Latest Post




SANCAnews – Komisaris Independen PT Pelni Kristia Budhyarto mengatakan, pejabat di jajarannya yang menyelenggarakan kajian online Ramadan telah dicopot.

 

Alasannya, menurut Kristia, karena isu radikalisme. Tak hanya mencopot pejabat terkait, PT Pelni juga membatalkan kajian online Ramadan tersebut.

 

Hal ini disampaikan Kristia melalui akun Twitter @kangdede78, Kamis (8/3/2021). Kristia mengatakan, acara itu tidak memeroleh izin dari direksi.

 

"Sehubungan flyer info penceramah dlm kegiatan Ramadhan di lingkungan PT @pelni162 dr Badan Dakwah Pelni yg sudah beredar luas perlu saya sampaikan bahwa: Panitia menyebarkan info terkait pembicara Ramadhan belum ada ijin dari Direksi. Oleh sebab itu kegiatan tsb DIBATALKAN," tulis dia.

 

Tak sampai di situ, Kristia Budhyarto juga mengatakan bahwa pejabat yang berkaitan dengan acara itu juga dicopot.

 

Relawan Presiden Joko Widodo pada Pilpres lalu ini pun mengingatkan kepada seluruh jajaran BUMN agar tidak segan-segan mencopot pegawainya yang terlibat radikalisme.

 

"Selain itu pejabat yg terkait dgn kepanitiaan acara tsb telah DICOPOT. Ini pelajaran sekaligus WARNING kpd seluruh BUMN, jangan segan-segan MENCOPOT ataupun MEMECAT pegawainya yg terlibat radikalisme. Jangan beri ruang sdktpun, BERANGUS," kata dia.

 

Berdasar tangkapan layar flyer yang beredar, kajian online Ramadan itu seharusnya digelar tiap Kamis di Bulan April. Pendakwah yang mengisi acara ada lima orang. Di antaranya Ustaz Firanda Andirja, Ustaz Rizal Yuliar, Ustaz Syafiq Riza Basamalah dan Cholil Nafis.


 


 


SANCAnews – Buya Yahya dalam sebuah kesempatan menjawab pertanyaan jamaah soal permasalahan hukum yang menyeret habib.

 

Buya Yahya menyarankan melihatnya hal tersebut melalui dua sisi berbeda, yakni habib sebagai keturunan nabi dan habib sebagai manusia biasa.

 

“Kalau memandang mereka, kita harus memandang dengan dua cara pandang. Sebagai manusia, kita lihat, mereka bisa bersalah. Tapi di sisi lain, kita juga harus tetap melihat, mereka itu zuriah Rasulullah,” ujar Buya Yahya di laman Youtube dikutip pada Rabu (7/4/2021).

 

Lebih jauh, Buya Yahya menambahkan, habib merupakan gelar istimewa yang tak bisa dimiliki sembarang orang.

 

Sebab, kata dia, mereka yang mendapat gelar tersebut, tandanya memiliki pertalian keluarga dengan Nabi Muhammad SAW.

 

Itulah mengapa, jika habib membuat salah, jangan memandang mereka dengan kebencian. Alih-alih marah, lebih baik peringatkan mereka dengan nasehat-nasehat baik.

 

“Kalau mereka melakukan kesalahan, jangan sampai kita merendahkan kehabibannya. Kadang muncul kebencian di hati kita. Kalau mereka salah, katakan salah sebagai manusia.” kata pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah itu.

 

“Tapi jangan dihubungkan dengan istilah habib, karena kalau kita merendahkan habib, kita merendahkan sesuatu yang berhubungan dengan Rasulullah,” sambungnya.

 

Buya Yahya pun mengingatkan, seandainya habib berbuat salah, maka tegurlah. Namun, jangan menghinanya.

 

Sebab, kata dia, jika ada umat Islam melakukan hal tersebut, maka Nabi Muhammad SAW enggan memandangnya.

 

“Kita tegur dia salah. Tapi jangan sampai bilang ‘tuh habib!’, seperti ada kebencian di hati kita dengan keturunan nabi. Hati-hati, nabi tak akan menengok dan melihat kita,” ucapnya.

 

Buya Yahya memastikan, menegur habib saat berbuat salah bukan perbuatan keliru, melainkan dianjurkan. Sebab, dengan begitu, kita disebut telah mengambil hidayah nabi.

 

“Kalau beliau salah, tentu kita wajib mengingatkan. Bahkan kewajiban kita mengingatkan beliau, lebih dari kita mengingatkan yang lain. Sebab, kita mengambil hidayah dari kakek beliau, kenapa bisa cucu baginda nabi melakukan salah kok kita diam-diam saja?” ujarnya.

 

“Tapi jangan sampai kita mencaci, mengolok-olok, merendahkan karena dia habib. Awas, hati-hati itu,” imbuh Buya Yahya. []



 


SANCAnews – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu kembali mengungkit pernyataan lampau Joko Widodo yang disampaikan pada tahun 2016 silam.

 

Pernyataan Jokowi itu terabadikan dalam unggahan Twitter resmi Sekretariat Kabinet @setkabgoid dilengkapi dengan tautan artikel yang bersangkutan.

 

Unggahan Setkab tersebut menuturkan bahwa ada data yang mencatat aset Rp11.000 triliun disimpan di luar negeri.

 

“Datanya Sudah Ada, Presiden Jokowi: Uang Kita Yang Disimpan di Luar Negeri Rp 11.000 Triliun,” kata akun Twitter resmi Setkab, pada 25 November 2016 silam.

 

Teringat hal itu, Said Didu mendorong agar pemerintah segera membuka data tersebut untuk menutupi utang-utang negara.

 

“Sudah 5 tahun tapi belum dibuka datanya. Segeralah dibuka buat bayar utang,” ujar Said Didu dikutip dari akun Twitter pribadinya @msaid_didu pada Rabu, 7 April 2021.

 

Sementara, diketahui Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Januari 2021 tercatat sebesar 420,7 miliar dolar AS.

 

Jumlah tersebut terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 213,6 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 207,1 miliar dolar AS.

 

Di sisi lain, beberapa waktu lalu Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini memprediksi di akhir masa jabatan, Presiden Joko Widodo akan mewariskan utang hingga mencapai Rp10.000 triliun.

 

"Ini belum selesai pemerintahannya, kalau sudah selesai diperkirakan menjadi Rp10.000 triliun utang di APBN," ujarnya

 

Didik menjelaskan, tren utang mengalami peningkatan selama masa kepemimpinan Jokowi.

 

Ia kemudian membandingkan utang di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

 

Didik menyebutkan di masa kepemimpinan SBY, utang pemerintah tercatat sebesar Rp2.700 triliun dan utang BUMN Rp500 triliun. (*)



 


SANCAnews – Pakar Telematika Roy Suryo memberi tanggapan soal penampilan Miss Eco Indonesia Intan Wisni Permatasari. Roy Suryo mengkritik berkaitan dengan tidak mahirnya Intan Wisni dalam berbahasa Inggris di hadapan para juri.

 

Roy Suryo menyatakan, perlu disyukuri bahwa Indonesia masuk 10 besar dalam ajang Miss Eco International 2020 di Mesir. Meskipun dantang terlambat.

 

Dia lalu menyorot mengenai adanya penerjemah yang membantu Intan Wisni Permatasari.

 

"Namun penampilan Intan Wisni Permatasari saat harus dibantu "translator" -yang tdk fasih juga- ini membuat lucu (baca: Malu)," cuit Roy Suryo melalui jejaring sosial twitternya, Rabu (7/4/2021).

 

Dia memberikan tanggapan tersebut sambil menggunggah sebuah video penampilan Intan Wisni Permatasari yang belakangan viral di media sosial.

 

Roy Suryo pun melempar pertanyaan ke warganet terkait dengan tak mahirnya bahasa Inggri Intan Wisni Permatasari.

 

"Mengingatkan kita ke Siapa ya soal bahasa Inggris begini ?" katanya.

 

Sebelumnya, momen tanya jawab ajang kecantikan Miss Eco International 2021 viral di sosial media. Perwakilan Indonesia, Intan Wisni Permatasari menjadi perhatian lantaran menjawab pertanyaan juri dengan menggunakan translator lantaran tak mahir berbahasa Inggris di ajang internasional tersebut.

 

Mulanya, pembawa acara memanggil Intan sebagai perwakilan Miss Eco ke tengah panggung.

 

Sebelum mendengarkan pertanyaan juri, Intan meminta ke pembawa acara untuk disiapkan seorang translator.

 

Tak berapa lama kemudian, seorang pria berjas biru naik ke atas panggung untuk menerjemahkan pertanyaan juri ke dalam bahasa Indonesia dan menerjemahkan jawaban Intan ke dalam bahasa Inggris. (*)



 


SANCAnews – Warga muslim beretnik Minang pendukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memlilih Anies Baswedan, cenderung menganggap pemerintah melakukan kriminalisasi ulama. Serta membungkam suara umat Islam dan melakukan pembatasan dakwah.

 

Hal itu terungkap dari hasil survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang disampaikan Manajer Program SMRC, Saidiman Ahmad, dalam rilis hasil survei bertajuk "Sikap Publik Nasional terhadap FPI dan HTI” pada Selasa (6/4/2021) di Jakarta.

 

Menanggapi hal itu, pengamat politik Sumbar, Asrinaldi mengatakan, objektivitas lembaga survei SMRC memang diakui.

 

"Dari segi hasil, tentu ini sebuah fakta yang memang harus diakui. Kalau persepsi masyarakat Sumbar terkait rezim ini masih sama seperti yang dulu, bahwa rezim cendrung mengkriminalisasi ulama," katanya saat dihubungi SuaraSumbar.id melalui telepon seluler, Selasa (7/4/2021).

 

Menurutnya, ini persepsi berdasarkan apa yang dilihat, apa yang dirasakan, apa yang dialami dan apa yang diketahui melalui media sosial maupun informasi orang.

 

"Memang seperti itu faktanya sekarang. Tentu fakta ini mesti menjadi perhatian pemerintah, dalam hal ini presiden Joko Widodo berserta kabinetnya," katanya.

 

Terkait adanya pengaruh Anis Baswedan yang disebut-sebut sebagai calon presiden, Asrinaldi menilai bisa dihubungkan dengan survei tersebut.

 

"Bisa dihubungkan, tapi hubungannya tidak terlalu kuat menurut saya karena dua posisi yang berbeda. Pertama Anis disebut calon presiden dan kedua adanya kriminalisasi terhadap dan ada hubungan langsung," katanya.

 

Namun referensi orang terhadap Anis, kata dia, tidak hanya di Sumbar, tapi di seluruh Indonesia hasil survei menyatakan dia dibawah Prabowo.

 

Berdasarkan hasil survei itu juga, Asrinaldi mengakui bahwa masyarakat Sumbar memang agak unik. Seperti PKS yang mendapatkan dukungan di Sumbar disamping partai Gerindra.

 

"Barangkali, Ini juga sebuah pertanda bahwa isu-isu agama dan masalah politik identitas itu masih menguat di Sumbar. Nah, ruang ini akan lebih menguntungkan PKS, karena dia berhasil membangun persepsi opini terkait dengan agama dan PKS memang hal ini yang diperjuangkannya," kata dosen politik Unand itu.

 

Senada dengan itu, pengamat politik lainnya, Najmudin Rasul juga menyatakan bahwa anggapan adanya kriminalisasi terhadap ulama memang sesuai dengan kenyataan yang dilihat masyarakat.

 

"Kalau melihat kenyataannya sekarang, tampak sekali telah terjadi kriminaliasi terhadap ulama," katanya.

 

Najmudin mencontohkan adanya ustaz yang dicurigai sebagai teroris dan ada ustaz yang diawasi ketika menyampaikan ceramah. Ini merupakan hal untuk mengkriminaliasi tokoh-tokoh Islam.

 

"Baru-baru ini, keberadaan salah satu pondok pesantren di Jawa Timur yang dikaitkan dengan ISIS," katanya.

 

Selain itu, Najmudin mempertanyakan tujuan dan maksud mengapa dilakukan survei SMRC yang membahas topik seperti ini.

 

"Kalau tujuan melihat kekurangan orang tertentu, jelas pertanyaannya akan digiring ke sana. Maka harus kita pertanyakan apa tujuan melakukan survei," katanya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.