Amnesty International: Hak Berekspresi dan Opini di Era Jokowi Semakin Terancam
SANCAnews – Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden dan
Wapres Jokowi - Maruf Amin dinilai tidak menoleransi pendapat kritis
masyarakat.
Hal tersebut merupakan kesimpulan dalam laporan Amnesty
International Indonesia atau AII, yang menyoroti hak kebebasan berekspresi dan
berpendapat publik tahun 2020/2021.
Direktur Eksekutif AII Usman Hamid dalam rilis laporan
tersebut secara daring mengatakan, ada sembilan isu terkait HAM yang disorot
pada era Jokowi - Amin.
"Banyak kasus terkait kebebasan berekspresi sepanjang
tahun 2020-2021. Ini menunjukkan negara cenderung tidak menoleransi perbedaan
pendapat yang kritis. Termasuk respons pemerintah soal covid-19," kata
usman Hamid, Rabu (7/4/2021).
Usman mengatakan, kebebasan berekspresi semakin terancam
seiring Kepolisian Negara RI yang membentuk polisi virtual untuk memantau media
sosial.
"Polisi virtual bisa sangat mengancam kebebasan
berekspresi di dunia maya. Terbaru soal telegram kapolri yang juga menekan
kebebasan pers," kata Usman.
Hak kebebasan berkumpul dan berserikat pada era Jokowi - Amin
juga terancam. Ia mencontohkan, ada masyarakat yang dipenjarakan oleh aparat
hanya karena perbedaan politik dengan pemerintah.
"Ancaman terhadap kebebasan berkumpul serta berserikat
juga banyak dialami masyarakat di Indonesia timur, semisal Maluku maupun Papua.
Ada pemenjaraan akibat ekspresi-ekspresi politik yang dianggap berbeda dari apa
yang diinginkan pemerintah."
Dalam laporan AII, ada sembilan isu HAM yang disoal sepanjang
tahun 2020 hingga kekinian. Kesembilan isu itu ialah hak atas kesehatan, hak
informasi, hak pekerja, hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul, hak atas
kebebasan berkespresi, hak-hak perempuan, hak LGBT, situasi pembela HAM, dan
pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat.
"Mudah-mudahan laporan ini bisa diterima oleh
pemerintah. Kami sudah menyurati Menkopolhukam Mahfud MD, menyurati pimpinan
DPR." []