Latest Post

 



SANCAnews – Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri resmi menetapkan tiga orang anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan unlawful killing alias pembunuhan di luar hukum terhadap enam laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat.

 

"Penyidik telah melaksanakan gelar perkara terhadap peristiwa KM 50. Dan kesimpulan dari gelar perkara yang dilakukan maka status dari terlapor tiga (anggota Polda Metro Jaya) tersebut dinaikkan menjadi tersangka," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (6/4).

 

Namun, kata Rusdi, salah satu tersangka yakni EPZ dinyatakan meninggal dunia, berdasarkan pasal 109 KUHAP, tersangka yang telah dinyatakan meninggal dunia penyidikannya langsung dihentikan.

 

"Jadi kelanjutannya, terdapat dua tersangka anggota yang terlibat dalam peristiwa KM 50. Kita tunggu saja, tugas yang dilaksanakan penyidik untuk dapat menuntaskan kasus KM 50 ini secara profesional, transparan dan akuntabel," pungkas Rusdi. 

 

Ketiga tersangka ini diduga melanggar Pasal 338 Jo pasal 351 KUHP tentang pembunuhan. []


 


SANCAnews – Beredar video pengakuan terduga teroris yang mengklaim sebagai simpatisan Front Pembela Islam (FPI).

 

Menanggapi hal itu Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI, Abdullah Hehamahua, menilai bahwa hal itu bukan urusan murni hukum melainkan ada unsur politik untuk menghancurkan Habib Rizieq Shihab.

 

"Ini adalah skenario untuk bagaimana pokoknya untuk menghancurkan HRS sampai 2024, sampai kemudian bisa lolos 2024 nah baru dilepaskan. Jadi disitu ada politik unsur politik disitu," kata Abdullah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/4/2021).

 

Menurutnya, narasi untuk memojokkan Rizieq tersebut bermula ketika Basuki Tjahja Purnama kalah di Pilkada 2017. Menurutnya, ada dendam ke Rizieq pasca momen tersebut.

 

"Kenapa kalah? Karena HRS dengan 212 turun ke lapangan ke mesjid musala. Itu lah dendam awal. Sehingga apapun harus dihabiskan," tuturnya.

 

Selain itu ia juga menyoroti adanya atribut FPI yang dijadikan barang bukti dalam penangkapan terduga teroris di Condet, Jakarta Timur dan Bekasi, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Ia menduga hal itu sengaja disusupkan.

 

"Jadi kalau misalnya ada bendera atau apa itu apa susahnya? Untuk disusupkan dan seterusnya," ungkapnya.

 

Lebih lanjut, mantan Penasehat KPK itu juga menyoroti adanya dugaan diskriminatif terhadap proses hukum kasus kerumunan. Ia mengatakan, banyak kasus kerumunan lain terjadi namun hanya Rizieq yang diproses secara hukum.

 

"Karena itu kami katakan bahwa kasus ini bukan kasus pure hukum tapi kasus hukum bercampur dengan politik," tandasnya. []



 


SANCAnews – Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) terhadap surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap obligor Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

 

Dengan penerbitan SP3 ini, banyak pihak mengkritik atas langkah dari komisi anti rasuah, lantaran secara otomatis melepas status tersangka yang sempat disematkan kepada pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan istrinya, Ijtih Nursalim.

 

Salah satu kritik itu dilontarkan oleh Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua yang menilai akan permasalahan muncul SP3 ini, akibat revisi undang-undang No 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

 

Lantaran, aturan yang tertuang dalam Pasal 40 ayat (1), KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

 

Kemudian Pasal 40 ayat (2) menyatakan, penghentian penyidikan dan penuntutan harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat satu minggu terhitung sejak dikeluarkannya SP3. KPK juga wajib mengumumkan kepada publik.

 

"Ya, Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang KPK dimana Amandemen Undang-Undang itu memungkinkan untuk SP3. Sementara kalau Undang-Undang No 3 Tahun 2002 itu kan tidak membenarkan SP3," kata Abdullah ketika dihubungi merdeka.com, Minggu (4/4/2021).

 

Dia pun mebeberkan terkait alasan kepada KPK seharusnya tidak diberikan kewenangan untuk menerbitkan SP3, karena perkara korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa sehingga penanganannya butuh kehati-hatian dan waktu.

 

"Maka itulah UU No 30 Tahun 2002 itu tidak dibenarkan untuk adanya SP3 sehingga KPK itu super hati-hati dalam menetapkan orang sebagai tersangka. Pengalaman saya selama menetapkan orang sebagai tersangka di KPK itu 99 persen pasti dijatuhi hukuman pengadilan. Artinya bahwa seseorang menetapkan tersangka itu super hati-hati sehingga tidak lolos di pengadilan," jelasnya.

 

Terlebih penangan kasus perkara korupsi membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuktian. Karena membutuhkan waktu, hingga bertahun-tahun, batas waktu dua tahun sebagai syarat diperbolehkannya terbitkan SP3 dinilai tidaklah tepat

 

"Korupsi itu kan bersifat kejahatan luar biasa transnasional tidak hanya dalam negeri tapi sampai luar negeri. Yang kedua pembuktian itu lebih sulit, kalau misalnya pencuri ayam bisa langsung ditangkap ada sidik jarinya, CCTV, tapi kalau korupsi itu tidak ada itunya," terangnya.

 

Padahal, kata Abdullah, tidak adanya keputusan untuk penerbitan SP3 menjadi suatu pembeda antara penanganan korupsi di KPK dengan instansi lainnya, seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Oleh karena itu, dia menegaskan kalau akar masalah ini terjadi pada revisi UU KPK.

 

"Pada saat diajukan revisi UU KPK sudah berkali-kali saya katakan, bahwa UU itu bukan melemahkan KPK, tapi mensakaratulmautkan KPK. Karena kalau melemahkan orang minum herbal bisa sehat lagi, tapi kalau KPK sudah sakaratulmaut itu tinggal hitung aja, sedikit lagi meninggal," tegasnya.

 

Merembet ke Kasus Lain

 

"Kenapa, karena kemudian masyarakat akan berfikir apa beda KPK dengan Kejaksaan, apa beda dengan Kepolisian. Sehingga itu nanti hanya menghabiskan APBN miliaran, ya udah bubarkan saja. Karena tidak ada bedanya KPK dengan Kejaksaan dan Kepolisian," sambungnya.

 

Atas hal itu, Abdullah berharap agar judicial review yang diajukan oleh para pegiat antikorupsi untuk membatalkan revisi undang-undang tersebut haruslah dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

 

"Kemudian nanti kalau sudah ini lolos, maka seharusnya MK kalau serius ingin menegakkan hukum maka harus merima judicial review dari berbagai pegiat antikorupsi yang meminta supaya UU KPK yang baru dibatalkan dan kembali ke UU KPK lama. Kuncinya di UU KPK," tuturnya.

 

Lantas ketika disinggung adakah kemungkikan atau potensi surat SP3 yang akan dikeluarkan lagi KPK. Abdullah sangat menyakini hal itu, termasuk kasus-kasus seperti Harun Masiku yang belum ditemukan titik terangnya, kemingkinan akan dikeluarkan SP3.

 

"Memang begitu ujungnya (terbitnya SP3), karena UU juga yang mengatakan kan setelah dua tahun tidak ditangani, KPK boleh terbitkan SP3. Itu bisa merambat ke perkara-perkara lainnya, seperti Harun Masiku," pungkasnya. []


 



SANCAnews – Warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjadi korban bencana banjir hingga tanah longsor terus bertambah. Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi menyebut korban jiwa bertambah menjadi 84 orang.

 

"Jadi yang meninggal total seluruhnya 84 korban jiwa dan yang lagi dalam pencarian yang tertimbun dan sebagainya 71 orang," kata Josef Nae Soi dalam jumpa pers virtual, Senin (5/4/2021).

 


Josef Nae Soi menjelaskan hampir seluruh kabupaten di NTT mengalami dampak bencana banjir hingga longsor. Namun ada wilayah yang mengalami dampak signifikan dan ada yang daerah tidak terkena dampak signifikan.

 

"Kurang-lebih 49 yang meninggal, 23 dalam pencarian. Lembata 20 yang meninggal, 40 dalam pencarian, Alor 13 dalam pencarian, Ende yang meninggal 2 orang," ujarnya.

 

Pemprov NTT dan pemerintah kabupaten telah melakukan sejumlah langkah untuk menanggulangi bencana banjir hingga longsor. Masyarakat diimbau tidak berkerumun.

 

"Bekerja sama dengan jajaran TNI-Polri membuat dapur umum dan kami berterima kasih kepada korem, dandim di kabupaten-kabupaten yang mengalami dampak cukup berat, di mana mereka melakukan dapur umum," ucap Josef.

 

"Untuk masyarakat, supaya menghindari kerumunan orang, supaya tokoh masyarakat meminjam tempat-tempat mereka supaya jangan terjadi eskalasi COVID yang begitu tinggi jika misalnya ada kerumunan," imbuhnya. (dtk)





SANCAnews – Kehadiran Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam acara akad nikah youtuber Atta Halilintar dinilai menyakiti masyarakat Indonesia.

 

Pengamat politik Universitas Nasional Andi Yusran mengatakan, kehadiran Jokowi-Prabowo bisa dikatakan sebagai bentuk pandai membaca peluang politik. Mengingat Atta Halilintar adalah Youtuber ternama di Indonesia.

 

Kata Andi yusran, engan menghadiri pernikahan Atta dengan putri Artis Anang Hermansyah akan berimbas pada politik elektoral.

 

"Mendekat ke Atta akan identik dengan menjemput dukungan dari para follower Atta dan itu secara otomatis akan meningkatkan elektabilitas," demikian kata Andi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (5/4).

 

Meski demikian, di saat bersamaan apa yang telah dilakukan orang nomor satu di Indonesia itu telah menyakiti hati dan perasaan masyarakat Indonesia.

 

Meski sebagian masyarakat ada menikmati tontonan akad nikah itu, masyarakat yang sebelumnya tersandung pelanggaran protokol kesehatan virus corona baru (Covid-19) pasti tersakiti dengan kehadiran Jokowi di acara itu.

 

"Masyarakat (tersakiti) yang pernah kedandung kasus pelanggaran prokes," demikian kata Andi.

 

Jokowi dan Prabowo menghadiri proses akad nikah Atta Halilintar-Aurel Hermansyah.

 

Tidak hanya hadir kedua tokoh politik yang pernah bertarung merebut kursi Presiden itu didaulat menjadi saksi dari kedua mempelai. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.