SANCAnews – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur
menilai sanksi denda Rp 50 juta yang dibayarkan oleh terdakwa kasus kerumunan
Petamburan Habib Rizieq Shihab hanya bersifat sanksi administratif pemerintah
provinsi DKI Jakarta.
"Pembayaran denda administratif yang dikeluarkan Satpol
PP DKI Jakarta, bukan sanksi dari lembaga peradilan tetapi pemberian sanksi
tersebut bersifat administratif dari pemerintah DKI Jakarta," kata Ketua
Majelis Hakim Suparman Nyompa saat membacakan putusan sela dalam sidang di PN
Jakarta Timur, Selasa (6/4/2021).
Pembayaran denda Rp 50 juta itu pun tidak membuat Rizieq
kebal hukum. Menurut Suparman Nyompa, pembayaran denda tersebut tidak tergolong
sanksi hukum.
"Karena itu pemberian sanksi administratif terhadap
terdakwa tersebut tidak bisa dipandang sebagai putusan hakim," kata
Suparman.
Sebelumnya, Habib Rizieq Shihab yang terjerat kasus
pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 mengatakan dirinya sudah membayar denda
Rp 50 juta.
Oleh karena itu, menurut dia, proses hukum terhadap dirinya
tidak dapat lagi dilakukan, atau sesuai dengan asas nebis in idem seperti yang
tertulis dalam Pasal 76 KUHP, tulis kuasa hukum Habib Rizieq dalam nota
keberatan (eksepsi) yang dibacakan Jumat (26/3/2021).
Berdasarkan eksepsi tersebut, diberitakan bahwa Habib Rizieq
dan FPI membayar sanksi denda administratif pada hari Minggu (15/11/2020), atau
sehari usai terjadinya kerumunan di kediaman Rizieq di Petamburan, Jakarta
Pusat.
Kerumunan tersebut berkaitan dengan acara pernikahan putri
keempat Rizieq yang dibarengi dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sekitar 10.000 orang hadir dalam acara tersebut. Kerumunan
itu terjadi saat pemerintah sedang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) untuk menekan penularan Covid-19.
Adapun dalam persidangan hari ini, majelis hakim menolak
eksepsi atau nota keberatan terdakwa Habib Rizieq Shihab untuk kasus kerumunan
di Petamburan, Jakarta Pusat dan Memamendung, Puncak, Kabupaten Bogor.
Dengan demikian, hakim menyatakan bahwa persidangan kasus
kerumunan itu dilanjutkan. Majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum
(JPU) untuk menghadirkan saksi-saksi dan barang bukti ke persidangan yang
dibuka untuk umum. []