Latest Post


 


SANCAnews – Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM menyayangkan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghentikan penyidikan perkara atau SP3 untuk kasus BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim. Ke depan, Pukat melihat akan banyak kasus korupsi yang bakal berakhir dengan SP3.

 

Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, menilai yang dilakukan oleh KPK merupakan langkah mundur dalam upaya untuk memberantas korupsi.

 

"SP3 ini bukanlah SP3 terakhir, setelah ini akan ada SP3 perkara lain dan itu menurut saya menjadi kemunduran yang sangat disesalkan," kata Zaenur saat dihubungi wartawan, Jumat (2/4/2021).

 

Zaenur pun tidak kaget dengan munculnya SP3 oleh KPK. Sebab, dalam revisi UU KPK memang KPK berhak menghentikan penyidikan. Bagi Zaenur, memang revisi UU KPK diniatkan untuk itu, sehingga bisa menguntungkan pihak-pihak tertentu.

 

"Menurut saya itu sudah satu niat dari pembentuk Undang-Undang pemerintah dan DPR bahwa memang revisi Undang-Undang KPK itu ditujukan nanti untuk memberikan SP3 nanti kepada pihak-pihak tertentu," sebutnya.

 

"SP3 ini seperti sudah direncanakan di dalam revisi Undang-Undang KPK. Bahwa kelak akan ada SP3 untuk perkara penting," sambungnya.

 

Ia melihat KPK saat ini tak ubahnya Lembaga Kepolisian dan Kejaksaan. KPK, kata Zaenur, sudah kehilangan ciri khasnya setelah revisi UU KPK.

 

"Ketika revisi Undang-Undang KPK di Pasal 40 itu memberi fasilitas SP3 maka menurut saya di situ KPK sudah tidak lagi bersifat khas. Karena KPK kemudian menjadi sama menjadi seperti kepolisian dan kejaksaan yang memiliki kewenangan SP3," ucapnya.

 

Lebih lanjut, pengaturan dalam pasal 40 Undang-Undang KPK yang baru disebut problematik. Sebab, SP3 dapat dikeluarkan jika kasus yang ditangani tidak selesai dalam 2 tahun. Padahal, menurut Zaenur, penanganan untuk kasus yang besar bisa memakan waktu yang lama. Jika dibandingkan dengan KUHAP, kata Zaenur, tidak ada jangka waktu untuk penanganan perkara.

 

"Yang paling jelas, pertama adalah SP3 itu bisa dikeluarkan KPK dalam hal penyidikan dan penuntutannya itu tidak selesai dalam waktu 2 tahun," bebernya.

 

"Ini menurut saya suatu pengaturan yang memang berniat untuk membonsai KPK, karena di dalam KUHAP sendiri tidak ada jangka waktu apalagi hanya 2 tahun seperti ini. Jangka waktu 2 tahun itu sangat mustahil untuk kasus-kasus yang sulit dan besar," pungkasnya.

 

Sebelumnya diberitakan, KPK menghentikan penyidikan perkara kasus BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim. Ini merupakan SP3 atau Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan pertama yang dikeluarkan KPK. []



 


SANCAnews – Benda mencurigakan berbentuk buku ditemukan di GPIB Effatha, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Lalin yang menuju ke arah gereja saat ini dialihkan.

 

Pantauan detikcom di GPIB Effatha, Jalan Melawai I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (2/4/2021), polisi memasang beton dan garis berwarna merah agar warga tidak melintas di area gereja itu. Polisi juga berjaga di sekitar lokasi.

 

Sebelumnya, tim Gegana sudah berada di lokasi. Mobil inafis sudah terihat di GPIB Effatha.

 

Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Aziz Andriansyah saat dikonfirmasi masih akan mengecek info benda mencurigakan tersebut, "Saya cek dulu. Saya juga baru dapat info," ujar Aziz. (dtk)



 


SANCAnews – Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah buka suara terkait penghentian kasus buron BLBI, Sjamsul Nursalim.

 

Melalui akun Twitternya, Kamis (1/4/2021), Febri menyindir putusan tersebut sebagai manfaat dari revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), "Salah satu bukti manfaat revisi UU KPK," tulis Febri.

 

Febri mengatakan, para koruptor mestinya berterima kasih kepada pihak yang merevisi undang-undang tersebut.

 

"Para tersangka korupsi mmg perlu berterimakasih pada pihak2 yg telah melakukan revisi UU KPK. Hari ini, KPK mengumumkan kasus perdana yg di-SP3. Kasus yg sebelumnua disidik dg indikasi kerugian negara Rp4,58Trliun," tulisnya.

 

Lebih lanjut, Febri kembali menulis sindiran terhadap mantan institusinya itu, "Ingat ya, seperti sering diulang Pimpinan KPK saat ini: KPK TIDAK LEMAH! Revisi UU KPK semakin memperkuat KPK," tulis Febri.

 

Sebelumnya, KPK menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) terhadap dua tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.

 

Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Kamis (1/4/2021). Menurut Alex, penghentian kasus ini telah sesuai Pasal 40 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Penghentian tersebut, kata Alex, demi memberi kepastian hukum.

 

"Hari ini kami akan mengumumkan penghentian penyidikan terkait tersangka SN dan ISN," kata Alex.

 

Sjamsul Nursalim adalah pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonsia (BDNI), satu di antara obligor BLBI.

 

Bersama beberapa pemilik bank saat itu, Sjamsul Nursalim dianggap bersekongkol dengan pejabat Bank Indonesia menggembosi uang negara lewat fasilitas BLBI. Kerugian negara yang ditimbulkan Sjamsul diperkirakan mencapai Rp4,58 triliun.

 

Sjamsul Nursalim dan Itjih ditetapkan tersangka korupsi BLBI untuk BDNI pada 10 Juni 2019 lalu. Namun, pasangan suami istri itu tak pernah memenuhi panggilan KPK sebagai saksi maupun tersangka.

 

Sjamsul dan Itjih telah menetap di Singapura sejak beberapa tahun lalu dan sempat ditetapkan KPK dalam daftar pencarian orang (DPO).

 

Di sisi lain, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebelumnya juga sempat menjadi tersangka.

 

Arsyad diduga menerbitkan SKL BLBI untuk Sjamsul. Arsyad dihukum 15 tahun di pengadilan tingkat banding. Namun, Mahkamah Agung melepasnya di tingkat kasasi. (*)



 


SANCAnews – Pihak kepolisian kecolongan lantaran terduga pelaku teror ZA (25), bisa memasuki Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (31/3/2021).

 

Meski insiden tersebut tak memakan korban, namun lolosnya ZA dari penjagaan menjadi pelajaran pahit bagi aparat.

 

Pihak kepolisian pun segera melakukan audit keamanan dan menemukan kerusakan dari alat metal detector di Mabes Polri.

 

Menurut Karonpenmas Polri, Brigjen Pol. Rusdi Hartono, ZA saat itu sudah melalui pemeriksaan oleh penjaga. Ia sudah ditanyai petugas terkait keperluannya datang ke Mabes Polri.

 

Namun, wanita anggota klub tembak tersebut tetap bisa lolos membawa senjata air gun dan mengancam keselamatan petugas.

 

"Sudah ada SOP yang ketat, tamu yang datang ditanya keperluannya apa, barang-barang pun diperiksa, kemudian melewati metal detector," kata Brigjen Rusdi seperti dikutip dari tayangan Dua Sisi tvOne, Jumat (2/4/2021).

 

"Setelah diaudit ada kekurangan dalam sistem pengamanan."

 

Menurut Brigjen Rusdi, ZA bisa lolos membawa senjata karena metal detector Mabes Polri mengalami kerusakan.

 

Sehingga metal detector tersebut baru berbunyi setelah pelaku lewat satu langkah. Namun, ia masih terus diizinkan masuk ke kawasan Mabes Polri.

 

"Kemarin metal detector itu berfungsi setelah orang lewat satu langkah baru dia berbunyi," kata Brigjen Rusdi.

 

"Ini mungkin ada sedikit kerusakan dari metal detector di penjagaan bagian belakang."

 

"Kemarin ketika diperiksa ternyata lewat satu langkah baru metal detector itu bunyi, tidak ketika orang itu melewati metal detector."

 

"Ini salah satu temuan dari audit sistem keamanan Mabes Polri kemarin."

 

Hal ini menjadi pelajaran bagi aparat pengaman Mabes Polri yang segera melakukan audit.

 

Atas kejadian tersebut, akhirnya pihak Mabes Polri memperketat penjagaan dan memperbaiki pengamananya.

 

"Ini menjadi koreksi juga bagi Mabes Polri untuk memperbaiki sistem pengamanan di lingkungan Mabes Polri," ungkap Brigjen Rusdi.

 

"Mulai hari ini pun sudah diperbaiki semua, dan sistem pengamanan sudah lebih baik daripada hari-hari sebelumnya," tandasnya. (*)



 


SANCAnews – Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau lazim disingkat SP3 untuk kasus BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim disorot banyak pihak. Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas menyebut keputusan itu bukti nyata tumpul dan tandusnya keadilan.

 

"Ucapan sukses besar bagi pemerintah Joko Wododo (Jokowi) yang mengusulkan revisi UU KPK yang disetujui DPR juga parpol. Itulah penerapan kewenangan menerbitkan SP3 oleh KPK wajah baru," kata Busyro Muqoddas kepada wartawan melalui pesan singkat, Jumat (2/4/2021).

 

Penghentian kasus itu, kata Busyro, merupakan bukti nyata penegakan hukum yang tumpul. "Harus saya nyatakan dengan tegas, lugas bahwa itu bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama UU KPK hasil revisi usulan presiden," sebutnya.

 

Ia pun tak habis pikir dengan kondisi KPK saat ini. Menurutnya, sebelum ada revisi UU KPK, kasus ini sudah mulai terurai. Namun, dengan dihentikannya penyidikan ia melihat jika KPK saat ini didominasi oligarki politik.

 

"Bagaimana skandal mega kasus perampokan BLBI yang pelik berliku licin dan panas secara politik penuh intrik itu sudah mulai diurai oleh KPK rezim UU KPK lama begitu diluluhlantakkan dan punah total dampak langsung dominasi oligarki politik melalui UU," pungkasnya.

 

Busyro Muqoddas menegaskan bahwa saat ini semakin tampak akrobat politik hukum yang sengaja ingkar dari jiwa keadilan sosial. Semakin tampak pula peredupan Pancasila dan adab dalam praktik politik legislasi dan penegakan hukum.

 

Sebelumnya diberitakan, KPK menghentikan penyidikan perkara kasus BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim. Ini merupakan SP3 atau Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan pertama yang dikeluarkan KPK.

 

"Hari ini kami akan mengumumkan penghentian penyidikan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka SN (Sjamsul Nursalim)," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/4).

 

Sjamsul sebelumnya berstatus tersangka bersama istrinya, Itjih Nursalim, dalam kasus dugaan korupsi terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sjamsul dan Itjih dijerat sebagai tersangka karena diduga menjadi pihak yang diperkaya dalam kasus BLBI yang terindikasi merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun.

 

Sjamsul merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Saat itu Sjamsul dan Itjih dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Namun keberadaan keduanya sampai saat ini belum dalam genggaman KPK. Diketahui Sjamsul dan Itjih berada di Singapura tetapi belum dapat dijerat KPK. (dtk)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.