Latest Post




SANCAnews – Presiden Jokowi tersentuh mendengar kabar bahwa istri seorang terduga teroris di Sukabumi kini terlilit utang setelah suaminya ditangkap karena diduga terlibat terorisme.

 

Jokowi kemudian mengutus staf kepresidenan untuk mengirimkan bantuan uang kepada SA (25) istri BS terduga teroris di Kampung Limbangan, Desa Cibodas, Kecamatan Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

 

Bantuan uang tunai itu kemudian disampaikan langsung oleh Kapolres Sukabumi kepada SA, Sabtu (3/4/2021).

 

Paur Humas Polres Sukabumi Ipda Aah Saepul Rohman mengatakan, bantuan disampaikan oleh Kapolres Sukabumi AKBP M Lukman Syarif.

 

Presiden memberikan bantuan ini karena mendengar kabar bahwa SA terlilit utang setelah suaminya ditangkap karena diduga terlibat terorisme.

 

"Istri terduga teroris di Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi terlilit utang hingga membuat orang nomor satu di negeri ini memberikan bantuan, bantuan yang diberikan secara langsung oleh staf kepresidenan melalui Kapolres diterima langsung oleh SA," ujarnya.

 

"Pemberian santunan ini berawal dari pemberitaan media online yang dibaca oleh Presiden langsung, bahwa istri terduga teroris ini mengeluh ketika suaminya yang terduga teroris ditangkap Densus 88 di Jakarta, bahwa keluarganya harus menanggung beban hidup anak yang masih bayi dan membayar cicilan bank," jelasnya.

 

Aah menambahkan, bantuan yang disampaikan adalah santuan berupa uang untuk meringankan beban SA.

 

"Amanah atau bantuan ini berupa santunan kepada istri terduga teroris berupa uang tunai, bantuan yang diberikan oleh Polres Sukabumi melalui Kapolres dari staf Kepresidenan ini murni bantuan dan tidak ada maksud lain," ucapnya.

 

"SA istri terduga teroris merasa senang karena keluhan dirinya yang dimuat oleh salah satu media online direspons baik sama Presiden Joko Widodo, hingga beban keluarga sangat berkurang," katanya.

 

Cicilan Masih 1,5 Tahun

 

Diberitakan sebelumnya, aksi teror yang terus terjadi di sejumlah wilayah di Tanah Air beberapa hari ini juga berujung kesedihan bagi SA (25), Desa Cibodas, Kecamatan Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi.

 

Suaminya, BS (43), ikut ditangkap karena diduga ikut terlibat dalam peledakan bom di Makassar, Minggu (28/3/2021) lalu.

 

SA kini terpaksa harus berjuang merawat anak mereka yang baru berusia berusia tiga bulan sendirian.

 

Ai, sapaan karib SA, mengaku bingung harus bagaimana. Lantaran ditangkap, suaminya tak lagi bisa menafkahinya.

 

"Mungkin saya harus bekerja. Paling kerja di garmen kayak gitu," ujarnya kepada Tribun saat dihubungi melalui telepon, Rabu (31/3/2021).

 

Tak hanya menangkap suaminya, Densus 88, kata dia, juga menggeledah rumahnya, Senin lalu.

 

Dalam penggeledahan itu Densus mengamankan sejumlah barang bukti, salah satunya terdapat serbuk berwarna hitam diduga bahan peledak.

 

Ai mengatakan, kebingunannya bertambah karena suaminya juga meninggalkan sejumlah utang yang harus ia lunasi.

 

"Saya akan cari kerja soalnya saya kan punya utang ke bank, kalau suami saya enggak kerja, siapa yang bayar?" ujarnya.

 

Ai mengatakan, utang suaminya ke bank tinggal 1,5 tahun dengan cicilan sebesar Rp 1,5 juta per bulan.

 

"Masih lama utangnya, kerja buat nutupin utang, utang suami di Jakarta. Sebelumnya suami punya utang ke bank yang kayak kartu kredit gitu. Untuk nutupin, ngutang lagi ke bank di Sukabumi. Ada sekitar 1,5 tahun, sebulan 1,5 juta setorannya," jelasnya.

 

Ia berharap suaminya dibebaskan.

 

"Saya tahunya suami kerja sebagai driver, suami di Jakarta tinggal di rumah orang tuanya di Tanjungpriok," ujarnya.

 

BS ditangkap Tim Densus 88 dan Polda Metro Jaya, Senin (29/3/2021).

 

Selain menangkap BS, polisi juga menangkap ZA (37), dan AJ (46). Ketiganya ditangkap di Bekasi.

 

Hari yang sama, penangkapan juga dilakukan polisi di Kramat Jati, Jakarta. Ditempat itu polisi menangkap HH (56).

 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, penggerebekan di dua lokasi itu setelah aksi bom bunuh diri dilakukan L dan YSL di depan Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021).

 

Empat terduga teroris ditangkap di Jakarta dan Bekasi dalam penggerebekan di dua lokasi tersebut.

 

Empat terduga teroris itu yakni ZA (37), BS (43) dan AJ (46) yang ditangkap di Bekasi. Sementara seorang lainnya berinisial HH (56) ditangkap di Kramat Jati.

 

Empat terduga teroris ini memiliki peran masing-masing.

 

ZA berperan sebagai pemasok bahan baku dan bahan peledak, sementara BS menjalankan instruksi disampaikan oleh ZA untuk meramu zat kimia menjadi bahan peledak.

 

BS pula yang kemudian mengajari AJ meracik bahan peledak.

 

Tersangka lainnya, HH, juga memiliki peran yang penting. Sealin sebagai penyandang dana, HH diduga ikut berperan memberikan tutorial merakit bom.  (*)


 


SANCAnews – Pasangan selebriti, Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah melangsungkan pernikahan hari ini, Sabtu, 3 April 2021 di sebuah hotel kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.

 

Tak tanggung-tanggung, pernikahan keduanya dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi negara, yakni Ketua MPR Bambang Soesatyo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Presiden Joko Widodo.

 

Presiden Jokowi sendiri hadir sebagai saksi dalam akad pernikahan dari pihak Aurel. Sementara Menhan Prabowo menjadi saksi dari pihak Atta.

 

Adapun Ketua MPR Bambang Soesatyo juga hadir menjadi perwakilan keluarga Atta. Sesaat sebelum akad digelar, Ketua MPR Bamsoet sempat menyampaikan beberapa patah kata.

 

“(Atta) bukan lelaki biasa. Saya berpesan pada Atta, sebuah perkawinan sebuah perjalanan panjang, pasti akan ditemui cobaan, namanya hidup. Buat Aurel dan Atta, saya sampaikan berumah-tangga itu rumit, harus siap dan kalau ada masalah selesaikan berdua,” kata Bamsoet, dilansir dari Republika.

 

Pernikahan Atta dan Aurel memang menarik perhatian masyarakat hingga menjadi trending di media sosial.

 

Bukan hanya karena dihadiri oleh para pejabat dan selebriti, namun juga karena rangkaian pernikahannya sejak awal telah ditampilkan secara langsung di TV swasta nasional.

 

Warganet pun tak ayal meninggalkan beragam komentar. Beberapa bahkan menghubungkannya dengan masalah politik.

 

Ada yang membandingkan pernikahan Atta dan Aurel tersebut dengan pernikahan anak Rizieq Shihab.

 

Seperti diketahui, salah satu alasan Rizieq Shihab ditahan adalah pernikahan anaknya yang dianggap melanggar protokol kesehatan.

 

“Apa bedanya ya pesta kawinan anaknya IBHRS dengan pesta kawinan atta-aurel? Kasih tau gue dong!” kata @ekowboy2.

 

Cuitan di atas pun lantas mengundang reaksi, termasuk komentar-komentar dari warga Twitter lain.

 

“Nggak usah anaknya Habieb rizieq dah tetangga gue aja baru bikin tenda udah di paranin petugas keamanan pas hari H. Semua udah pakai masker tetep aja suruh bubar,” balas @eranolok.

 

“Beda nuansanya. Kalo anak HRS nuansanya surgawi, kalo yang ini nuansa duniawi,” timpal @Wiwin_Dilevo.

 

“Beda pak.. satunya masuk tipi satunya masuk bui,” balas @PuspitaMey3. (*)





 


SANCAnews  Lukman (26), pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar menulis surat wasiat untuk keluarganya. Hal serupa juga dilakukan oleh Zakiah Aini (26), pelaku penyerangan di Mabes Polri.

 

Menurut kacamata ilmu grafologi, ada benang merah antara surat wasiat yang ditulis oleh keduanya.

 

Grafologi adalah ilmu untuk mempelajari kondisi psikologis seseorang lewat goresan tulisan tangannya. detikcom meminta grafolog Deborah Dewi untuk menganalisis tulisan tangan Lukman dan Zakia Aini pada surat wasiat mereka. Deborah adalah ahli grafologi yang telah memenuhi Standard Competence EC-0293 sebagai Graphologist Expert dan tervalidasi oleh Apostille The Hague Convention.

 

"Dari 2 kejadian berentet yang sedang melanda negara kita saat ini, keduanya meninggalkan jejak yang sama yaitu surat wasiat yang ditulis secara manual. Meskipun gaya tulisan dan pola tulisan tangan keduanya berbeda tapi keduanya memiliki beberapa indikator yang secara grafis berbeda namun intepretasinya sama," kata Deborah Dewi kepada detikcom, Kamis (1/4/2021).

 

Menariknya, menurut hasil analisa Deborah, jika semua indikator grafis tersebut dikumpulkan menjadi satu dan dianalisis secara komprehensif maka akan terdapat perbedaan signifikan dari segi karakter pelaku maupun pemicu internal yang mendorong bersangkutan rela melakukan aksinya.

 

"Beberapa pola indikator grafis yang berbeda namun mengacu pada satu benang merah intepretasi umum yang menjadi pemicu internal di antara karakter keduanya yaitu rasa cemas, tidak mampu, dan kurang percaya diri yang membuat mereka merasa tidak aman (insecurity)," ungkapnya.

 

Deborah menjelaskan bahwa secara verbal keduanya memberikan alasan berbau spiritual saat menjalankan aksinya. Namun, berdasarkan analisis grafologi, tidak ada dorongan spiritual kuat bagi mereka untuk menjalankan jihadnya.

 

"Meskipun secara verbal mereka memberikan alasan yang berbau spiritual namun indikator grafis di dalam sampel tulisan tangan keduanya justru tidak menunjukkan dorongan spiritual yang kuat untuk mengeksekusi 'jihad'," tuturnya.

 

Lebih lanjut, Deborah menyebut bahwa dorongan utama Zakiah Aini adalah kemarahan atas status sosial. Sedangkan Lukman dorongan utamanya adalah ketakutan akan masa depannya.

 

"Untuk Zakiah, dorongan yang utama adalah kemarahan atas status sosial (non material) yang melekat pada dirinya. Sedangkan untuk Lukman dorongan yang utamanya adalah kemarahan dan ketakutan dalam menghadapi masa depan di kehidupannya yang akan sangat berdampak pada sang Ibu," ujar Deborah. []



 


SANCAnews Eks Ketua KPK Busyro Muqoddas tak habis pikir pimpinan KPK menerbitkan SP3 P atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

 

Menurut Busyro, Pemerintahan Jokowi, sukses mencapai tujuannya yaitu membuat penerapan kewenangan SP3 pada KPK rezim baru.

 

"Ucapan sukses besar bagi pemerintah Jokowi yang mengusulkan revisi UU KPK yang disetujui DPR juga parpol-parpol yang bersangkutan. Itulah penerapan kewenangan menerbitkan SP3 oleh KPK wajah baru," kata Busyro melalui pesan singkat, Kamis (1/4).

 

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM itu khawatir, SP3 ini akan menjalar ke kasus lain.

 

"SP3 skandal ratusan triliun ini sangat rentan menjalar liar ke setiap kasus mega korupsi yang di belakangnya berperan elite politik dan bisnis papan atas yang berposisi sebagai kreditur politik dalam pemilu yang lalu. Sangat mungkin akan ditutup melalui SP3," ucap Busyro.

 

Busyro mengatakan, langkah KPK menerbitkan SP3 pada kasus besar telah meruntuhkan prinsip the rule of law dan demokrasi yang bebas diskriminatif.

 

"Sangat mengkhawatirkan runtuhnya prinsip the rule of law dan demokrasi yang menjunjung tinggi etika politik penegakan hukum yang bebas diskriminatif," tegasnya.

 

Busyro menyesalkan langkah pimpinan dan Deputi Penindakan KPK karena telah menyederhanakan mega skandal kasus BLBI dengan alasan demi kepastian hukum.

 

"Dengan mencampakkan asas yang lebih fundamental yaitu keadilan masyarakat sebagai victim kolektif dampak perampokan uang negara," katanya.

 

Sebelumnya, KPK menghentikan penyidikan dugaan korupsi BLBI yang menjerat suami istri, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Kasus tersebut berdasarkan hasil audit BPK merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun.

 

"Penghentian penyidikan terkait dugaan korupsi yang dilakukan tersangka SN (Sjamsul Nursalim) selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan ISN (Itjih Sjamsul Nursalim) bersama-sama SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) selaku Kepala BPPN," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.

 

Ini merupakan pertama kali KPK menghentikan penyidikan kasus korupsi atau penerbitan SP3.

 

Alex menyatakan, penerbitan SP3 sesuai dengan kewenangan yang dimiliki KPK dalam Pasal 40 UU 19/2019. Sebab menurut Alex, kasus BLBI tidak memenuhi adanya unsur penyelenggara negara lantaran Syafruddin telah divonis lepas di tingkat kasasi MA pada 2019. []



 


SANCAnews – Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan dianggap mengalahkan tuntutan untuk koruptor.

 

Hal itu disampaikan oleh pakar hukum tata negara, Ahmad Yani saat berbincang dengan  ahli hukum tata negara, Margarito Kamis membahas soal tuntutan JPU yang menuntut Syahganda dengan hukuman 6 tahun penjara.

 

"Ustaz (Margarito Kamis) juga kan pernah menjadi saksi dan berbagai macam keterangan ahli juga mengatakan tidak ada peristiwa-peristiwa yang dikaitkan bahwa apa yang dilakukan saudara Syahganda itu merupakan perbuatan melawan hukum yang bisa diancam pidana. Nah ini tuntutannya luar biasa ini, bahkan mengalahkan tuntutan dari para koruptor," ujar Ahmad Yani mengawali perbincangan seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL dari video yang diunggah akun Youtube Ahmad Yani Channel, Jumat (2/4).

 

Margarito pun mengaku kaget atas tuntutan JPU kepada Syahganda, "Itu mengagetkan saya, sebagai orang yang pernah jadi ahli di dalam perkara ini, betul-betul ini mengagetkan," kata Margarito.

 

Margarito menilai, jika Syahganda dihukum dipenjara, maka dianggapnya sebagai penghinaan kepada Bung Hatta dan Soepomo.

 

Karena kata Margarito, Bung Hatta merupakan orang yang menghendaki dibentuknya Pasal 27 UUD 1945 sebelum diganti saat ini menjadi Pasal 28 UUD 1945.

 

"Bung Hatta yang mendesak untuk ada pasal yang mengatur yang memberikan jaminan terhadap warga negara untuk berkumpul dan menyatakan pendapat. Nah sekarang sudah dikuatkan lagi di UUD Pasal 28 J," jelas Margarito.

 

Sehingga kata Margarito, apa yang dilakukan oleh Syahganda merupakan sebuah kritikan dan menyampaikan pikirannya seperti yang digagas oleh Bung Hatta dalam Pasal 27 UUD 1945 pada saat itu.

 

"Ini hakekatnya adalah cara para pendiri bangsa pada waktu itu memberikan jaminan agar pemerintah ini tidak menyalahgunakan kekuasaannya, tidak menghadirkan penderitaan kepada rakyat dan seterusnya," terangnya.

 

"Syahganda kan mengkritik, berfikir, masuk lah itu dalam Pasal 27 yang digagaskan oleh Bung Hatta itu. Makanya saya bilang, kok begini, orang berfikir kok salah, orang berfikir kok dihukum," sambung Syahganda.

 

Ahmad Yani lantas menyebutkan bahwa, tuntutan yang disampaikan JPU hanya mengambil ulang dari dakwaan yang pernah disampaikan di pengadilan.

 

"Saya kira karena Jaksa susah menemukan, mengkonstruksi fakta yang ada di dalam persidangan itu untuk memberikan bobot hukum fakta itu sebagai fakta pidana," kata Margarito. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.