Latest Post



SANCAnews – Setelah badai KLB menghantam Partai Demokrat, kini badai KLB melanda Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) lho. Bedanya desakan KLB PKB ini muncul dari kalangan internal, nggak ada unsur eksternal.

 

Nah sejumlah pengurus DPC PKB dikabarkan resah ada banyak pelanggaran AD ART gitu. Isu KLB PKB ini muncul selepas ada konflik personal antara salah satu pengurus DPC dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Gus Ami.

 

Isu KLB PKB ini muncul dari mantan Ketua DPC PKB Karawang, Ahmad Zamakhsyari alias Jimmy.

 

Dikutip dari Tempo, Kang Jimmy menegaskan ia dan sejumlah kader PKB lain tetap menginginkan kongres luar biasa (KLB) digelar. Alasannya dia menemukan ada banyak pelanggaran anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.

 

Malahan Kang Jimmy mengatakan, bukan cuma pelanggaran AD ART saja yang terjadi, amanat Muktamar Bali pun dilanggar pula.

 

Kang Jimmy yang merupakan mangan Wakil Bupati Karawang ini menunjukkan salah satu pelanggaran amanat Muktamar Bali, yaitu penunjukan DPC. Sesuai amanat Muktamar, DPC ditunjuk oleh DPP, tapi Kang Jimmy mengatakan penjaringan namanya tetap dilakukan oleh DPW.

 

Nah kata dia, praktik di lapangan DPP asal tunjuk sesuai keinginan mereka. Pelanggarannya lainnya, Kang Jimmy menyoroti mekanisme musyawarah wilayah dan musyawarah cabang kerap tidak dijalankan. Carut marutnya yaitu ada Dewan Syuro yang tidak dilibatkan dan diikutsertakan dalam penandatanganan kebijakan penting partai, seperti SK dan yang lainnya.

 

Pelanggaran lainnya yakni soal kepengurusan ganda dan rangkap jabatan Pengurus DPP yang merangkap jadi ketua DPW, “Mereka Ketua DPC mereka pengurus DPW. Sementara orang lain ini disingkirkan,” kata Kang Jimmy dikutip Tempo, Jumat 9 April 2021.

 

Ternyata kader DPC melawan 

Ternyata eh ternyata, internal PKB bergejolak dengan banyaknya pelanggaran aturan partai itu. Kang Jimmy mengungkapkan, selama ini kader-kader di tingkat DPC telah berusaha melawan pelanggaran tersebut.

 

Makanya wajar, perlawanan ini memunculkan dorongan KLB segara dilakukan agar Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin lebih memahami masalah tersebut.

 

“Temen-temen DPC PKB yang dirugikan nunggu momentum dan komando para Masayikh dan Ulama sepuh aja,” kata Jimmy.

 

Konflik dengan Cak Imin selesai 

Kang Jimmy menuturkan KLB ini nggak ada kaitannya dengan konflik dia dengan Cak Imin beberapa waktu lalu. Sebab, perseteruannya dengan Cak Imin sudah bisa diselesaikan.

 

Adapun konfliknya dengan Cak Imin yakni soal pernyataan Cak Imin dalam sebuah acara DPW PKB. Namun sudah selesai masalah itu.

 

“Itu sudah selesai. Kita sudah saling memaafkan, tidak ada dendam, tidak ada apapun. Benar sudah selesai,” ujar Kang Jimmy kepada Tempo.

 

Dia menegaskan dorongan KLB ini berkaitan dengan adanya sejumlah pelanggaran AD ART atau konstitusi partai yang dilakukan oleh elite partai. Atas gejolak ini, Kang Jimmy meminta Cak Imin agar tahu persoalan. (*)


 


SANCAnews – Pakar hukum Refly Harun mengkritisi Polri dalam kasus unlawful killing terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Refly heran dengan tumpukan kejanggalan dalam kasus tersebut.

 

Keheranan Refly bukan tanpa dasar. Salah satunya, Polri hingga saat ini enggan mengungkap identas para pelaku kasus unlawful killing. Bahkan, sekadar inisial tersangkanya saja tak diberitahukan pada publik.

 

Kejanggalan terbaru adalah langkah Polri yang tak menahan tersangka yang masih hidup. Padahal dalam kasus protokol kesehatan saja, Habib Rizieq Shihab langsung ditahan. Kejanggalan ini lalu menimbulkan perdebatan publik apakah kasus protokol kesehatan lebih berbahaya daripada pembunuhan.

 

"Menurut saya, banyak kejanggalan kalau kita menyimak kasus tersebut," kata Refly pada Republika, Kamis (8/4).

 

Refly kemudian menyebut sikap tertutup Polri dalam kasus ini patut dipertanyakan. Ia menganggap publik pantas meragukan keabsahan anggota kepolisian yang dijadikan tersangka.

 

"Kita tidak tahu, apakah yang dijadikan tersangka pelaku di lapangan atau tidak," ujar Refly.

 

Selain itu, Refly menangkap kesan bahwa aksi unlawful killing seolah terjadi atas inisiatif anggota kepolisian di lapangan. Padahal menurutnya, aksi semacam itu diragukan dapat terjadi tanpa restu atasan.

 

"Juga mau dikesankan bahwa ini soal lapangan saja, tidak ada perintah dari siapa-siapa dalam penembakan tersebut," ucap Refly.

 

Diketahui, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menetapkan tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka dengan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas tewasnya empat laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek. Sebelumnya, tiga orang tersebut berstatus sebagai terlapor, dan satu diantaranya telah meninggal dunia akibat kecelakaan.

 

Untuk salah satu tersangka berinisial EPZ yang telah meninggal dunia terlebih dulu maka penyidikannya diberhentikan. Keputusan pemberhentian ini berdasarkan pasal 109 KUHAP.

 

"Pada hari Kamis kemarin, penyidik telah melaksanakan gelar perkara terhadap peristiwa KM 50 dan kesimpulan dari gelar perkara yang dilakukan maka status dari terlapor tiga tersebut dinaikkan menjadi tersangka," ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (6/4).

 

Kendati demikian, Rusdi menyatakan, dua tersangka tersisa belum dilakukan penahanan meski sudah ditetapkan sebagai tersangka. Terkait alasan tidak dilakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus pelanggaran HAM tersebut, kata Rusdi, penyidik memiliki pertimbangan sendiri.

 

"Dengan mempertimbangkan, penyidik punya pertimbangan subjektif dan objektif, nanti penyidik akan mempertimbangkan itu," terang Rusdi. (*)




SANCAnews – Mahkamah Agung (MA) membebaskan advokat Lucas karena dinilai tidak terbukti menghalang-halangi penyidikan KPK. MA beralasan kesaksian itu hanya didasarkan pada keterangan penyidik KPK Novel Baswedan.

 

Advokat Lucas didakwa menghalangi-halangi KPK menangkap Eddy Sindoro dengan menyarankan Eddy agar kabur ke luar negeri. Namun hal itu dinilai MA tidak terbukti.

 

"Yang memberi kesaksian bahwa Terdakwa lah yang menyarankan agar Eddy Sindoro tidak pulang dulu ke Indonesia adalah saksi Novel Baswedan," kata juru bicara MA hakim agung Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Jumat (9/4/2021).

 

Andi menyatakan, menurut keterangan Novel Baswedan di persidangan bahwa sekitar bulan Desember 2016, Novel mendapatkan bukti adanya rekaman antara Eddy Sindoro dengan Lucas. Dalam pembicaraan tersebut terdengar Eddy Sindoro tidak mau pulang karena TLucas yang memberikan saran dan masukan agar tidak boleh pulang dulu.

 

"Keterangan Novel Baswedan ini berdiri sendiri dan bertentangan dengan alat bukti lainnya karena keterangan Terdakwa maupun keterangan saksi Eddy Sindoro (semua disumpah di persidangan) menyatakan bahwa mereka tidak pernah berkomunikasi sejak bulan April 2016," ucap Andi mengutip pertimbangan putusan PK tersebut.

 

Di persidangan, Novel tidak mendengar langsung pembicaraan antara Lucas dengan Eddy Sindoro. Tetapi hanya memperoleh informasi adanya rekarnan pembicaraan tersebut dari pihak lain.

 

"Keterangan saksi seperti ini sangat lemah karena tidak didengar langsung sehingga dapat menimbulkan distorsi dan pemahaman yang keliru dalam mendengar dan menyampaikannya kepada orang lain. Dalam praktek kesaksian testimonium de auditu seperti ini tidak dapat diterima sebagai alat bukti karena tidak sesuai dengan Pasal 1 angka 26 KUHAP dimana keterangan saksi harus dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri," beber Andi.

 

Novel juga meyakini bahwa percakapan dalam rekaman tersebut adalah benar suara Lucas dengan Eddy Sindoro.

 

"Keterangan ini sifatnya subyektif dan keliru karena rekaman pembicaraan tersebut diambil pada tahun 2016 sementara saksi Novel Baswedan mengakui bahwa baru mengenal Terdakwa ketika melakukan penangkapan pada tanggal 1 Oktober 2018 dan Eddy Sindoro ketika menyerahkan diri pada tanggal 12 Oktober 2018," ujar Andi membacakan pertimbangan majelis.

 

"Jadi bagaimana mungkin saksi Novel Baswedan bisa menyakini itu ada suara Terdakwa dan Eddy Sindoro di tahun 2016 padahal saksi Novel Baswedan sendiri baru mengenal Tedakwa dan Eddy Sindoro di tahun 2018?" sambungnya. (dtk)



 


SANCAnews – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) pengacara Lucas dalam kasus merintangi penyidikan KPK. Berdasarkan itu, KPK pun membebaskan Lucas dari Lapas Tangerang.

 

"Sesuai ketentuan UU maka Jaksa eksekutor KPK, Kamis malam (8/4), sudah melaksanakan putusan PK dimaksud," kata Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Jumat (9/4/2021).

 

Ali mengatakan, Lucas dibebaskan dari Lapas Tangerang pada Kamis (8/4) malam, kemarin. Keputusan tersebut, lanjutnya, merupakan tindak lanjut dari putusan PK.

 

"Saat ini terpidana sudah dikeluarkan dari Lapas Kelas 1 Tangerang," ujar Ali.

 

Sebelumnya, MA membebaskan Lucas karena dinilai tidak terbukti merintangi KPK dalam mengejar Eddy Sindoro. Namun, KPK tetap meyakini Lucas telah merintangi penyidikan KPK.

 

"KPK sangat yakin dengan alat bukti yang kami miliki, sehingga sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung pun dakwaan jaksa KPK, maupun penerapan hukum atas putusan pengadilan tingkat di bawahnya tetap terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada wartawan, Kamis (8/4/2021).

 

Ali menekankan putusan di tingkat PK yang membebaskan narapidana kasus korupsi melukai rasa keadilan. Terkait Lucas, KPK mengaku belum mengetahui dasar putusan MA. Namun, pihaknya tetap menghormati putusan MA.

 

"Diputus bebasnya narapidana korupsi pada tingkat PK tentu melukai rasa keadilan masyarakat," kata Ali.

 

Untuk diketahui, kasus pengacara Lucas bermula saat KPK menangkap panitera PN Jakpus, Edy Nasution, pada 2016. Dari penangkapan itu, KPK bergerak masuk ke MA untuk menyelidiki lebih lanjut.

 

Ternyata Edy menerima uang dari Eddy Sindoro untuk mengurus perkara. Dalam perjalanannya, Eddy Sindoro dicekal dan kabur sehingga KPK tidak bisa menangkapnya.

 

Kaburnya Eddy Sindoro diyakini KPK atas bantuan Lucas. Akhirnya Lucas ikut diadili dengan dakwaan merintangi penyidikan KPK.

 

Pada 20 Maret 2019, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada Lucas. Hukuman Lucas dikurangi menjadi 5 tahun penjara di tingkat banding. Di tingkat kasasi, hukuman Lucas kembali disunat menjadi 3 tahun penjara. Lucas, yang yakin tidak bersalah, mengajukan PK dan dikabulkan. (dtk)


 


SANCAnews – Aksi kekerasan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua kembali terjadi. Kali ini bahkan sampai mengakibatkan korban jiwa dari penduduk sipil.

 

Adalah Oktovianus Rayo (43), seorang guru di salah satu SD di Kampung Julukoma, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, yang menjadi korban pembunuhan oleh KKB.

 

Kapolda Papua, Irjen Mathius D Fakhiri mengatakan, Oktovianus Rayo tewas setelah ditembak oleh KKB kelompok Sabinus Walker saat berada di kios miliknya pada Kamis kemarin (8/4) sekitar pukul 09.30 WIT.

 

“Korban ditembak dengan senjata pendek saat berada di kios miliknya dan meninggal dengan dua tembakan di bagian rusuk kanan dan perut. Pelaku penembakan adalah kelompok dari Sabinus Waker,” jelas Kapolda Papua dalam keterangannya, Jumat (8/4).

 

Saat penembakan itu, beberapa rekan korban ada di lokasi kejadian. Namun mereka ketakutan dan kemudian melarikan diri ke dalam hutan untuk berlindung.

 

“Namun pada akhirnya berhasil ditemukan oleh warga dengan selamat, meski dalam keadaan trauma,” tambahnya.

 

Lebih lanjut Kapolda menerangkan, belum diketahui motif penembakan oleh Sabinus Waker dan kelompoknya tersebut. Namun dari informasi yang diperoleh, keberadaan Sabinus Waker di Ilaga Puncak atas undangan dari Lekage Telenggen.

 

“Belum tahu pasti, yang jelas Sabinus datang kesana atas undangan Lekage terkait dengan penyelesaian perang suku di Puncak,” ujarnya.

 

Kapolda juga menambahkan, pembunuhan ini merupakan aksi biadab, lantaran korban merupakan pejuang kemanusiaan yang bertanggung jawab untuk mendidik anak bangsa.

 

“Seharusnya tenaga pendidikan dan kesehatan dilindungi, karena mereka adalah ujung tombak untuk membangun generasi penerus bangsa ke depan khususnya anak-anak Papua,” tegas Kapolda.

 

Dalam waktu dekat, pihaknya akan menyusun kekuatan untuk dikirim ke Ilaga Puncak guna melakukan penindakan terhadap kelompok tersebut.

 

“Kami akan melakukan langkah-langkah penindakan untuk penegakan hukum kepada para pelaku,” tandasnya. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.