Sementara sinar itu terbentuk karena faktor cahaya matahari dengan awan yang berada di atas bumi atau di langit," papar Ma'muri saat dihubungi detikcom, Sabtu (10/4/2021).

 

Ma'muri mengakui ada laporan terjadi hujan sangat lebat di wilayah Kabupaten Blitar. Di antaranya di Kecamatan Selorejo yang berbatasan dengan wilayah Karangkates, Kabupaten Malang. Awan-awan tebal masih terbentuk di wilayah itu sehingga menutup sebagian sinar matahari yang sudah mulai bergeser ke arah barat. Karena gempa 6,1 M terjadi pada pukul 14.00.15 WIB.

 

"Sinar yang tampak itu cahaya matahari yang tertutup oleh awan tebal. Sehingga ada celah di awan yang meneruskan cahaya matahari. Bisa jadi seperti pelangi, karena faktor pembiasan matahari oleh titik-titik hujan," jelasnya.

 

Posisi awan dan matahari, lanjutnya, sangat jauh di atas sana. Sehingga akan terlihat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Ma'muri menegaskan sinar itu bisa dikatakan pelangi. Karena tidak hanya sinar merah yang tampak, tapi juga jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu.

 

"Karena awan yang terbentuk awan gelap. Mungkin ada hujan kecil di sekitar situ atau embun sehingga terbentuklah pelangi. Karena pelangi terbentuk oleh pembiasan cahaya matahari oleh titik-titik hujan," pungkas Ma'muri. (*)



 

 

SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menghilangkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Kali ini, kementerian yang didirikan oleh Presiden pertama RI Soekarno tersebut dilebur Jokowi ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

 

Dikutip dari laman Inspektorat Utama Kemenristek/BRIN, Sabtu (10/4/2021), Kemenristek didirikan pertama kali di tahun 1962 dengan nama Kementerian Urusan Riset Nasional oleh Soekarno. Menteri Urusan Riset Nasional pertama kali dijabat oleh Soedjono Djoened Poesponegoro.

 

Pada pemerintahan Presiden Soeharto, tepatnya di periode pertama, Kementerian Urusan Riset Nasional sempat dihapus. Dalam data Sekretariat Kabinet (Setkab), pada Kabinet Pembangunan I yang dibentuk Soeharto pada masa periode pertamanya, tak ada nomenklatur jabatan Menteri Urusan Riset Nasional.

 

Akhirnya, pada Kabinet Pembangunan II, Soeharto kembali membentuk kementerian tersebut dengan nama Menteri Negara Riset. Dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 9 tahun 1973, Menteri Negara Riset dijabat oleh Soemitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo Subianto.

 

Pada Kabinet Pembangunan III yakni periode 1978-1983, Soeharto mengubah lagi nomenklaturnya menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Ristek) yang dijabat oleh Bacharuddin Jusuf (B.J) Habibie.

 

Lalu, pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1988), Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi merangkap Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Nomenklatur itu bertahan sampai 21 Mei 1998. Namun, Habibie digantikan oleh Rahardi Ramelan pada 16 Maret 1998.

 

Pada masa pemerintahan Presiden B.J Habibie, yakni Kabinet Reformasi Pembangunan (23 Mei 1998-20 Oktober 1999, nomenklatur Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BPPT masih bertahan, dan kala itu dijabat oleh Zuhal.

 

Kemudian, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Oktober 1999-Juli 2001), nomenklatur Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BPPT diubah, yakni hanya menjadi Menteri Riset dan Teknologi.

 

Lalu, pada tahun 2002 sesuai Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara perihal Penamaan Instansi Pemerintah, kantor Menteri Negara disebut dengan Kementerian Riset dan Teknologi.

 

Pada tahun 2005, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 institusi ini disebut Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT). Pada tahun 2009, nomenklaturnya kembali menjadi Kementerian Riset dan Teknologi seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden 47/2009 yang diteken oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

 

Kemudian, pada periode pertama Presiden Jokowi, tepatnya pada tahun 2014. nomenklatur Kementerian Riset dan Teknologi kembali berubah menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Perubahan ini merupakan konsekuensi dari penggabungan urusan pendidikan tinggi ke kementerian ini yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Lalu, pada tahun 2019, Jokowi kembali mengotak-atik lembaga yang mengurusi pendidikan ini. Jokowi melebur kembali Pendidikan Tinggi ke Kemendikbud di Kabinet Indonesia Maju. Kemenristek kemudian digabungkan dengan BRIN, menjadi Kemenristek/BRIN yang dipimpin oleh Bambang Brodjonegoro sebagai Menristek/Kepala BRIN.

 

Kini, Jokowi melebur Kemenristek ke Kemendikbud. Sementara itu, BRIN dikabarkan akan berdiri sebagai satu lembaga sendiri. (dtk)





SANCAnews – Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur mengungkapkan ada propaganda untuk menggiring Habib Rizieq Shihab dan Front Pembela Islam (FPI) terlibat dalam aksi terorisme.

 

Hal itu disampaikannya, menyusul beredar sejumlah video dari para terduga teroris yang menyeret nama Habib Rizieq dan FPI.

 

“Ada pengiringan propaganda seolah-olah orang ini bersalah banget, untuk mengaitkan FPI sebagai agenda terorisme dan itu menjadi legitimasi  untuk menggiring FPI dan Habib Rizieq,” kata Isnur saat ditemui Suara.com di Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu (10/4/2021).

 

Menurutnya, seseorang yang menjadi tersangka atau terdakwa tidak akan mau bercerita secara terang-terangan di hadapan publik. 

 

“Bagi seseorang tersangka atau terdakwa, lazimnya itu adalah tidak menceritakan banyak hal tentang kepentingan dirinya,” ujar Isnur. 

 

“Lazimnya itu kalau maling dia tidak akan panjang lebar bercerita di publik, bagaimana dia maling, tujuan dia mencuri, dan kenal dengan siapa, itu lazimnya seperti itu sebenarnya,” sambungnya.

 

Lebih lanjut, Isnur pun menyatakan bahwa pola itu sama dengan perkara penyiraman air keras yang menimpa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

 

Pada saat itu, kasus ‘sarang burung walet’  muncul ke permukaan publik, yang disebut-sebut untuk mengkriminalisasi dirinya.

 

“Di dalam kasus novel Baswedan itu praktik rekayasa  pembentukan opini sangat banyak sekali. Bukti-bukti  dalam hal lain mengkriminalkan Novel Baswedan,” ujarnya.

 

Karenanya, kata Isnur tidak mengherankan praktik itu terjadi pada Habib Rizieq. Terlebih mantan pentolan FPI itu sedang duduk dalam kursi pesakitan sebagai terdakwa atas sejumlah kasus yang menjeratnya.  

 

“Dalam hal ini kan HRS seperti musuh negara seolah-olah ya, jadi dimungkinkan proyek-proyek  seperti itu. Makanya buzzer punya korelasi, biasanya kalau ada berita ini didukung oleh buzzer atau media-media tertentu. Operasi itu menjadi biasa dilakukan,” kata dia.

 

Kendati demikian, Isnur tidak dapat memastikan, apakah memang ada operasi khusus untuk menggiring Habib Rizieq dan FPI terlibat aksi terorisme.

 

“Tapi saya tidak bisa memastikan, apakah ini ada rekayasa atau apa. Tapi di dalam banyak kasus,  terjadi hal yang sama. Kasusnya anak Anarko, kasusnya Novel Baswedan. Jadi itu sepanjang sejarah yang kalau mau kita baca, memungkinkan adanya itu,” katanya.

 

Diketahui, beredar sejumlah video yang berisi  pengakuan dari para terduga terduga teroris. Dalam video itu mereka mengaku sebagai simpatian FPI dan Habib Rizieq Shihab.

 

Salah satunya,  pengakuan dari terduga teroris bernama  Andriawan alias Maliq. Dalam video berdurasi 1 menit 28 detik dia mengaku sebagai simpatisan FPI dan Habib Rizieq Shihab (HRS).

 

"Saya atas nama  Andriawan Alias Maliq saya sebagai simpatisan FPI atau HRS saya tergabung dalam grup Yasin Warotip dalam pasca penembakan 6 laskar dan penangankapan HRS, FPI pada bulan Januari 2021," ujarnya dalam video berdurasi 1 menit 38 detik.

 

Dalam video itu juga dia mengaku mengetahui sejumlah aksi teror yang sudah direncanakan Habib Husein Al Hasny (terduga teroris yang ditangkap di Condet).

 

"Saya mengetahui Habib Husein dan tim sudah membeli air keras yang digunakan pada saat ada demontrasi.  Saya diperintahkan oleh Agus dan Habib Husein membeli 15 liter aseton atau tiga jiregen untuk bahan pembuatan bom. Dan saya disuruh Zulmi Agus untuk membeli  remote sebagai pemicu bahan peledak," ujarnya.  (*)

 




SANCAnews – Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon meminta Badan Intelijen Negara (BIN) dan lembaga lain melakukan evaluasi atas rentetan aksi teror belakangan ini. Dia tak ingin ada oknum yang justru memelihara terorisme agar selalu ada.

 

Politisi Partai Gerindra itu membandingkan dengan aksi-aksi teror di Amerika. Mengutip buku Terror Factory karya Trevor Aaronson, Fadli menyebut ratusan aksi teror muncul karena sengaja dibuat oknum tertentu.

 

"Ada satu buku yang namanya Terror Factory, itu dari 581 kasus terorisme di Amerika yang bikin adalah FBI," kata Fadli usai menghadiri acara di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Kamis (8/4/2021).

 

"Jangan sampai ada oknum-oknum yang memelihara agar selalu ada terorisme di Indonesia. Seharusnya kita harus habisi yang namanya terorisme itu, dan jangan ada yang menghidup-hidupkan," imbuhnya.

 

Dia pun mempertanyakan efektivitas dari kinerja BIN, kepolisian dan lembaga yang berkaitan dalam penanganan terorisme. Sebab, kata dia, dengan banyaknya program penanggulangan teror, seharusnya kasus teror semakin kecil.

 

"Termasuk BIN, harus menjadi evaluasi bersama semua lembaga, bagi yang punya anggaran dalam pemberantasan terorisme, agar ada semacam evaluasi, sejauh mana efektivitas dalam program deradikalisasi dan lain-lain," ujar dia.

 

Selain itu, Fadli mengingatkan terkait istilah radikalisme yang sering diucapkan pemerintah. Dia meyakini masyarakat Indonesia tidak ada yang radikal.

 

"Cukup banyak yang salah kaprah dengan istilah radikalisme dan sebagainya, ini kan tidak pernah ada. Kita tak pernah tahu ada bom bunuh diri sebelum tahun 2002 lalu sejak Bom Bali. Dalam sejarah Indonesia dari tahun 1945-2002 tidak ada yang bom bunuh diri," katanya.

 

"Menurut saya orang Indonesia itu sangat moderat kok, saya tidak melihat ada orang yang radikal, pemahaman agama Indonesia sudah bercampur dengan tradisi. Kan Islam tidak pernah menumpas tradisi, ketika Islam masuk Jawa terjadi islamisasi jawa, akulturasi budaya," pungkasnya. (*)





SANCAnews – Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKNU) H Tjetep Muhammad Yasin, SH MH mengaku heran, usai melihat kemarahan sejumlah warga NU di media sosial terkait flyer info Kajian Ramadhan 1442 H yang digelar di PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Persero dengan sejumlah ustad yang dinilai radikal.

 

“Heran saja! Mengapa warga NU jadi pemarah, merasa paling benar. Yang lain dinilai radikal, mengancam eksistensi NKRI. Ini sudah kelewatan. Menurut hemat saya, banyak nahdliyin yang larut dalam permainan orang. Atas nama NKRI, NU mau dibenturkan dengan kelompok lain,” demikian Gus Yasin, panggilan akrab H Tjetep Muhammad Yasin kepada duta.co, Jumat (9/4/21).

 

Menurut Gus Yasin, banyak warga NU yang keliru memahami motivasi berdirinya organisasi ini. Bahwa ada perlawanan terhadap kelompok lain (Wahabi di Makkah, saat itu red.) yang hendak menggusur sejumlah makam termasuk makam Kenjeng Nabi, lebih dari itu visi dan missi besar NU adalah membumikan nilai-nilai ahlussunnah waljamaah an-nahdliyyah.

 

“Selama ini NU tidak pernah meminta pemerintah menutup pengajian. Baru saat ini NU menjadi pemarah, seakan menjadi penguasa segala-galanya. Lalu, minta yang lain dihabisi, tidak boleh hidup. Bukankah ini soal keilmuan. Dan NU, itu gudangnya orang alim. Hanya NU yang bisa menggelar Munas Alim-Ulama. Jadi, kalau soal Wahabi itu, kecil,” jelas Gus Yasin, alumni PP Tebuireng ini.

 

Tetapi, lanjutnya, menjadi ironis karena yang kecil itu dibesarkan, jadi menakutkan. Apalagi disebut mengancam NKRI, mengganti Pancasila dengan Khilafah. “Hanya orang bodoh yang percaya itu. Saya mau tanya: Apa ada orang pro khilafah duduk di Parlemen, Senayan? Apa ada partai politik yang memperjuangkan khilafah sebagai ganti Pancasila? Tidak ada. Yang ada justru ancaman mengganti Pancasila dengan Tri Sila, Eka Sila. Ini sudah di depan mata. Ironisnya, banyak nahdliyin tidak sadar,” tegasnya.

 

Ditanya bagaimana caranya menghadapi kelompok radikal? Gus Yasin menegaskan, bahwa, keilmuan itu harus dilawan dengan keilmuan. Kajian harus dilawan dengan kajian. Dan, sekali lagi, NU itu gudang ulama. “Kalau kajian mereka keliru, NU harus segera membuat kajian yang sama. Luruskan! Ingat. Kita gudangnya orang alim. Ada Gus Baha, Gus Qoyyum, Gus Najih, Kiai Idrus Romli, KH Luthfi Bashori. Ada juga Kiai Cholil Nafis, Kiai Abdurahman Nafis, Kiai Ma’ruf Khozin. Beliau-beliau ini tak kalah hebat dengan mereka,” tambahnya.

 

Masih menurut Gus Yasin, PPKN juga bisa membuat kajian-kajian terbuka untuk melawan pemahaman yang salah. Jika perlu, mereka yang disebut radikal itu, diajak duduk bersama. Ustad-ustad radikal itu, disuruh bawa seluruh kitabnya, warga NU cukup mengundang santri-santri Ma’had Aly.

 

“Atau pakai model Habib Rizieq Shihab (HRS). Beliau ini kalau tidak cocok dengan kelompok Wahabi, siapkan dalil. Lihat video ‘Habib Rizieq Menjelaskan Siapakah Wahabi Salafi dan Ustadz2nya di Indonesia?’ dan bahaya pemikirannya. Tidak ada Wahabi yang berani membantah. Dia sebut dari Firanda Andirja, Kholid Basalamah sampai Riyadh Bajrey. Inilah cara NU, ahlussunnah wal jamaah. Bukan dengan membubarkan pengajian mereka. Itu memalukan,” urainya.

 

Lebih gila lagi, tambah Gus Yasin, ada penjelasan atas nama direksi, ikut-ikutan menilai radikal. “Anda baca di grup-grup itu. Katanya, semalam dia mendapat info di luar Pelni terkait flyer Kajian Ramadhan, dan sudah saya laporkan kepada Deputy SDM dan IT. “Ini bukan domainnya. Ini justru bentuk radikalisme, mengadu domba dengan kelompok lain. Berbahaya,” terangnya.

 

Seperti terbaca duta.co tersebar kalimat: “Kami (saya dan Dir SDM) baru saja menerima flyer info penceramah dlm kegiatan Ramadhan di Lingk Pelni dr Badan Dakwah Pelni yg dikirim oleh kawan2 diluar Pelni. Sehubungan dgn hal tsb, Perlu kami sampaikan klarifikasi bahwa: 1. Direksi belum memberi ijin terkait dengan penunjukkan pembicara. 2. Direksi sampai saat ini belum mendapat info pembicara yg akan diundang dlm kegiatan Ramadhan. 3. Panitia menyebarkan info terkait pembicara Ramadhan belum ada ijin dari Direksi. Oleh sebab itu, Direksi menyatakan bahwa kegiatan tsb belum ada ijin. Sehubungan dengan hal tersebut, kami memutuskan utk meniadakan kegiatan ceramah dlm kegiatan Ramadhan. Mohon maaf atas kejadian ini. Terima kasih ~ Laila Nur ~

 

“Memalukan, bukan? Mestinya kalau itu urusan agama, biarlah diurus ahlinya, alim-ulama. Negara tidak perlu sibuk dengan radikalisme atas nama agama. Kecuali kalau ini ‘proyek’,” pungkasnya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.