Latest Post


 


SANCAnews – Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyampaikan, saat ini pihaknya masih mengidentifikasi terduga teroris wanita yang tewas ditembak di halaman Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.

 

“Masih dicek,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Rabu (31/3).

 

Saat ini, Argo tak bisa menyampaikan banyak hal terkait peristiwa ini. Ia mengatakan, masih mengumpulkan data lapangan.

 

“Saya masih cari data, belum ada yang bisa disampaikan,” pungkas Argo.

 

Seorang perempuan berpakaian hitam tewas ditembak aparat kepolisian di dalam area Gedung Mabes Polri, Rabu (31/3).

 

Pantauan Kantor Berita Politik RMOL, di sekitar Gedung Mabes Polri aparat keamanan berpakaian lengkap warna hitam sedang menyisir area markas Korps Bhayangkara.

 

Tampak mobil ambulance sudah siap mengangkut jenazah yang meninggal ditembak.

 

Informasi yang diterima, aparat kepolisian mengidentifikasi ada tiga orang terduga teroris yang ingin melancarkan aksinya di Mabes Polri.

 

Selain perempuan yang tewas, ada dua orang yang berhasil menghilangkan jejak. Polisi hingga saat ini terus melakukan penyisiran di seluruh tempat kejadian perkara (TKP).

 

Polisi juga menyisir seluruh orang tak dikenal yang saat ini berada di Mabes Polri. Terkait sosok perempuan yang tertembak, Polisi belum memberikan keterangan lengkap. (*)



 


SANCAnews – Mabes Polri diserang seorang perempuan yang membawa pistol sore tadi. Berikut hal-hal yang diketahui sejauh ini dari serangan terduga teroris ini.

 

Penyerangan ini terjadi sekitar pukul 16.00 WIB di Markas Besar Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (31/3/2021). Orang tak dikenal masuk ke Mabes Polri, menodongkan senjata api, hingga akhirnya ditembak mati di lokasi.

 

Ada sejumlah fakta yang sudah dikumpulkan sejauh ini soal penyerangan tersebut, ini daftarnya: 

 

1. Terduga teroris seorang wanita berjilbab biru 

Berdasarkan video dan foto yang diterima detikcom, perempuan tersebut mengenakan pakaian panjang berwarna hitam. Jilbab warna biru dikenakan perempuan tersebut.

 

2. Bawa map kuning 

Saat berjalan di Mabes Polri, perempuan misterius ini membawa map berwarna kuning. Map itu dibawanya dengan tangan kiri.

 

3. Todongkan pistol ke polisi 

Perempuan itu terlihat langsung menodongkan senjata api kepada petugas yang berada di dalam. Tiga petugas yang keluar untuk mengecek juga ditodong.

 

Perempuan itu tampak terus menodongkan senjata ke dalam dan di depan gedung. Tak diketahui apakah senjata tersebut ditembakkan atau tidak.

 

4. Ditembak mati

Tak berapa lama, polisi langsung menembak perempuan itu. Asap tampak muncuk di sekitarnya. Perempuan itu pun terlihat langsung tergeletak. 

 

5. Kapolri pastikan situasi aman  

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan situasi kini aman. Polisi melakukan olah TKP.

 

"Aman sementara kami olah TKP untuk supaya lebih jelas," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada detikcom. (dtk)





SANCAnews – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Demokrat Bali menyebut keberadaan Demokrat versi KLB yang dipimpin oleh Moeldoko telah mencoreng nama Presiden Joko Widodo. Apalagi setelah adanya penolakan pengakuan dari Menkum HAM.

 

"Karena dia juga termasuk tangan kanan istana kan. Jadi memang juga banyak netizen yang berpandangan demikian," kata Ketua DPD Partai Demokrat Bali, I Made Mudarta saat dihubungi, Rabu (31/3/2021).

 

Mudarta menuturkan, Moeldoko harusnya melakukan pertimbangan yang matang sebelum menerima tawaran jadi ketua umum partai berdasarkan KLB abal-abal. Sebab, jika tak melalui pertimbangan yang matang, tawaran itu hanya akan menjerumuskan seperti yang Moeldoko alami hari ini.

 

Meski begitu, Mudarta mengaku tetap mendorong agar KSP Moeldoko tetap berada dalam pusaran istana dan bekerja secara profesional untuk menebus kesalahan yang sudah ia lakukan. Selain itu, tenaga Moeldoko, lanjut Mudarta, tentu masih sangat dibutuhkan oleh Presiden Joko Widodo.

 

"Kami harap dia berkonsentrasi membantu presiden Jokowi, dimana negara ini kita sedang menghadapi krisis, yakni kirisis pandemi dan kesehatan, dan krisis ekonomi. Kita tahu pak Moeldoko sangat profesional di KSP, kami mendukung pak Moeldoko bekerja pada tempatnya di KSP," tuturnya.

 

Diluar itu semua, Mudarta menyampaikan keputusan yang diambil oleh Kemenkumham untuk menolak kepengurusan Demokrat versi KLB adalah langkah yang tepat. Sebab, semua kepengurusan yang diusulkan Itu adalah abal-abal dan seusai aturan partai.

 

"Sudah sangat tepat dan sesuai dengan prediksi kami dari awal, bahwasanya KLB yang digelar di Medan tak memenuhi AD ART, termasuk juga tak sesuai dengan UU Partai Politik. Dan juga tak terpenuhinya persyaratan untuk pendaftaran. Jadi ditolak," jelasnya. (*)




SANCAnews – Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menolak pengesahan kepengurusan Partai Demokrat (PD) versi acara yang diklaim kongres luar biasa (KLB) dengan Ketua Umum Moeldoko.

 

Ahli Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai langkah Menkum HAM Yasonna Laoly sudah tepat.

"Ini langkah tepat dan sudah sesuai UU (Keputusan Menkumham-red)," kata Feri kepada wartawan, Rabu (31/3/2021).

 

Feri kemudian memberi saran kepada Moeldoko. Dia menyarankan Moeldoko membuat partai politik sendiri.

 

"Sebaiknya sih memang Moeldoko memilih buat partai lain karena langkah-langkahnya sudah sedari awal tidak sesuai UU," ujar Direktur Pusako Universitas Andalas itu.

 

Ahli hukum tata negara lainnya, Duke Arie Widagdo, menyatakan langkah Moeldoko menggelar KLB tidak tepat. Seharusnya, kubu KLB menempuh mekanisme internal partai terlebih dahulu.

 

"Menurut saya seharusnya dari awal jika PD Kubu Deli Serdang ingin diakui maka harus menempuh mekanisme internal partai terlebih dahulu. Dan jika ingin tetap mengajukan KLB tentunya harus memenuhi persyaratan KLB dan pastinya peserta KLB haruslah setiap pemegang amanat berdasarkan surat mandat dari daerah untuk bisa mengikuti KLB tersebut. Jadi ini menurut saya yang mengganjal proses legalisasi PD Kubu Moeldoko di Kemenkum HAM," papar Duke, yang juga pengajar Universitas Negeri Gorontalo.

 

Duke juga menyatakan langkah Kemenkumham sudah tepat. Pemerintah harus mengakui AD/ART partai politik yang terdaftar di Kemenkumham sebagai pedoman menilai keabsahan sebuah parpol.

 

"Sebagai dasar pemerintah mengakui eksistensi partai tentunya juga harus mengacu pada AD/ART partainya, demikian halnya dengan PD," cetus Duke.

 

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menyatakan pemerintah menolak permohonan Moeldoko karena terdapat dokumen yang tidak lengkap.

 

"Dari hasil pemeriksaan dan atau verifikasi terhadap seluruh kelengkapan dokumen fisik, sebagaimana yang dipersyaratkan masih ada beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi," kata Menkumham Yasonna Laoly saat konferensi pers virtual, Rabu (31/3).

 

Dokumen yang belum dilengkapi antara lain soal DPC, DPD, hingga surat mandat. Oleh sebab itu, pemerintah menolak permohonan hasil KLB Partai Demokrat di Deli Serdang.

 

"Dengan demikian, pemerintah menyatakan bahwa permohonan hasil kongres luar biasa di Deli Serdang tanggal 5 Maret 2021 ditolak," ujar Yasonna.

 

Salah satu penggagas KLB Partai Demokrat kubu Moeldoko memastikan akan melakukan perlawanan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) usai putusan pemerintah.

 

"Pertama, saya apresiasi bagus, agar tidak nampak pemerintah melakukan intervensi sebagaimana mereka punya tuduhan, bagus kan, berarti pemerintah aman," kata salah satu penggagas KLB PD, Hencky Luntungan saat dihubungi, Rabu (31/3). (dtk)



 


SANCAnews – Secara politik penolakan pemerintah terhadap hasil kongres luar biasa Sibolangit, Deli Serdang telah mengubur ambisi politik Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.

 

Demikian pendapat Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic ) A. Khoirul Umam saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (31/3).

 

Kata Umam, pelajaran dari upaya gerakan pengambilalihan kepemimpinan paksa yang dilakukan Moeldoko adalah saat ambisi politik mengalahkan logika dan etika maka akan mengakibatkan pilihan politik kurang tepat.

 

"Ketika ambisi mengalahkan logika, etika akan ditabrak, dan pilihan-pilihan strategi juga salah kaprah" demikian kata Umam, Rabu (31/3).

 

Pengamat yang juga Dosen di Universitas Paramadina itu menilai sejak awal mantan Panglima TNI di akhir kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu salah langkah.

 

Menurut Umam, kekuasaan harus diperoleh dengan cara-cara yang benar. Jika cara-cara culas yang dimainkan, maka fondasi kekuasannya akan  rapuh dan mudah runtuh.

 

"Moeldoko telah mengubur karir politiknya sendiri. Jika ingin berkuasa, seharusnya dia sabar dalam berproses dan memilih langkah-langkah yang lebih baik" kata Umam.

 

Ia menyarankan, Moeldoko lebih baik mendirikan partai politik ketimbang mengurusi langkah hukum usai pengajuan pengesahan hasil KBL Sibolangit ditolak oleh Kemenkumham.

 

"Daripada sibuk mengurus proses hukum untuk memperjuangkan hal yang bukan haknya, sebaiknya Moeldoko mendirikan partai politik sendiri," tandasnya.

 

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menolak pengajuan pengesahan hasil kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat Deliserdang, Sumatera Utara yang diajukan Moeldoko yang mengklaim sebagai ketua umum.

 

Yasonna mengatakan, setelah Kemenkumham meminta melengkapi berkas hingga batas waktu yang ditentukan, Moeldoko tidak mampu melengkapi.

 

Beberapa syarat yang tidak mampu dipenuhi oleh pihak Moeldoko diantaranya, mandat dari Ketua Dewan Pimpinan  Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC). []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.