Latest Post


 


SANCAnews – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu kembali mengungkit pernyataan lampau Joko Widodo yang disampaikan pada tahun 2016 silam.

 

Pernyataan Jokowi itu terabadikan dalam unggahan Twitter resmi Sekretariat Kabinet @setkabgoid dilengkapi dengan tautan artikel yang bersangkutan.

 

Unggahan Setkab tersebut menuturkan bahwa ada data yang mencatat aset Rp11.000 triliun disimpan di luar negeri.

 

“Datanya Sudah Ada, Presiden Jokowi: Uang Kita Yang Disimpan di Luar Negeri Rp 11.000 Triliun,” kata akun Twitter resmi Setkab, pada 25 November 2016 silam.

 

Teringat hal itu, Said Didu mendorong agar pemerintah segera membuka data tersebut untuk menutupi utang-utang negara.

 

“Sudah 5 tahun tapi belum dibuka datanya. Segeralah dibuka buat bayar utang,” ujar Said Didu dikutip dari akun Twitter pribadinya @msaid_didu pada Rabu, 7 April 2021.

 

Sementara, diketahui Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Januari 2021 tercatat sebesar 420,7 miliar dolar AS.

 

Jumlah tersebut terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 213,6 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 207,1 miliar dolar AS.

 

Di sisi lain, beberapa waktu lalu Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini memprediksi di akhir masa jabatan, Presiden Joko Widodo akan mewariskan utang hingga mencapai Rp10.000 triliun.

 

"Ini belum selesai pemerintahannya, kalau sudah selesai diperkirakan menjadi Rp10.000 triliun utang di APBN," ujarnya

 

Didik menjelaskan, tren utang mengalami peningkatan selama masa kepemimpinan Jokowi.

 

Ia kemudian membandingkan utang di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

 

Didik menyebutkan di masa kepemimpinan SBY, utang pemerintah tercatat sebesar Rp2.700 triliun dan utang BUMN Rp500 triliun. (*)



 


SANCAnews – Pakar Telematika Roy Suryo memberi tanggapan soal penampilan Miss Eco Indonesia Intan Wisni Permatasari. Roy Suryo mengkritik berkaitan dengan tidak mahirnya Intan Wisni dalam berbahasa Inggris di hadapan para juri.

 

Roy Suryo menyatakan, perlu disyukuri bahwa Indonesia masuk 10 besar dalam ajang Miss Eco International 2020 di Mesir. Meskipun dantang terlambat.

 

Dia lalu menyorot mengenai adanya penerjemah yang membantu Intan Wisni Permatasari.

 

"Namun penampilan Intan Wisni Permatasari saat harus dibantu "translator" -yang tdk fasih juga- ini membuat lucu (baca: Malu)," cuit Roy Suryo melalui jejaring sosial twitternya, Rabu (7/4/2021).

 

Dia memberikan tanggapan tersebut sambil menggunggah sebuah video penampilan Intan Wisni Permatasari yang belakangan viral di media sosial.

 

Roy Suryo pun melempar pertanyaan ke warganet terkait dengan tak mahirnya bahasa Inggri Intan Wisni Permatasari.

 

"Mengingatkan kita ke Siapa ya soal bahasa Inggris begini ?" katanya.

 

Sebelumnya, momen tanya jawab ajang kecantikan Miss Eco International 2021 viral di sosial media. Perwakilan Indonesia, Intan Wisni Permatasari menjadi perhatian lantaran menjawab pertanyaan juri dengan menggunakan translator lantaran tak mahir berbahasa Inggris di ajang internasional tersebut.

 

Mulanya, pembawa acara memanggil Intan sebagai perwakilan Miss Eco ke tengah panggung.

 

Sebelum mendengarkan pertanyaan juri, Intan meminta ke pembawa acara untuk disiapkan seorang translator.

 

Tak berapa lama kemudian, seorang pria berjas biru naik ke atas panggung untuk menerjemahkan pertanyaan juri ke dalam bahasa Indonesia dan menerjemahkan jawaban Intan ke dalam bahasa Inggris. (*)



 


SANCAnews – Warga muslim beretnik Minang pendukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memlilih Anies Baswedan, cenderung menganggap pemerintah melakukan kriminalisasi ulama. Serta membungkam suara umat Islam dan melakukan pembatasan dakwah.

 

Hal itu terungkap dari hasil survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang disampaikan Manajer Program SMRC, Saidiman Ahmad, dalam rilis hasil survei bertajuk "Sikap Publik Nasional terhadap FPI dan HTI” pada Selasa (6/4/2021) di Jakarta.

 

Menanggapi hal itu, pengamat politik Sumbar, Asrinaldi mengatakan, objektivitas lembaga survei SMRC memang diakui.

 

"Dari segi hasil, tentu ini sebuah fakta yang memang harus diakui. Kalau persepsi masyarakat Sumbar terkait rezim ini masih sama seperti yang dulu, bahwa rezim cendrung mengkriminalisasi ulama," katanya saat dihubungi SuaraSumbar.id melalui telepon seluler, Selasa (7/4/2021).

 

Menurutnya, ini persepsi berdasarkan apa yang dilihat, apa yang dirasakan, apa yang dialami dan apa yang diketahui melalui media sosial maupun informasi orang.

 

"Memang seperti itu faktanya sekarang. Tentu fakta ini mesti menjadi perhatian pemerintah, dalam hal ini presiden Joko Widodo berserta kabinetnya," katanya.

 

Terkait adanya pengaruh Anis Baswedan yang disebut-sebut sebagai calon presiden, Asrinaldi menilai bisa dihubungkan dengan survei tersebut.

 

"Bisa dihubungkan, tapi hubungannya tidak terlalu kuat menurut saya karena dua posisi yang berbeda. Pertama Anis disebut calon presiden dan kedua adanya kriminalisasi terhadap dan ada hubungan langsung," katanya.

 

Namun referensi orang terhadap Anis, kata dia, tidak hanya di Sumbar, tapi di seluruh Indonesia hasil survei menyatakan dia dibawah Prabowo.

 

Berdasarkan hasil survei itu juga, Asrinaldi mengakui bahwa masyarakat Sumbar memang agak unik. Seperti PKS yang mendapatkan dukungan di Sumbar disamping partai Gerindra.

 

"Barangkali, Ini juga sebuah pertanda bahwa isu-isu agama dan masalah politik identitas itu masih menguat di Sumbar. Nah, ruang ini akan lebih menguntungkan PKS, karena dia berhasil membangun persepsi opini terkait dengan agama dan PKS memang hal ini yang diperjuangkannya," kata dosen politik Unand itu.

 

Senada dengan itu, pengamat politik lainnya, Najmudin Rasul juga menyatakan bahwa anggapan adanya kriminalisasi terhadap ulama memang sesuai dengan kenyataan yang dilihat masyarakat.

 

"Kalau melihat kenyataannya sekarang, tampak sekali telah terjadi kriminaliasi terhadap ulama," katanya.

 

Najmudin mencontohkan adanya ustaz yang dicurigai sebagai teroris dan ada ustaz yang diawasi ketika menyampaikan ceramah. Ini merupakan hal untuk mengkriminaliasi tokoh-tokoh Islam.

 

"Baru-baru ini, keberadaan salah satu pondok pesantren di Jawa Timur yang dikaitkan dengan ISIS," katanya.

 

Selain itu, Najmudin mempertanyakan tujuan dan maksud mengapa dilakukan survei SMRC yang membahas topik seperti ini.

 

"Kalau tujuan melihat kekurangan orang tertentu, jelas pertanyaannya akan digiring ke sana. Maka harus kita pertanyakan apa tujuan melakukan survei," katanya. []



 


SANCAnews – Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden dan Wapres Jokowi - Maruf Amin dinilai tidak menoleransi pendapat kritis masyarakat.

 

Hal tersebut merupakan kesimpulan dalam laporan Amnesty International Indonesia atau AII, yang menyoroti hak kebebasan berekspresi dan berpendapat publik tahun 2020/2021.

 

Direktur Eksekutif AII Usman Hamid dalam rilis laporan tersebut secara daring mengatakan, ada sembilan isu terkait HAM yang disorot pada era Jokowi - Amin.

 

"Banyak kasus terkait kebebasan berekspresi sepanjang tahun 2020-2021. Ini menunjukkan negara cenderung tidak menoleransi perbedaan pendapat yang kritis. Termasuk respons pemerintah soal covid-19," kata usman Hamid, Rabu (7/4/2021).

 

Usman mengatakan, kebebasan berekspresi semakin terancam seiring Kepolisian Negara RI yang membentuk polisi virtual untuk memantau media sosial.

 

"Polisi virtual bisa sangat mengancam kebebasan berekspresi di dunia maya. Terbaru soal telegram kapolri yang juga menekan kebebasan pers," kata Usman.

 

Hak kebebasan berkumpul dan berserikat pada era Jokowi - Amin juga terancam. Ia mencontohkan, ada masyarakat yang dipenjarakan oleh aparat hanya karena perbedaan politik dengan pemerintah.

 

"Ancaman terhadap kebebasan berkumpul serta berserikat juga banyak dialami masyarakat di Indonesia timur, semisal Maluku maupun Papua. Ada pemenjaraan akibat ekspresi-ekspresi politik yang dianggap berbeda dari apa yang diinginkan pemerintah."

 

Dalam laporan AII, ada sembilan isu HAM yang disoal sepanjang tahun 2020 hingga kekinian. Kesembilan isu itu ialah hak atas kesehatan, hak informasi, hak pekerja, hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul, hak atas kebebasan berkespresi, hak-hak perempuan, hak LGBT, situasi pembela HAM, dan pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat.

 

"Mudah-mudahan laporan ini bisa diterima oleh pemerintah. Kami sudah menyurati Menkopolhukam Mahfud MD, menyurati pimpinan DPR." []



 


SANCAnews – Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar memberikan tanggapan terkait polemik kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di acara pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah.

 

Haris Azhar mengatakan, sebenarnya tidak ada yang salah dengan kehadiran Jokowi dan Prabowo Subianto di acara pernikahan tersebut.

 

Namun Haris Azhar menilai, publik mempermasalahkan acara pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah karena adanya publikasi dari situs resmi Sekretariat Negara (Setneg).

 

Hal itu disampaiakan Haris Azhar saat menjadi narasumber di acara "Catatan Demokrasi" bertajuk "Pandemi Covid-19: Salahkah Pejabat Negara Hadiri Pernikahan Selebriti?" pada Selasa, 6 April 2021.

 

"Gak salah, tapi dalam konteks yang diramaikan kemarin, karena disiarkan di Setneg. Boleh gak? Boleh," kata Haris Azhar, yang dikutip dari tayangan kanal YouTube tvOneNews, Rabu, 7 April 2021.

 

Namun menurutnya, dari segi keadilan, dirinya mempertanyakan apakah bisa Setneg menyiarkan pernikahan masyarakat biasa atau non selebriti.

 

"Tapi bicara soal keadilan, bisa gak Sabtu besok ada lagi warga yang nikahan misal di Sumba Timur atau di NTT yang kena bencana, tapi disiarkan. Jadi bisa gak Sabtu besok, Setneg menyiarkan pernikahan di tengah situasi bencana di NTT," tutur Haris Azhar.

 

Haris Azhar mengusulkan hal tersebut agar Setneg bisa terlihat adil di mata masyarakat, dan menggugurkan anggapan bahwa pemerintah tidak bersikap adil pada rakyatnya.

 

"Supaya nanti website Setneg kelihatan adil, Sabtu besok harus ada pernikahan di NTT, yang harus didukung negara supaya tetap jadi orang itu nikah, di gereja, di masjid, gak apa-apa, yang penting Setneg menyiarkan itu," kata Haris Azhar.

 

"Supaya menggugurkan dalil bahwa website Setneg tidak hanya menyiarkan pernikahan Atta Halilintar dan Aurel saja," sambungnya.

 

Menurutnya, jika pada Sabtu ini Setneg tidak menyiarkan pernikahan masyarakat biasa, itu artinya pemerintah memang tidak berlaku adil pada rakyatnya.

 

"Kalau Sabtu besok tidak ada live pernikahan rakyat jelata, di situ tidak adil. Jadi ada kesempatan untuk mendalilkan ketidakadilan yang banyak digunjingkan oleh masyarakat," kata Haris Azhar.

 

Meski demikian, Haris Azhar menilai bahwa tak ada pelanggaran protokol kesehatan (prokes) dalam acara pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah.

 

"Apakah pernikahan Atta Halilintar dan Aurel melanggar (prokes)? Saya meyakini tidak. Tapi karena mereka mengundang presiden, AdSense dari YouTube besar, artinya punya duit besar," kata Haris Azhar.

 

"Orang miskin kehilangan kesempatan dan kemampuan untuk menata pemberlakuan prokes. Artinya gak semua orang punya kesempatan untuk membuat pernikahan yang baik seperti Atta dan Aurel sampai presiden dan menteri berkenan hadir," tuturnya.

 

Oleh karena itu, Haris Azhar meminta pemerintah untuk berlaku adil, dengan memberikan bantuan pada masyarakat miskin supaya acara pernikahannya bisa dilaksanakan di masa pandemi Covid-19.

 

"Ini soal keadilan, kalau Atta dan Aurel punya kemampuan. Boleh gak negara membantu yang miskin memfasilitasi pernikahan-pernikahan supaya tetap terjadi?," kata Haris Azhar.***


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.